Tradisi wiwitan merupakan salah satu ritus slametan di Jawa. Tradisi ini bertujuan untuk memberikan persembahan kepada Dewi Sri sebagai wujud rasa syukur masyarakat terhadap hasil panen yang telah diberikan.
Tradisi Wiwitan di Jawa
Dikutip dari jurnal Perubahan Tradisi Wiwitan dalam Era Modernisasi (Studi Pada Masyarakat Petani di Desa Balak, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten), wiwitan merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat petani.
Dalam jurnal karya Anik Tri Wahyuni dan Dra V Indah Sri Pinasti, M.Si itu disebutkan, wiwit merupakan upacara adat yang pernah mentradisi dari padukuhan Kebon Arang, salah satu wilayah di Lumajang, Jawa Timur. Wiwitan berasal dari kata wiwit dalam Bahasa Jawa yang berarti mulai atau mula-mula.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam karya yang diterbitkan di Jurnal Pendidikan Sosiologi tahun 2018 itu, dua penulis dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu melakukan penelitian di Desa Balak, Cawas, Klaten. Mayoritas masyarakat Desa Balak bekerja sebagai petani.
Di Desa Balak, tradisi wiwitan sering disebut dengan nama 'guwaki atau guwakan'. Selain sebagai wujud balas budi kepada Mbok Sri atau Dewi Sri atas hasil panen, tradisi turun-temurun itu juga sebagai ungkapan rasa syukur dan doa agar selamat dan terhindar dari marabahaya.
"Tindakan yang dilakukan masyarakat tersebut sesuai dengan tipe traditional rationality atau rasionalitas tradisional," (Jurnal Pendidikan Sosiologi, 2018: 9).
Tahapan Tradisi Wiwitan di Desa Balak
Sebelum melaksanakan tradisi wiwitan, masyarakat di Desa Balak menentukan dulu harinya. Tahap selanjutnya, sebelum puncak pelaksanaan tradisi wiwitan, biasanya masyarakat melakukan 'mojoki', yaitu meletakkan janur dan daun dadap serep di empat sudut sawah.
Pada hari puncak pelaksanaan tradisi wiwitan, masyarakat mulai mempersiapkan ubo rampe, makanan dalam jumlah banyak, dan perlengkapan lainnya. Setelah itu, makanan dibawa menuju ke sawah.
Sesampainya di sawah, pemilik sawah membuat tempat sesaji. Setelah tempat sesaji selesai dibuat, lalu uborampe diletakkan dan dilakukan pembacaan doa. Usai berdoa bersama, makanan dibagikan kepada peserta wiwitan. Setelah itu mereka melakukan umbul-umbul dan diakhiri dengan pemotongan padi.
Namun, seiring perkembangan zaman, kini terdapat perubahan dalam tradisi wiwitan. Kalaupun masih ada masyarakat yang melaksanakannya, proses penentuan hari hingga puncak acaranya diselenggarakan secara lebih simpel.
Tradisi Wiwitan Petani Tembakau Temanggung
Tak hanya oleh petani padi, tradisi wiwitan juga dilestarikan oleh sebagian petani tembakau. Dikutip dari situs resmi Provinsi Jawa Tengah, tradisi wiwitan diselenggarakan saat panen raya tembakau di lereng Gunung Sindoro, tepatnya di Embung Bansari, Temanggung, pada Jumat (24/7/2020).
Tradisi wiwitan oleh para petani tembakau itu dimaksudkan sebagai kegiatan mujahadah atau doa bersama untuk kelancaran dan keberkahan, dengan harapan mendapat hasil panen bagus dan harga yang tinggi.
Doa bersama dalam rangka wiwitan tembakau tersebut dihadiri oleh Bupati Temanggung beserta jajarannya, para kepala desa, petani dan pelaku pertembakauan serta tokoh-tokoh masyarakat.
"Kita mendoakan tembakau dari bumi Kabupaten Temanggung yang terhampar dari Gunung Sumbing, Sindoro dan Prau, dan seluruh lahan persawahan di Kabupaten Temanggung, agar musim tembakau tahun ini betul-betul menjadi rezeki yang berkah dengan harga yang mahal, untuk kesejahteraan petani di seluruh Kabupaten Temanggung," kata Bupati Temanggung Al Khadziq saat itu, dikutip dari jatengprov.go.id.
(dil/sip)