Batalnya pembebasan lahan untuk rest area tol Jogja-Solo membuat sejumlah warga Dusun Tinggen, Desa Manjungan, Kecamatan Ngawen, Klaten protes. Pasalnya, warga sudah melakukan berbagai persiapan jika suatu saat lahan itu digunakan untuk tol. Berikut duduk perkara perihal batalnya pembebasan lahan tersebut.
Koordinator warga, MH Thamrin, mengungkapkan awal mula rencana pembebasan lahan warga. Menurut Thamrin, rencana pembebasan lahan itu sudah dilakukan sejak September 2024.
Bahkan sejak saat itu, Thamrin menyebut, sudah dilakukan pemasangan patok lokasi lahan yang bakal terkena proyek tol Jogja-Solo. Kemudian pada Januari 2025 warga yang masuk dalam wilayah terdampak diundang untuk sosialisasi terkait adanya perluasan rest area tol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian digelar sosialisasi dan konsultasi publik di mana warga yang setuju memberikan tanda tangan, yang tidak setuju satu orang dan mayoritas (dari 30 orang) setuju. Setelah itu katanya akan ada pengukuran dan berjalan setahun lebih," terang Thamrin detikJateng di rumahnya, Senin (3/11/2025) siang.
Lebih lanjut Thamrin menyampaikan, pada 10 September 2025 secara tiba-tiba warga mendapatkan informasi ada pembatalan perluasan rest area itu. Padahal selama setahun menunggu kepastian itu, warga sudah mempersiapkan untuk menyesuaikan diri.
"Masyarakat sudah melangkah untuk menyesuaikan diri jika kena, ada yang sudah bikin rumah, ada yang sudah DP ratusan juta, ada yang jual beli batal dan sebagainya. Karena kita tidak bisa menolak proyek tol pemerintah, ya kita bersiap menyiapkan diri," terang Thamrin.
Kabar ini pun jelas membuat warga resah karena pembatalan dilakukan secara mendadak. Sementara, warga sudah menunggu selama setahun.
"Warga resah karena ada pembatalan secara mendadak setelah lebih dari setahun lahan sudah dipatok semen bertuliskan Row," ungkapnya.
Mengadu ke Gubernur
Dalam waktu satu tahun menunggu itu, kata Thamrin, nasib warga digantung tidak jelas. Namun tiba-tiba ada informasi pembatalan tersebut sehingga masyarakat sudah rugi materiil dan immateriil.
"Masyarakat sudah rugi materiil dan immateriil, sekarang ada yang sampai jatuh sakit. Kita bingung mau mengadu ke siapa, kita akhirnya kirim surat ke gubernur," kata Thamrin.
"Kita terus akan bersuara, termasuk ada tembusan surat ke presiden. Kita perjuangkan keadilan," imbuhnya.
Tutik, warga lainnya mengatakan surat ke gubernur sudah dikirim ke Gubernur Jawa Tengah pertengahan September. Tuntutan warga ada dua.
"Kita memohon pak gubernur menindaklanjuti mengembalikan kebijakan perluasan rest area tol sesuai rencana awal. Yang kedua kita mohon proses ganti rugi segera direalisasi untuk tanah yang sudah dipatok," kata Tutik kepada detikJateng.
Warga Bantah Menolak Proyek
Menurut Tutik, alasan PPK (pejabat pembuat komitmen) membatalkan karena ada mayoritas warga yang tidak setuju. Padahal tidak ada buktinya karena mayoritas warga setuju.
"Padahal mayoritas warga setuju dengan tanda tangan, alasan lagi karena hal teknis, alasan lagi tidak dibutuhkan. Kalau tidak dibutuhkan kenapa tanah kami dipatok setahun lebih, padahal kita sudah persiapan antisipasi," papar Tutik.
Pantauan detikJateng di lokasi, patok bercat merah putih masih terpasang di lahan warga. Bahkan patok ada di rumah warga.
Penjelasan Jasamarga Jogja-Solo
Staf ahli direksi PT Jasamarga Jogja Solo, Muhammad Amin, menjelaskan saat perencanaan permukiman warga Dusun Tinggen itu memang masuk rencana perluasan. Namun setelah dihitung ulang ternyata luasan minimal 6 hektare sudah tercukupi.
"Setelah dihitung ulang ternyata luasan minimal 6 hektare sudah tercukupi. Jadi tidak ada pembatalan, itu (lahan) belum ditetapkan di penlok (penetapan lokasi)," ungkap Amin saat diminta konfirmasi detikJateng.
"Jadi baru sebatas sosialisasi, setelah dihitung ulang 6 hektare tanpa yang di permukiman sudah cukup. Perluasan cukup yang di sawah-sawah," imbuhnya.
Sementara PPK Jalan Tol Jogja-Solo, Widodo Budi Kusumo saat diminta konfirmasi belum memberikan penjelasan.
(apl/ahr)











































