Geliat UKM Gerabah Desa Bentangan Klaten, Bertahan di Tengah Peralatan Modern

Geliat UKM Gerabah Desa Bentangan Klaten, Bertahan di Tengah Peralatan Modern

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Selasa, 15 Jul 2025 19:11 WIB
UKM gerabah Dusun/ Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten.
UKM gerabah Dusun/ Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng.
Klaten -

Presiden RI Prabowo Subianto direncanakan melaunching Kopdes Merah Putih di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten pekan depan. Desa Bentangan sendiri memiliki usaha kecil menengah (UKM) kerajinan gerabah yang mampu bertahan hingga kini.

Kerajinan gerabah tersebut terbanyak ditemukan di wilayah Dusun Bentangan RW 5. Di gapura masuk kampungnya tertulis Sentra Industri Gerabah yang cukup mencolok dilihat dari jalan raya.

Saat masuk dusun yang menjadi lokasi peluncuran Kopdes Merah Putih itu aroma asap sekam dibakar sangat terasa. Aroma itu berasal dari tobong (tempat bakar gerabah) di depan rumah warga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di teras-teras rumah warga, aktivitas pembuatan gerabah putaran tegak mudah ditemui. Gerabah mentah dijemur di halaman dan yang sudah matang ditumpuk di teras.

Jenis gerabah tanah liat produksi Dusun Bentangan, Desa Bentangan ada berbagai jenis. Mulai dari anglo, kendi, pot bunga, wajan, tempat ari-ari bayi, dan sebagainya.

ADVERTISEMENT

"Sejarah gerabah ya dari mbah-mbah dulu, turun-temurun. Saya sendiri meneruskan usaha bapak," ungkap Sugino (72) kepada detikJateng di rumahnya, Selasa (15/7/2025) siang.

UKM gerabah Dusun/ Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten.UKM gerabah Dusun/ Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Diceritakan Sugino, di zaman dulu jumlah perajin gerabah sangat banyak tapi sekarang tersisa sekitar 40 rumah. Penyebabnya saat ini bersaing dengan peralatan dari plastik.

"Ya berkurang produksinya, zaman dulu belum ada kompor gas dan magicom, anglo tanah itu laris. Sekarang apa-apa wadah plastik," katanya.

Menurut Sugino, meskipun marak alat modern dan plastik tetapi tetap ada yang menggunakan gerabah. Dalam sebulan dirinya hanya membakar satu kali saja.

"Sebulan paling sekali bakar, harganya dari Rp 2.000 sampai Rp 20.000 tergantung jenisnya. Pasarannya ke Solo, Sukoharjo dan sekitar Klaten sini," imbuh Sugino.

Kesulitan perajin, sambung Sugino, terletak pada persaingan dengan plastik dan alat modern. Modalnya pun sekarang besar karena tanah membeli dari orang lain.

"Tanah beli se mobil pikap Rp 350.000 tapi kalau dengan tenaga ya total Rp 800.000. Dulu mengaduk dengan tangan sekarang juga mesin, modal juga," pungkas Sugino.

Anis (32), perajin lain mengatakan kerajinan gerabah Bentangan sudah ada turun-temurun tidak jelas kapan dimulai. Fokusnya alat rumah tangga tapi juga melayani pesanan.

"Yang banyak alat rumah tangga tapi pot juga ada untuk pesanan. Kalau sini pasaran sekitar Solo, ada juga ke Semarang dan Surabaya," kata Anis kepada detikJateng.

Kendala utama, ungkap Anis, adalah persaingan dengan alat modern bahan plastik dan makin mahalnya tanah liat. Meskipun demikian gerabah di desanya mampu bertahan.

"Ya alhamdulillah bisa bertahan sampai sekarang karena ada yang tetap memakai gerabah. Contohnya kendi tempat ari-ari (plasenta bayi) tidak mungkin pakai plastik, kirimnya ke RS-RS," jelas Anis.

UKM gerabah Dusun/ Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten.UKM gerabah Dusun/ Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

PJ Kades Bentangan, Dwi Suparna menyatakan, UKM gerabah sudah ada turun-temurun. Meskipun zaman sudah modem perajin tetap bisa bertahan.

"Sampai sekarang masih bertahan, ini kerajinan asli Bentangan sejak saya kecil. Sentra di Dusun Bentangan itu," ungkap Suparna kepada detikJateng.

"Selain UKM gerabah, Desa Bentangan juga ada industri seperti garmen dan sepatu. Keduanya bisa berjalan bersama untuk ekonomi masyarakat," imbuhnya.




(apl/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads