Kementerian Ketenagakerjaan mencatat total angka pemutusan hubungan kerja (PHK) terbaru per hari ini yaitu sebanyak 26.455 orang. Jawa Tengah (Jateng) disebut sebagai provinsi penyumbang angka PHK tertinggi, yaitu sebanyak 10.695 orang.
Dilansir detikFinance, angka PHK per 20 Mei 2025 mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun lalu. Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, angka PHK terbanyak saat ini dari Jateng.
"(PHK) 26.466 per 20 Mei 2025, tadi pagi. Jawa Tengah tertinggi, nomor dua Jakarta, nomor tiga Riau. Sektornya pengolahan, perdagangan besar/eceran, dan jasa. Jawa Tengah 10.695 (orang), Jakarta 6.279, Riau 3.570. Lebih tinggi sedikit (dibandingkan tahun lalu), untuk bulan Mei, tidak sampai 5.000," kata Indah seusai konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jakarta, Selasa (20/5/2025), dikutip dari detikFinance.
Dijelaskan bahwa Riau menjadi salah satu anomali ketika masuk dalam tiga besar pemecah rekor wilayah dengan angka PHK terbanyak.
"Beberapa industri perdagangan juga ada yang turun ya, mungkin ya. Kita belum meneliti sedalam itu kenapa Riau (angka PHK-nya) tinggi. Kita ini 'kan, sekali lagi, berdasarkan data dari Dinas Ketenagakerjaan. Tidak ada data yang kami rekayasa, karena kita punya sistem pelaporan dari dinas langsung ke pusat, dan ini update terus," ungkap Indah.
"Perlu dipahami, sebenarnya tidak ada perusahaan yang ingin PHK. PHK pekerja itu juga berat, keputusan berat buat seorang pengusaha mau di sektor apapun. Tapi kemudian kalau terjadi perubahan teknologi, akhirnya persaingan semakin besar dan perusahaan itu tidak mampu merespons dinamika persaingan. Lalu akhirnya terpaksa putusan paling akhir PHK, itu jalan terakhir," sambung Indah.
Indah menambahkan, alasan lain di balik maraknya PHK di Indonesia juga bisa dipicu oleh perubahan teknologi dan digitalisasi. Hal itu yang terjadi dalam kasus PHK di sejumlah perusahaan media belakangan ini.
"Untuk memitigasi ini dengan cara membangun dialog sosial antara perusahaan media dengan pekerjanya. Dialog sosial dibangun supaya targetnya tentu menghindari PHK. Kalaupun PHK, maka harus sesuai ketentuan yang berlaku. Berikutnya, pemerintah khususnya Kemnaker, siap untuk men-support reskilling dan upskilling bagi mereka yang mungkin kena PHK atau potensi PHK," pungkas Indah.
(dil/apu)