Transaksi uang elektronik dan dompet digital akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% mulai 1 Januari 2025. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan soal PPN tersebut.
Dilansir detikFinance, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan yang dikenakan PPN 12% bukan pada nilai uang yang diisi (top up), nilai saldo atau nilai transaksi jual beli. Yang dikenakan PPN 12% adalah biaya admin dalam transaksi elektronik dan dompet digital.
"Jadi yang dikenakan PPN itu yang Rp 1.500 atas jasanya. Jadi Rp 1.500 itu disebutnya biaya admin. Itu dalam istilah pajak namanya jasa," kata Dwi dalam media briefing di kantornya, Jakarta, Senin (23/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh, jika seseorang melakukan top up e-money atau e-wallet sebesar Rp 1 juta dengan biaya admin Rp 1.500. Maka PPN yang dikenakan adalah 12% x Rp 1.500 yakni sebesar Rp 180.
"Mungkin selama ini kenapa kalau isi e-wallet atau e-money tetap aja biayanya Rp 1.500, tidak ada keterangan PPN. Nah bisa jadi biaya jasanya itu dari provider-nya sudah memperhitungkan PPN-nya di situ, makanya biayanya tetap Rp 1.500," jelasnya.
Dengan PPN yang sudah masuk dalam biaya admin, maka nominal top up dengan yang diterima akan sama. Misalnya seperti A yang top up Rp 1 juta, maka tetap akan menerima saldo Rp 1 juta.
Dwi menegaskan, PPN tidak dikenakan saat membayar tol. "Ya setiap ngisi ya Rp 1.500 (biaya admin dan PPN), tapi sekali itu saja. Ketika saya tap tol kan nggak kena (PPN), nggak ada PPN di situ," imbuhnya.
(aku/ahr)