Peternak dan pengepul susu sapi di Boyolali kini kebingungan memasarkan susu segarnya karena Industri Pengolahan Susu (IPS) membatasi kuota penerimaan. Para pengepul bahkan sudah kewalahan untuk menerima susu sapi dari peternak.
Pengurus Koperasi Unit Desa (KUD) Mojosongo, Sriyono, mengungkapkan saat ini tempatnya sudah tak mampu menampung susu berlebih dari petani. Hal itu karena penjualan susu ke industri berkurang dan pendingin untuk menampung susu terbatas.
Akibatnya ada puluhan ribu liter susu dari petani yang terbuang sia-sia setiap harinya. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin para pengepul akan menghentikan pengambilan susu dari petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di KUD Mojosongo sekarang ini over. Daya tampung kami sudah melebihi. Ada stok yang belum terpasarkan itu 50 ton. Di dalam cooling sekitar 20 ton, yang ada di truk 30 ton," kata Sriyono, ditemui saat menyampaikan aspirasi soal susu ini di Kantor Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali, Jumat (8/11/2024).
Sriyono menyebut KUD Mojosongo menerima 23 ton susu sapi dari peternak setiap harinya. Namun yang terserap oleh IPS saat ini hanya sekitar 16 ton, sehingga ada sekitar 7 ton yang tidak terserap.
Sementara setiap hari dia terus menerima susu dari peternak. Susu yang belum terpasarkan itu disimpan di cooling unit. Karena sudah tidak mampu menampung, sehingga susu disimpan di truk-truk tangki yang biasa digunakan untuk mengirim ke industri.
"Kalau ini tidak ada solusi ya terbuang, akan dibuang. Sudah ada teman-teman yang membuang susu. Kalau kita sudah tidak mampu menampung lagi, kita nampung dari peternak, terus dibuang kan otomatis koperasi rugi karena harus membayar ke peternak," jelas Sriyono.
![]() |
"Langkah yang paling ekstrem nanti, ya tidak menerima susu dari peternak lagi. Saat ini belum. Tapi harus kami lakukan dalam jangka waktu dekat ini, mungkin 2 hari 3 hari ke depan akan setop susu masuk. Karena ya memang sudah tidak tertampung lagi," sambung dia.
Kondisi pembatasan kuota di IPS-IPS ini, menurut dia, yang paling signifikan terjadi mulai akhir Oktober 2024. Namun gejala-gejala seperti ini sudah terjadi mulai September.
"Kita merasakan seperti ini, baru kali ini. Semua IPS melakukan ini (pembatasan kuota kiriman), baru kali ini," imbuh dia.
Dikemukakan Sriyono, kejadian ini sebuah ironi, dan sangat disayangkan. Sebab, Pemerintah Pusat memiliki program susu gratis yang diharapkan membawa angin segar peternakan sapi perah. Jumlah peternak sapi perah yang menurun bisa naik lagi.
"Kita ironi, kita sayangkan, karena pemerintah pusat ini ada program susu gratis. Artinya ada angin segar di peternak, kalau program ini sudah jalan kan otomatis usaha peternakan sapi perah akan menarik, bergairah di kalangan peternak," kata dia.
Susu dari peternak lokal bisa terserap dan harganya naik. Sehingga pendapatan petani peternak juga bertambah dan kesejahteraan meningkat.
"Memang kemarin jumlah peternak kita menurun, generasi muda itu tidak mau beternak, karena profit yang mereka terima itu minim. Tapi dengan adanya program pemerintah pusat ada susu gratis ini, nanti susu dari peternak itu nilai jualnya akan naik, harapannya dari peternak kemarin. Tapi realitanya sekarang terjadinya kok malah seperti ini, itu yang mana akan melemahkan semangat peternak untuk kembali beternak lagi," jelasnya.
Seorang peternak yang juga pengepul susu dari Tamansari, Boyolali, Wartono, mengemukakan petani saat ini sudah mulai muncul kekhawatiran. Susu mereka tidak diambil oleh pengepul atau tidak terjual. Sementara modal untuk beternak sapi perah juga tidak sedikit.
"Sudah ada kekhawatiran, karena untuk punya sapi saja modalnya sudah ratusan juta rupiah. Misalnya kita mau perah satu sapi, modal saya kan Rp 30 juta. Kalau 10 sapi sudah Rp 300 juta. Itu belum pakan, tapi susunya tidak bisa dijual, nggak bisa keserap ke pabrik, lantas petani mau usaha apa ke depannya," kata dia.
Jika kondisi ini berlarut-larut, lanjut dia, maka akan banyak petani sapi perah yang terancam gulung tikar alias bangkrut. Karena untuk memelihara sapi perah dengan kualitas susu yang baik juga diperlukan makanan yang baik-baik pula. Sedangkan susunya tidak laku, sementara setiap hari harus mengeluarkan uang untuk pemeliharaannya.
"Kalau berlarut-larut kan kita pasti gulung tikar, nggak sanggup. karena kita beli pakan, susunya nggak laku," ujarnya.
Sebelumnya, para pengepul dandan peternak sapi perah di Boyolalu mendatangi Kantor Disnakan Boyolali untuk menyampaikan keluhan mereka. Kepala Disnakan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, mengatakan pihaknya akan memfasilitasi untuk bertemu dengan pihak IPS. Selain itu pihaknya juga memfasilitasi pengepul bertemu dengan BUMN yang bergerak di bidang makanan berbahan susu.
"Siang ini saya mau ke sana bersama dengan perwakilan mereka (pengepul). Ini upaya, kami kewenangan pemerintah hanya mediasi, nanti keputusan ada di tangan BUMN sama pengepul," kata Lusia.
(afn/ams)