Melihat Penjualan Sapi Pemakan Sampah TPA Jatibarang Jelang Idul Adha

Melihat Penjualan Sapi Pemakan Sampah TPA Jatibarang Jelang Idul Adha

Afzal Nur Iman - detikJateng
Jumat, 14 Jun 2024 18:54 WIB
Penampakan sapi di TPA Jatibarang, Semarang, Jumat (14/6/2024).
Penampakan sapi di TPA Jatibarang, Semarang, Jumat (14/6/2024). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng
Semarang -

Sejumlah peternak di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, masih terbiasa membiarkan sapinya memakan sampah. Sapi-sapi itu diduga mengandung logam berat dan berbahaya bagi kesehatan. Bagaimana penjualannya saat Idul Adha?

"Kalau sapi sini sebetulnya untuk kurban sudah menurun drastis biasanya itu yang jantan itu yang istilahnya di atasnya pedet (anak sapi) itu sudah dijual dan dipelihara di luar, biasanya dibawa belantik," kata Ketua RW 4 Kelurahan Kedungpane, Semarang, Sugito saat ditemui di rumahnya, Jumat (14/6/2024).

Sapi-sapi itu awalnya merupakan kompensasi bagi warga atas hadirnya TPA Jatibarang. Sekitar tahun 1997, dua kampung dari Kelurahan Jatibarang dan Kelurahan Babankerep diberi satu atau dua ekor sapi untuk diternakkan, setelah beberapa waktu mereka harus mengembalikan sapi itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat ini, dulu waktu didata kisaran 2.000, tapi mungkin sekarang sudah berkurang karena ini ada aturan relokasi, tapi nggak jadi, warga nggak setuju karena kan jauh di Gunungpati Ungaran sana," ujarnya.

Penampakan sapi di TPA Jatibarang, Semarang, Jumat (14/6/2024).Penampakan sapi di TPA Jatibarang, Semarang, Jumat (14/6/2024). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng

Dulu, sapi-sapi tersebut banyak yang dijualbelikan sebagai hewan kurban. Namun, karena adanya sosialisasi terkait kandungan logam berat dalam sapi tersebut, kini jarang peternak yang menjual sapinya menjelang Idul Adha.

ADVERTISEMENT

"Langsung ke pembeli yang mau dibuat kurban sudah sedikit, kalau dulu banyak karena dagingnya itu lebih banyak, lebih keset di sini, tapi kalau sekarang ada imbauan pemerintah karena sapi sini kan katanya mengandung merkuri, mengandung timbal jadi ada pengaruhnya," jelasnya.

Sapi-sapi pemakan sampah itu biasanya dijual kepada belantik. Kemungkinan, ada puluhan sapi yang terjual menjelang Idul Adha tahun ini.

"Kalau 100 nggak ada, kalau puluhan mungkin ada tapi kebanyakan nggak untuk kurban, biasanya untuk kurban itu pejantan yang belum besar itu diambil untuk dipelihara di luar, bukan di sini," kata Sugito.

Bila akan digunakan untuk kurban, biasanya sapi-sapi tersebut akan dikarantina oleh belantik selama sekitar tiga bulan agar tak lagi memakan sampah. Cara itu dinilai ampuh menetralisir logam berat dalam sapi.

"Dinas Peternakan itu menyampaikan timbal atau merkuri atau apa itu bisa dinetralkan dengan rumput jadi tidak makan sampah-sampahan terus tapi juga makan rumput biar netral dan syaratnya kan memang kalau mau dijual selama tiga bulan apa tiga minggu itu harus dirumput dulu," imbuhnya.

Meski begitu, peternak di TPA Jatibarang terbiasa dengan hewan kurban ternaknya sendiri meski tahu bila sapi itu memakan sampah. Sugito tak ragu memakan sapi itu dan berencana menjadikan sapinya hewan kurban untuk tahun ini.

"Iya (konsumsi sendiri), orang sini kebanyakan kalau kurban sapi di sini juga, 90 persen itu sapi sini karena sapi sini itu kan dia yang melihara, dia yang tahu, ya tiap harinya tahu lah," katanya.

Bahaya Logam Berat dalam Daging

Medik Veteriner Disnakkeswan Jateng, drh Slamet Kasiran menyebut sapi pemakan sampah itu memang berpotensi mengandung logam berat. Kandungan itu dinilai berbahaya bagi organ hati bila dikonsumsi berlebihan atau berkelanjutan.

"Itu bisa memicu kayak tumor atau organ-organ terutama yang jelas menyebabkan hatinya mengeras, terutama organ itu ya karena kan barang asing yang ada di tubuh pasti akan melewati hati," katanya.

Penampakan sapi di TPA Jatibarang, Semarang, Jumat (14/6/2024).Penampakan sapi di TPA Jatibarang, Semarang, Jumat (14/6/2024). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng

Namun, bila sapi-sapi itu sudah dikarantina dan tak lagi memakan sampah antara 2-3 bulan dagingnya sudah aman untuk dikonsumsi.

"Memang ada penurunan menurut lab perguruan tinggi ya selama 2-3 bulan bisa berkurang, insyaallah aman dikonsumsi," ujarnya.

Sayangnya, sapi yang mengandung logam berat itu sulit diidentifikasi. Padahal selain di TPA Jatibarang, TPA Putri Cempo juga terdapat banyak sapi pemakan sampah.

"Nah itu agak sulit yah (membedakan sapi pemakan sampah), kalau (penjual) nggak jujur susah," tambahnya.




(rih/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads