Berasal dari sebuah desa di Kota Salatiga, Arfian Fuadi (37) sudah berprestasi di bidang teknologi bahkan hingga kancah internasional. Pria lulusan SMK ini bahkan tidak segan ikut urun mengembangkan sumber daya manusia (SDM) lewat pendidikan gratis.
Ditemui di markas Dtech Engineering, Tingkir, Salatiga, Arfian yang merupakan direktur teknologi sekaligus founder Dtech Engineering ini menceritakan soal pendidikan gratis yang mereka buka. Arfian ditemani direktur operasional, Fajar Budi Laksono yang bergantian menjelaskan.
Di bidang teknologi, nama Arfian sudah cukup dikenal dengan kesuksesannya membangun Dtech Engineering sejak 2009 hingga membuat berbagai inovasi. Pria lulusan SMKN 7 Semarang ini juga sempat menggeser para ahli dan unggul dalam kompetisi Global Challenge untuk membuat desain bracket jet yaang digelar perusahaan besar General Electric (GE) asal Amerika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dtech Engineering kemudian mendapat pesanan dari berbagai perusahaan luar negeri dan melebarkan jaringannya. Pada 2017 Dtech Engineering kembali juara dalam ajang yang sama dan kali ini membuat alat untuk menginspeksi bagian dalam mesin jet karena mesin jet memang selalu harus diinspeksi setiap 500 jam terbang dan untuk memeriksa bagian dalam.
Arfian ternyata tidak hanya ingin sukses sendiri, dia membangun program untuk meningkatkan kualitas SDM dengan edukasi gratis dan merangkul akademi teknik yang ada di Salatiga. Dtech Engineering menggunakan konsep Sustainable Education Project yang berkelanjutan. Para penerima beasiswa juga 'membayar' dengan inovasi.
"Angkatan pertama itu umur 21-22 sudah pada bisa berinovasi. Sustainable Education Project. Jadi mereka putar sendiri untuk mereka," ujar Arfian di markas Dtech Engineering, Sabtu (6/4/2024).
Program tersebut sudah sampai pada angkatan ketiga dengan jumlah mahasiswa lebih dari 100 orang yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Tahun ini program tersebut akan menerima angkatan keempat.
"Sekitar 100 orang, sudah tiga angkatan. Tahun ini buka angkatan keempat. Tahun ini lulusan pertama. Sudah dapat tempat semua. Ada yang sudah jadi General Manager," ujar Arfian.
"Syarat nggak ada, cuma biasanya kualifikasi uji dengan membuat esai. Setelah proses esai kemudian interview. Baru masuk. SPP, uang gedung, tidak ada sama sekali. Jadi dari tuition based education system menjadi innovation based education system," imbuh Fajar.
Kurikulum yang digunakan yaitu teaching factory yang ternyata berjalan dengan baik di sana. Para mahasiswa juga diajarkan teknik presentasi, marketing, dan branding. Kemudian yang pasti mereka langsung praktik untuk proyek sebenarnya.
"Kita kan vokasi, langsung praktik. Teori dua jam terus teaching factory di posisi masing-masing misal desainer atau operator. Tugas dosen dan pengurus civitas akademika merangkai bagaimana kegiatan ini dikaitkan dengan kurikulum dengan pengalaman kerja riil," tegas Fajar.
Ratusan kali Dtech Engineering menerima studi banding bahkan dari perusahaan besar. Dan mereka terbuka berbagi ilmu untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia.
Kini Dtech Engineering sudah memiliki sekitar 450 karyawan dan sejumlah workshop. Mereka juga menggandeng SMK-SMK di Salatiga dan sekitarnya untuk menambah pengalaman para siswa.
Bantuan mesin hingga tenaga ahli disalurkan ke SMK-SMK agar para siswa bisa PKL di sekolah masing-masing dan punya pengalaman kerja bahkan mendapat uang saku. Selain itu untuk sekolah swasta ada yang biaya sekolahnya ditanggung dari program Dtech Engineering.
Perusahaan teknologi ini tidak main-main dalam pengembangan SDM, mereka sudah bisa mengakuisisi kursi untuk kereta eksekutif yang selama bertahun-tahun selalu impor kini diproduksi anak negeri.
"Angkatan kedua bikin kursi kereta, sudah di Argobrormo Anggrek. Untuk eksekutif dan luxury. Taksaka juga, Dwipangga. Sudah jalan hampir setahun. Meningkatkan TKDN. Akuisisi produk impor agendanya," ujar Fajar.
Pembuatan kursi kereta ini menggandeng sejumlah SMK di Salatiga dan satu SMK serta satu politeknik di Madiun. Para siswa juga bisa belajar dengan program project based learning (PBL). Hasilnya ternyata para siswa SMK bisa memproduksi kursi kereta sesuai dengan standar industri.
"Dtech Engineering bekerjasama dengan SMK. Kita kerjasama dengan SMK sehingga para siswa dapat jam terbang," ujar Arfian.
Arfian berharap jika kualitas SDM dan inovasi dalam negeri meningkat, nilai impor bisa ditekan dan diganti produk dalam negeri. Salah satu dampaknya yaitu masalah pengangguran bisa tuntas.
Produksi kursi kereta menjadi contoh di mana yang tadinya impor kini dibuat sendiri dan sudah memperkerjakan sekitar 200-an orang.
"Kalau banyak pemuda mikir akuisisi kayak kursi kereta, nilai impor Rp 3.000 T yang nonmigas, kemudian dibikin pemuda Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa 20 kali lipat. Produk impor setengahnya aja Rp 1.500 T dibikin Indonesia pengangguran 8 juta itu hilang, dapat kerja semua," jelasnya.
Maka Arfian mulai bergerak ikut membantu lewat pendidikan karena menurut Arfian pendidikan menjadi akar dari berbagai masalah dan harus dipecahkan.
"Core problem Indonesia ternyata pendidikan. Makanya langsung intens pendidikan. Misal inovasi lemah ya pendidikan, korupsi ya pendidikan lagi. Semua masalah muara di pendidikan. Makanya intens di pendidikan," ujar ayah dua anak itu.
Para mahasiswa yang belajar di kampus yang dikelola Dtech Engineering menurut Arfian tidak selalu anak-anak berprestasi. Dia membuktikan siapapun bisa jika diberi kesempatan.
"Sebenarnya butuh kesempatan saja. Kita kasih ruang seluas-luasnya dan selebar-lebarnya untuk bertumbuh. Dtech Engineering dan kampus visinya sama. Kita intens pendidikan, kita terima mahasiswa lebih banyak. Tahun ini semoga bangun gedung sendiri juga, ada asrama juga, jadi bisa terima anak lebih banyak," jelas Arfian.
Arfian ternyata pernah menjadi penjaga bengkel. Simak di halaman selanjutnya.
Pernah Jadi Penjaga Bengkel
Sosok pantang menyerah dari Arfian Fuadi ini memang patut diacungi jempol. Dia tidak tiba-tiba mendunia, dia juga pernah berjuang sebagai penjaga bengkel, cetak foto, jual sparepart dalam satu tempat di kerabatnya di Demak bahkan penjaga malam di kantor pos di Salatiga hingga jualan susu.
Bersama adiknya dia membeli komputer kemudian dibantu kerabat. Kemudian memanfaatkan pengetahuannya soal desain teknik dia membuka order lewat situs crowd-sourcing.
Pesanan datang dari Jerman dan ternyata pemesan puas. Dtech Engineering makin berkembang dan juga makin moncer setelah unggul di ajang internasional.
Produk Dtech Engineering sudah banyak beredar di dalam dan luar negeri. Perusahaan ini bahkan sudah bisa memproduksi kunci utama sebuah permesinan dalam industri manufacturing yaitu mesin CNC atau Computers Numerical Control beserta software berbahasa Indonesia.
"CNC ini mesin pembuat mesin," ujarnya.
Tak hanya inovasi teknologi, SDM pun dia kembangkan, salah satunya Anggi Vandika (26) yang akan lulus tahun ini dari kampus yang dibentuk Dtech Engineering. Dia kini menjadi direktur utama sebuah perusahaan yang memproduksi sparepart motor sport.
"Jadi ada perusahaan XYZ segmen sparepart untuk Ninja, udah dibuat tapi belum ada investor. Terus investornya Dtech Egineering. Di bulan Oktober 2023 saya pindah XYZ jadi Direktur Utama," ujar Vandika atau Vendi.
Ilmu yang ia peroleh tidak hanya kerja lapangan, namun juga mengelola perusahaan dan membuat perusahaan. Produknya sudah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia bahkan ada pembeli dari luar negeri.
"Karyawan itu sekitar 60-an. Pembeli seluruh Indonesia. Bahkan ada dari luar misal Filipina, Malaysia. Ada reseller juga," tutup Vendi.
Simak Video "Menikmati Jus Segar di Tepi Kolam di Salatiga"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/aku)