Puluhan Warga Klaten Pasang Patok di Lokasi Proyek Tol Jogja-Solo

Puluhan Warga Klaten Pasang Patok di Lokasi Proyek Tol Jogja-Solo

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Jumat, 05 Jan 2024 16:54 WIB
Warga Dusun Slametan, Desa Gatak, Ngawen, Klaten pasang spanduk di jalan tol.
Warga Dusun Slametan, Desa Gatak, Ngawen, Klaten pasang spanduk di jalan tol. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Puluhan warga di Dusun Slametan, Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Klaten memasang patok dan spanduk di lokasi proyek tol Jogja-Solo. Warga menuntut uang ganti rugi (UGR) atas jalan di dusun yang diterjang proyek nasional tersebut.

Pantauan detikJateng, warga berkumpul pukul 13.00 WIB di selatan dusun. Membawa bambu, kayu dan alat tukang, warga memasang patok di lokasi proyek tol.

Warga kemudian memasang spanduk bertuliskan "Hargai Jerih Payah Kami". Setelah memasang spanduk dan menyatakan tuntutan, warga membubarkan diri dengan tertib dijaga aparat keamanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jalan kami 835 meter persegi yang ada di dukuh kami sampai saat belum ada uang ganti rugi dari pihak tol. Sementara, saya atas nama warga, semua warga sudah bertanda tangan mengirimkan surat ke pihak PT Adhi Karya, PT JMJ, PPK tapi hingga saat ini belum ada jawaban," kata Ketua RT 11 RW 4 Dusun Slametan, Desa Gatak, Winarno kepada wartawan di lokasi, Jumat (5/1/2024) siang.

Dijelaskan Winarno, tuntutan warga itu karena tanah yang saat ini terkena proyek tol dulunya tahun 1985 dibeli warga dari pemerintah. Pembelian tanah jalan itu bersamaan pensertifikatan tanah warga.

ADVERTISEMENT

"Dulu itu tanah OG, dibeli warga kami bersama pensertifikatan tanah warga. Untuk tanah warga kala itu biaya Rp 2.500 per meter persegi, ditambah untuk bayar jalan per meter persegi Rp 1.200," kata Winarno.

Saat ini karena terdampak tol, sambung Winarno, warga minta ganti rugi sebesar Rp 1,5 juta per meter persegi. Jumlah total tuntutan warga Rp 1.252.500.000.

"Jumlah total tuntutan warga kami Rp 1. 252.500.000, masih ditambah konstruksi yang kita buat dari batu, pasir, kerikil dan lainnya Rp 334 juta. Jadi tuntutan kami jalan plus konstruksi totalnya Rp 1.586.000.000," papar Winarno.

Warga Dusun Slametan, Desa Gatak, Ngawen, Klaten pasang spanduk di jalan tol.Warga Dusun Slametan, Desa Gatak, Ngawen, Klaten pasang spanduk di jalan tol. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Surat yang dilayangkan warga itu, kata Winarno, sudah dimintakan pengesahan dan tanda tangan Kades. Warga berharap ada tindak lanjut dari tol atas tuntutan warga tersebut.

"Warga mengharap reaksi atau tindak lanjut dari pihak tol atas tuntutan warga. Ini warga tidak menutup jalan tapi sekadar memasang spanduk, tapi sepanjang belum ada kejelasan belum boleh dikerjakan," pungkas Winarno.

Misran, warga lain mengatakan tanah itu dulu kas desa tetapi tahun 1983-1985 diajukan sertifikat. Untuk jalan pemerintah desa saat itu tidak mau melepaskan tanpa ganti rugi.

"Pemerintah desa saat itu tidak mau melepaskan tanpa ganti rugi jadi warga membayar untuk jalan. Biaya dibebankan per sertifikat," katanya kepada wartawan.

PPK Jalan Tol Jogja-Solo, Widodo Budi Kusumo saat dihubungi detikJateng berulang kali untuk dikonfirmasi belum diangkat. Sementara General Manager Lahan PT Jasamarga Jogja-Solo (JMJ), Muhammad Amin enggan memberikan penjelasan.

"Yang berwenang menjelaskan PPK," jawabannya singkat kepada detikJateng.

Diberitakan sebelumnya, warga Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Klaten meminta proyek Tol Jogja-Solo di desa mereka disetop. Warga menuntut berbagai infrastruktur termasuk jalan poros desa yang menyempit dikembalikan ukurannya.

"Seperti keputusan kita tempo hari, itu pekerjaan jalan tol, dari STA ke berapa saya tidak tahu, untuk dihentikan dahulu, tidak dilaksanakan dulu sebelum ada keputusan pasti," ungkap Ketua BPD Gatak, Hariyadi kepada wartawan usai mediasi di kantor desa yang dipimpin Camat Ngawen, Ana Fajriah Hidayati, Selasa (10/10/2023) siang.

Dijelaskan Hariyadi, mediasi belum berhasil menetapkan semua tuntutan warga. Dari empat poin aspirasi masyarakat Desa Gatak di sekitarnya, baru satu poin yang disetujui pihak pelaksana tol.

"Ada empat poin tuntutan yang disepakati baru satu, yaitu untuk saluran irigasi. Yang belum disepakati soal frontage, lebar jalan yang hanya tiga meter dan pengembalian jalan lingkar desa," jelas Hariyadi.

Menurut Hariyadi, tuntutan warga itu bukan mengada-ada karena hanya menuntut proyek dilakukan sesuai aturan. Untuk saluran irigasi yang akan disepakati selama ini ditutup.

Selain itu, sebut Sriyono, aspirasi warga tentang perlunya kompensasi bagi warga terdampak belum disampaikan. Yaitu warga yang tidak bisa menggarap sawahnya.




(cln/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads