Harga kedelai terus meroket sejak satu bulan terakhir. Hal ini turut memberikan dampak pada perajin tempe di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas.
Imam (45), salah satu perajin tempe menjelaskan harga kedelai sudah naik dari bulan lalu mencapai 20 persen. Para perajin di desa setempat menggunakan kedelai impor.
"Naiknya itu sudah sejak 1 bulanan ini. Dahulu awalnya sebelum naik harga Rp 10.600 per kilo. Sekarang Rp 12.550 per kilo kedelai dan ini adalah kedelai impor," kata Imam kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahalnya harga kedelai berdampak pada tingkat produksi. Imam menyebut gegara kondisi tersebut ia terpaksa menurunkan jumlah produksi karena daya beli juga turun.
"Saya biasa memproduksi hingga 70 kilo, tetapi saat ini mentok hanya 50 kilo per hari," terangnya.
Ia menjual bahan tempe mendoan dan tempe muntuk dengan harga Rp 600 per bungkus. Sedangkan untuk tempe mendoan bungkusan plastik dijual dengan harga Rp 12.000 per kilo.
Terpaksa Kecilkan Ukuran Tempa
Sementara itu, Cici, perajin tempe lainnya merasa dilema dengan kondisi ini. Sebab ia khawatir jika menaikkan harga para pelanggan akan kabur.
"Kalau harga tempe dinaikkan, banyak pelanggan yang komplain. Jadi saya memilih memperkecil ukuran tempenya," jelasnya.
Namun ia memperkecil ukuran tempenya secara bertahap. Hal ini untuk menghindari protes dari pembeli.
"Dikecilin pelan-pelan biar tidak terasa," ungkapnya.
Hal berbeda dilakukan oleh Agus. Ia masih mempertahankan harga dan ukuran sama seperti sebelum adanya kenaikan harga kedelai.
"Kalau saya masih tetap sama, meskipun keuntungannya tipis ga papa. Saya sambil survei ke pelanggan, mau harga tempenya dinaikkan atau ukurannya yang diperkecil," pungkasnya.
(apu/rih)