Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) mencatat ada tiga daerah yang belum bersedia menggunakan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD). Tiga daerah itu adalah Pemprov Jateng, Pemkot Solo atau Surakarta, dan Pemkab Mamberamo Raya di Papua.
Koordinator harian Staranas PK, Niken Ariati mengatakan dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia hanya tersisa tiga daerah yang belum terintegrasi dengan SIPD. Sedangkan SIPD salah satu manfaatnya yaitu mempermudah pengawasan belanja anggaran karena di Indonesia, setiap daerah punya aplikasi masing-masing yang jumlahnya sampai ribuan.
"Ini kepentingan nasional. Butuh data yang terkoneksi dengan pemerintah pusat. Kebijakan yang dikeluarkan berdasarkan data. Sambil untuk pemantauan dan pencegahan korupsi," kata Niken di kawasan Erlangga, Kota Semarang, Kamis (19/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tinggal tiga yang belum, Pemprov Jateng Pemkot Solo, dan Pemkab Mamberamo Raya," imbuhnya.
![]() |
Disebutnya, tiga pemda itu hingga kini belum terkoneksi dengan SIPD bukan berarti mereka tidak transparan. Alasan mereka yaitu karena sudah memiliki aplikasi sejenis. Namun Niken menegaskan, daerah lain pun memiliki aplikasi sejenis yang lebih canggih tapi tetap bersedia menggunakan SIPD.
"Alasannya SIPD itu aplikasi bagus tapi pemda punya yang lebih mudah dan dianggap lebih baik. Konteksnya bukan bagus-bagusan. Saya yakin pemda punya aplikasi," jelasnya.
Niken menegaskan koneksi ke SIPD sebenarnya tinggal kemauan dari pemda masing-masing. Dia mencontohkan, DKI Jakarta yang memiliki APBD besar dan aplikasi bagus bersedia menggunakan SIPD bahkan berkontribusi dalam pengembangan SIPD.
"Tinggal kemauan pemerintah daerah. Kalau punya aplikasi bagus, masa pemda lain nggak punya, tapi mau pakai SIPD. Di DKI Jakarta bahkan yang APBD lebih besar mau dan berkontribusi," tegasnya.
Jika pemda masih menggunakan aplikasi lokal, pemantauan atau pengawasan tidak efektif karena harus bersurat dulu. Niken pun memperlihatkan laman SIPD di mana data belanja anggaran dari tiga daerah itu masih kosong.
"Saya kan nggak punya akun dashboard untuk pantau di Jateng. Kalau pakai ini (SIPS) nggak usah tanya atau bersurat. Konteks penganggaran ya. Kalau semakin transparan kan makin bagus. Transparan mungkin sudah, tapi di pusat mau lihat akan sulit," ujarnya.
SIPD sudah diluncurkan tahun 2019 lewat Permendagri No. 70/2019. Pada tahun 2024 mendatang, SIPD akan diterapkan sebagai aplikasi umum sehingga pemda tidak mengucurkan dana lagi dari APBD untuk aplikasi sejenis.
"Ke depan akan diresmikan sebagai aplikasi umum berdasar PermenpanRB yang berwenang menetapkan sebagai aplikasi umum. Jadi tidak boleh ada aplikasi sejenis yang dibiayai APBD, itu gratis. Server ditanggung Kemenkominfo," tegasnya.
Nantinya jika pemerintah daerah tidak menggunakan SIPD maka akan kesulitan mendapatkan review dari Kemendagri. Dampaknya APBD tidak bisa disetujui.
"Ibarat pakai aplikasi ilegal, nggak ada review Kemendagri. Kalau APBD tidak bisa direview nggak bisa diketok," tegasnya.
Halaman selanjutnya, respons Pemprov Jateng
Sementara itu Pemprov Jawa Tengah menyatakan Government Resources Management System (GRMS) yang sudah berjalan berpeluang terintegrasi dengan SIPD. Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng, Sumarno mengatakan belum ditetapkannya SIPD karena sempat menemui kendala.
"Selama ini kita belum menerapkan SIPD, karena kita sudah punya GRMS yang lebih komprehensif. Kita tunggu SIPD lebih komprehensif, karena kemarin pada saat awal kita sudah coba, ternyata banyak hal jadi kendala," kata Sumarno dalam keterangan Pemprov Jateng yang diunggah di website resminya.
Dijelaskan GRMS terkoneksi dengan e-budgeting, e-project, planning, e-HSB, e-penatausahaan, e-delivery, e-controlling, e-monev, dan gph untuk memantau tata kelola keuangan pemerintahan.
"Harapan kami SIPD butuh data apa bisa nge-link dengan GRMS. Data yang ada kita inject ke sana. Jadi, proses yang ada di GRMS, data yang dibutuhkan terintegrasi SIPD. Jadi prosesnya tidak di SIPD tapi di GRMS," ujarnya.