Tingginya harga beras di pasaran membuat harga gabah di tingkat petani juga naik. Petani di Boyolali yang biasa menjual gabah dengan sistem tebas merasakan kenaikan harga ini.
"Iya, harga padi tebasan di sawah saat ini naik," kata Gunawan, petani warga Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jumat (8/9/2023).
Disebutkan dia, harga padi di sawah saat ini mencapai Rp 10 juta - Rp 12 juta untuk lahan seluas 2.500 meter persegi dengan kondisi panen baik. Harga tersebut meningkat signifikan dibandingkanmusim panen sebelumnya.
"Panen sebelumnya berkisar Rp 6 juta sampai Rp 7 juta," jelasnya.
Menurut dia, para petani di desanya kini lebih suka menjual hasil panen padi dengan sistem tebasan. Yaitu, padi dibeli di sawah dan belum dipanen. Penebas akan menaksir hamparan padi untuk menentukan harganya.
Kenaikan harga padi di sawah ini pun disambut baik para petani. Mereka mengaku senang karena pendapatannya naik.
Meskipun, selama ini para petani masih dipusingkan dengan biaya produksi yang cukup tinggi, terutama untuk pembelian pupuk. Pupuk subsidi terbatas sehingga harus beli pupuk non subsidi.
"Untuk sepetak sawah, petani hanya memperoleh pupuk subsidi maksimal 50 kg. Padahal kebutuhan pupuk bisa 100 kg sampai 150 kg untuk sekali masa tanam. Jadi harus membeli pupuk non subsidi," ucap Gunawan.
Petani lainnya, Ismadi, mengaku senang dengan kenaikan harga padi saat ini. Dia berharap harga tebasan padi di sawah bisa terus naik. Pasalnya, saat ini masih musim kemarau dan wilayah tadah hujan tidak panen. Yang panen hanya sawah irigasi teknis.
Tingginya harga panen itu diperkirakan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan, jika pemerintah tidak melakukan operasi pasar atau menggulirkan bantuan sosial beras. Apalagi, daerah sawah hujan belum bisa ditanami akibat dampak musim kemarau panjang.
(ahr/dil)