Peraturan mengenai harga baru untuk rumah bersubsidi akan diterbitkan oleh pemerintah bulan depan. Hanya saja belum bisa dipastikan besaran kenaikan harga rumah bersubsidi yang akan muncul di beleid tersebut.
Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, Haryo Bekti Martoyoedo menyebut proses penerbitan aturan baru itu masih berjalan.
"Proses ini sudah berjalan cukup lama jadi memang sudah mendekati ujung, di Kementerian Keuangan sudah tahap finalisasi, paraf-paraf di Eselon I. Diharapkan dari hasil pembicaraan dengan teman-teman di Kementerian Keuangan, bulan Juni akan keluar PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya," kata Haryo dilansir detikFinance pada Kamis (25/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain mengatur masalah batasan harga jual, dia menyebut PMK itu juga mengatur mengenai teknis pelaksanaan di lapangan.
Setelah terbitnya PMK tersebut, barulah Kementerian PUPR menerbitkan Keputusan Menteri mengenai batasan harga jual rumah bersubsidi.
"Juni memang diharapkan sudah bisa diundangkan dan kami di PUPR tengah menyiapkan konsep keputusan menteri, karena harga jual bebas PPN nanti dalam bentuk Kepmen terkait batasan harga jual," tuturnya.
Sayangnya, Haryo belum bisa menyebutkan besaran kenaikan harga yang timbul akibat peraturan itu. Meskipun, sempat beredar kabar bahwa kenaikan harga rumah bersubsidi mencapai 4,89%.
Sedangkan, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) sendiri berharap harga jual rumah bersubsidi bisa naik sekitar 6-7%. Salah satu alasannya, harga rumah bersubsidi tidak naik dalam tiga tahun terakhir.
"Kalau dihitung setelah tiga tahun nggak naik, sebenarnya kita menghitungnya 12% tapi itu kan nggak mungkin. Tapi kalau pemerintah, maunya kita ke pemerintah ya naiknya 6-7%. Itu sudah meringankan para pengembang," ungkap Ketua APERSI Junaidi Abdillah.
Hal tersebut menurutnya sudah mempertimbangkan semua aspek, termasuk daya beli masyarakat.
(ahr/ams)