Pemerintah dan asosiasi maskapai Indonesia National Air Carriers Association (INACA) tengah menggodok rencana perubahan tarif batas atas (TBA) angkutan udara. Rencananya bakal ada kenaikan harga tarif tiket pesawat.
Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja mengatakan saat ini prosesnya masih dalam tahap pembicaraan bersama Direktorat Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara. Pertemuan itu dilakukan pada Senin (13/2) lalu.
Denon mengatakan pada saat pandemi COVID-19 tahun lalu pemerintah menerapkan kebijakan penyesuaian alias kenaikan tarif pesawat melalui tuslah (biaya tambahan) bahan bakar alias fuel surcharge. Namun, kebijakan itu seharusnya hanya berlaku selama tiga bulan sehingga harus dilakukan penyesuaian kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau lihat di aturan pemerintah, tuslah berlaku 3 bulan. Setelah lewat harus ada pembicaraan lagi. Waktu itu, tuslah yang berlaku 3 bulan itu harus menjadi penyesuaian tarif. Waktu itu avtur naik," ujar Denon, saat ditemui di Soho Pancoran, Jakarta Timur, seperti dilansir detikFinance, Jumat (3/3/2023).
Dengan alasan itu, maka harus dilakukan penyesuaian tarif maupun penghapusan tuslah tersebut. Di sisi lain, Denon memproyeksikan penyesuaian ini akan menghasilkan kenaikan harga, apalagi bila melihat potensi penurunan suplai avtur di masa datang.
"Dengan penurunan area eksplorasinya fosil fuel karena banyak pengusaha yang mulai double concern dekarbonisasi ini. Suplainya maka akan menurun, mekanisme pasar kan kalau suplai menurun ya harganya jadi naik. Jadi saya pikir ini harus menjadi concern bagaimana kita menyikapinya ke depan," kata Denon.
"Artinya saya nggak tahu bakal turun atau naik, tapi kalau melihat mekanisme pasar dengan suplai berkurang biasanya harganya jadi naik," imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bayu Sutanto mengatakan, sudah sepatutnya penyesuaian TBA segera dilakukan, mengingat hal ini sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah.
"Ya karena memang policy-nya harus ada tarif batas atas ya penyesuaiannya harus secepat mungkin atau fleksibel penyesuaiannya," kata Bayu, saat ditemui terpisah.
Bayu menjelaskan komponen TBA sendiri terdiri atas harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar AS dan Eropa. Sehingga, menurutnya penyesuaian ini justru terbilang terlambat.
"Kalau kurs itu kan berubah ya harus disesuaikan dong. Nah ini yang telat. Tarif batas atas itu kan diatur di KMP Nomor 106 tahun 2019. 4 tahun yang lalu. Nggak pernah dievaluasi. Idealnya dievaluasi disebutnya sih setiap 3 bulan," ujarnya.
Selengkapnya di halaman berikut.
KMP yang dimaksud di sini adalah Keputusan Menteri Perhubungan (KMP) No KM 106 Tahun 2019 yang mengatur secara rinci penetapan batas tarif atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) penerbangan niaga berjadwal.
Menurutnya, harga tiket pesawat justru lebih bergantung terhadap musim keberangkatan. Tiket akan cenderung lebih murah pada saat hari kerja dibandingkan akhir pekan maupun puncak libur panjang.
Baca juga: Siap-siap Harga Tiket Pesawat Mau Naik! |
"Harga yang berkisar di pasar itu berkisar dari TBB (tarif batas bawah) sampai TBA. Itu situasional. Kalau peak season cenderung naik, kalau low season rendah. Weekend lebih tinggi. Kalau hari biasa lebih murah. Itu aja," kata Bayu.
"Ya ngikutin pasar. Kalau mau murah jangan pergi di Jumat atau Sabtu. Pergi hari Selasa pagi mungkin murah. Sama, keluar negeri pun, kita plot-plot hari dan tanggal," sambungnya.