AAKI Usulkan Strategi 3W untuk Hadapi Polemik Subsidi BBM

AAKI Usulkan Strategi 3W untuk Hadapi Polemik Subsidi BBM

Hanifah Widyas - detikJateng
Jumat, 02 Sep 2022 09:35 WIB
Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, akan melakukan uji coba pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan Solar, secara terbatas bagi pengguna yang sudah terdaftar pada sistem MyPertamina, mulai 1 Juli mendatang. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Jakarta -

Komunitas yang tergabung dalam Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) mengusulkan tiga langkah kepada pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal di APBN. Diketahui dana subsidi dan kompensasi energi APBN 2022 melonjak tiga kali lipat hingga Rp 502 triliun dan diprediksi menembus Rp 698 triliun sampai akhir tahun.

Tiga langkah tersebut diberi nama Skenario 3W, yakni wajib menyesuaikan harga BBM bersubsidi, wajib menyediakan bantalan pengaman sosial bagi masyarakat, dan wajib melakukan reformasi energi.

"Ini merupakan hasil kajian cepat AAKI untuk mempelajari urgensi dan dampak kebijakan penyesuaian subsidi BBM terhadap berbagai aspek," ungkap AAKI dalam keterangan tertulis, Jumat (2/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AAKI menilai pemerintah wajib menyesuaikan subsidi dan kompensasi BBM dengan tujuan memenuhi prinsip-prinsip keadilan, persamaan kesempatan, dan inovasi. Dalam hal ini, prinsip keadilan yang dimaksud adalah pengalihan subsidi dan kompensasi BBM ke sektor lain yang lebih produktif serta berpihak ke rakyat yang membutuhkan, seperti di ranah kesehatan dan pendidikan.

Langkah tersebut dinilai tepat untuk mengoreksi penyaluran subsidi melalui harga BBM yang kurang tepat sasaran. Penguatan alokasi APBN ke sektor produktif dianggap lebih adil dan memberi kesamaan akses bagi masyarakat untuk menaiki tangga status sosial ekonomi.

ADVERTISEMENT

Selain itu, penyesuaian subsidi juga wajib diikuti oleh dorongan pemerintah terhadap inovasi energi, terutama dalam peningkatan efisiensi energi dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

Diketahui selama ini EBM mengalami banyak tantangan dari peraturan, persaingan harga, serta potensi adanya pemain lama di industri minyak dan gas. Dengan naiknya harga energi fosil, EBM memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.

Kebijakan penyesuaian subsidi BBM berpotensi meningkatkan inflasi berupa kenaikan harga barang dan jasa yang bisa dirasakan oleh masyarakat, khususnya kelompok ekonomi lemah dan rentan. Kini, pengendalian inflasi tidak hanya tugas pemerintah pusat, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Hal ini dibuktikan melalui pembentukan Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sejak tahun 2005 yang fungsi koordinasinya difasilitasi oleh Pokjanas TPI.

Oleh sebab itu, pemerintah daerah dinilai harus mengantisipasi dampak inflasi yang mulai muncul akibat subsidi BBM dicabut dan melambungnya harga jual. Sementara itu, pemerintah pusat diminta menyediakan bantuan sosial sebagai bantalan untuk mempertahankan daya beli masyarakat.

Sedangkan pelaku usaha mikro dan kecil wajib diberikan kompensasi dan insentif untuk mempertahankan produktivitas UKM yang merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia.

Pemerintah dianggap perlu melakukan reformasi industri energi secara menyeluruh melalui momentum kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Untuk merealisasikan ekonomi berkeadilan, reformasi dimulai dengan pengadaan dan peningkatan kualitas data pendukung pembenahan tata kelola .

Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan data Registrasi Sosial Ekonomi nantinya perlu diperbarui secara cepat dan akurat. Hal ini dilakukan untuk mendapat data lengkap perihal masyarakat miskin, masyarakat yang jatuh di bawah garis kemiskinan (miskin baru), serta miskin ekstrem. Data tersebut sangat mendesak sebab berkaitan dengan akurasi jangkauan kebijakan afirmasi terhadap kelompok target.

Ketiga penduduk berdasarkan data tersebut harus dibebaskan dari nuansa politis yang selama ini membuatnya kehilangan akurasi. Adapun salah satu faktor yang menyebabkan bantuan sosial tidak sampai kepada target yang tepat adalah data target yang tidak dirancang khusus untuk kebijakan afirmasi.

Maka dari itu, pemerintah dinilai perlu melakukan desentralisasi manajemen data, termasuk pentahapan dan mekanisme pembaharuan data yang dapat dilakukan secara simultan. Dengan demikian, program bantuan sosial pemerintah dapat memiliki daya ungkit dan dampak yang besar.

Saat ini, desain APBN dianggap sudah berpihak kepada masyarakat miskin. Namun, diperlukan political will dan keberanian untuk mereformasi APBN guna meningkatkan efisiensi serta efektivitas subsidi negara. Hal tersebut diperlukan guna mendukung kebijakan yang membela masyarakat miskin, di antaranya fokus menciptakan lapangan kerja dan memberi proteksi kepada lingkungan.

Konversi subsidi menjadi peningkatan pelayanan publik, bantalan sosial, fasilitas kesehatan, dana pendidikan, dan sebagainya dinilai penting dan mendesak untuk menghentikan pembengkakan subsidi BBM.

Selain itu, reformasi di perusahaan-perusahaan energi milik BUMN dinilai wajib dilakukan oleh pemerintah, termasuk transparansi detail perhitungan kompensasi yang diajukan. Empati dan solidaritas pengurus perusahaan BUMN kepada masyarakat juga dibutuhkan, dalam hal ini adalah gaya hidup dan fasilitas yang sederhana. Landasan utama transisi ketahanan energi Indonesia dalam 10-15 tahun ke depan dapat tercipta melalui institusi yang kuat di BUMN energi.

Menurut AAKI, Indonesia berada di jalan yang benar jika Strategi 3W ini dijalankan oleh pemerintah. AAKI menganggap strategi tersebut bisa menjadi landasan Indonesia sejahtera di masa sekarang dan masa depan.




(ega/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads