Kecewa Mbah Warsiah Tak Dapat Bagi Hasil Hutan Pekalongan gegara Data Ketlisut

Robby Bernardi - detikJateng
Rabu, 03 Des 2025 20:34 WIB
Warsiah (62) warga Kedungkebo, Kecamatan Karangdadap, Kabupaten Pekalongan, Rabu petang (03/12/2025). Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Pekalongan -

Warsiah (62) warga Desa Kedungkebo, Pekalongan bingung karena tak mendapat dana bagi hasil hutan atas pohon yang ia tanam bertahun-taun lalu. Pihak Perhutani menduga data Warsiah ketlisut dan akan melakukan pengecekan.

Pembagian hasil hutan itu dilakukan di Balai Desa Kedungkebo hari ini. Warsiah datang dan ikut antre karena diundang pihak Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Namun, ia harus pulang dengan kecewa. Sebab, meski pembagian sudah selesai, namanya tak juga disebut.

Warsiah mengaku menanam pohon sengon tujuh hingga delapan tahun lalu di dua petak lahan milik Perhutani. Dia adalah satu dari 64 warga yang memanfaatkan 9,9 hektar lahan hutan.

Pohon yang ia tanam kini sudah ditebang. Dia hanya bisa bingung karena tak tercatat sebagai penerima.

"Saya ke sini karena diundang. Tapi sejak tadi saya gak dipanggil sampai acara selesai," katanya, di Balai Desa Kedungkebo, Rabu (3/12/2025).

"Saya tanam tujuh apa delapan tahun lalu di dua petak. Sudah dicatat LMDH, makanya saya diundang ke sini, tapi saya kok ga menerima uang," tambahnya.

Pihak LMDH setempat, Sukardi, juga tak mengetahui mengapa Warsiah tak mendapat dana bagi hasil. Padahal, namanya sudah diserahkan jauh-jauh hari.

"Sudah dicatat, sudah saya serahkan ke mandornya," katanya.

Warga Ngeluh

Warga juga mengeluhkan dana bagi hasil yang tak sesuai dengan sosialisasi. Warga merasa rugi karena perhitungannya meleset dari perkiraan semula.

Marbu (70) salah satu petani dengan 135 pohon di lahan seperempat hektare. Berdasarkan perhitungan kubikasi, ia seharusnya mendapat sekitar Rp19,5 juta, namun hanya menerima Rp13 juta.

"Harusnya dapat Rp 19 juta. Saya hanya terima 13. Rugi, rugi berat," ujarnya.

Marbu mengatakan telah menyetor data tanaman sejak awal penanaman tahun 2017. Ia menyebut kesepakatan awal harga adalah Rp 525-550 ribu per kubik, namun nilai akhir yang diterima jauh di bawah perjanjian.

Hasil tebang sengon di kawasan hutan diakuinya memang tidak bisa dijual sembarangan.

"Kalau ditanah sendiri, ya bisa Rp 50 juta lebih," ungkapnya.

Penjelasan KRPH Jolotigo

Soal nama Warsiah, Kepala Resor Pemangkuan Hutan (KRPH) Jolotigo, Rame, mengungkap di catatanya tidak ada nama Warsiah. Namun, dia akan kembali melakukan pengecekan.

"Akan kita telusuri catatanya. Mungkin ketlisut datanya. Kita akan pastikan Ibu Warsiah mendapatkan haknya,"kata Rame.

Terkait keluhan warga, Rame, menjelaskan bahwa perhutani dan LMDH Kedungkebo, mengelola lahan 9,9 hektar dengan melibatkan 64 warga desa setempat. Untuk pemanfaatannya ditanam pohon sengon.

Diakuinya, kesepakatan awal harga Rp 550 ribu per kubik merupakan harga pukul rata dari kayu kualitas super hingga reject.

"Dari Rp 550 ribu per kubik itu, petani dapat 60 persen, desa 5 persen, LMDH 5 persen dan Perhutani 30 persen. Jadi dari harga 550, itu berarti keluar ke petani itu 330 dari 60 persennya, per kilo/kubik-nya," jelas Rame pada detikJateng.

Rame mengatakan pembagian hasil dilakukan berdasarkan kubikasi dan jumlah pohon, bukan usia pohon. Tanaman warga rata-rata berusia 7 tahun, sehingga ukuran tiap pohon berbeda bergantung pada kerapatan dan pertumbuhan.

Rame menambahkan bahwa warga tidak diperbolehkan menjual pohon secara mandiri karena terikat Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara LMDH dan Perhutani.



Simak Video "Video: Momen Penggerebekan Markas Bandar Narkoba di Pekalongan"

(afn/alg)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork