Sudarmaji atau Mbah Darmaji telah tinggal puluhan tahun di Gua Anggas Wesi. Gua ini berada di hutan pedalaman wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jombang di wilayah Pegunungan Anjasmoro.
Wilayah tersebut secara administratif masuk di petak 37F, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sumberjo, Kecamatan Wonosalam, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung, KPH Jombang.
Meski demikian, Mbah Darmaji enggan membeberkan alasa dan sejak kapan tinggal di gua yang jauh dari pemukiman penduduk. Ia hanya mengaku bahwa dirinya bukan penduduk setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya aslinya Boyolali (Jawa Tengah)," ujar Sudarmaji singkat saat ditemui di Gua Anggas Wesi kepada detikJatim.
Gua Anggas Wesi ini ternyata juga kerap dikunjungi sebagai wisata religi. Sebab pada waktu-waktu tertentu banyak orang yang datang ke gua untuk melakukan ritual.
Karena Sudarmaji dan penghuni lainnya menutup diri, detikJatim menggali informasi tentang mereka dari penduduk terdekat. Salah satunya pasangan suami istri yakni Sakri (76) dan Poniyem (50), penghuni Hutan Watuseno di wilayah BKPH Jabung.
Rumah pasutri ini di hutan yang jaraknya sekitar 15 menit dari Dusun Jabung, Desa Lebak Jabung, Jatirejo, Mojokerto. Dari rumah Sakri, butuh waktu sekitar 35 menit untuk sampai ke Gua Anggas Wesi dengan mengendarai sepeda motor.
Sakri menyebut sebenarnya Mbah Darmaji sebenarnya tak sendiri tinggal di gua tersebut, namun ada juga 6orang lainnya. Mereka terdiri dari 3 laki-laki dan 3 perempuan.
"Satu pasangan suami istri dan satu anak laki-laki, sedangkan 2 wanita dan 1 pria tidak jelas statusnya. Tinggal di situ sekitar satu tahun. Menurut saya mereka pelarian," ungkap Sakri.
Sakri menambahkan Gua Anggas Wesi, dulunya banyak dikunjungi orang untuk melakukan ritual. Namun, gua alami di pedalaman hutan jati tersebut kini kian sepi wisatawan.
Ia mengaku terakhir kali mengantarkan tamu sekitar 2 tahun lalu. Belakangan ini, tamu sangat jarang berkunjung. Kalau pun ada, mereka memilih langsung ke gua mengendarai sepeda motor sendiri.
Tempat tinggal manusia gua di pedalaman hutan Jombang Foto: Enggran Eko Budianto |
"Oleh mandor, mantri Perhutani (Mbah Darmaji) sudah dilarang di situ, karena lokasinya (gua) kotor dan bau, sehingga tamu (peritual) menjadi berkurang," imbuh Sakri.
Sementara Poniyem, istri Sukri mengamini Mbah Darmaji memang sosok yang enggan terbuka dengan siapa pun, termasuk dirinya dan suami yang terhitung tetangga paling dekatnya.
Untuk makan sehari-hari, Mbah Darmaji biasanya mengandalkan dari pemberian pengunjung gua atau peritual. Bahkan terkadang ada pengunjung membawakannya logistik dan makanan lengkap.
Jika tamu tak memberi, lanjut Poniyem, biasanya Mbah Darmaji akan menggerutu. Poniyem juga menyebut Mbah Darmaji kadang juga keluar dari hutan dengan mengendarai motor belanja kebutuhan pokok ke desa terdekat.
"Untuk makan, (Mbah Darmaji) mengandalkan pemberian tamu. Kalau ada tamu tidak bawa apa-apa, gerundel (menggerutu). Orang itu (Mbah darmaji) rumit, ditanya tidak mau menjawab, menjengkelkan orangnya," tutur Poniyem.
Sementara itu, Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jabung Tarmidi menuturkan, Mbah Darmaji tercatat menghuni Gua Anggas Wesi sejak sekitar tahun 1983 atau 42 tahun silam. Ia membenarkan Sudarmaji memang berasal dari Boyolali.
Tarmidi juga membenarkan gua tersebut tampak kumuh karena dihuni Mbah Darmaji. Ini karena Mbah Darmaji juga memelihara ayam yang kadang dikonsumsi sendiri. Akibatnya, keberadaan Gua Anggas Wesi jadi kumuh, sehingga para peziarah enggan datang.
"Saya melihat gua itu kumuh karena ada ternak ayamnya juga. Awal 2025, saya bersama Danramil Trowulan dan mantri Perhutani nego dengan Pak Darmaji agar pindah ke gubuk di luar gua. Sekitar 50-100 meter dari gua, kami buatkan gubuk tanpa memungut apapun dari Pak Darmaji, supaya tidak mengganggu para peziarah. Namun, Pak Darmaji tidak mau pindah," terang Tarmidi.
Sedangkan enam orang yang tinggal di gubuk sebelah kanan Gua Anggas Wesi, Tarmidi menyebut merupakan satu keluarga asal Jogoroto. Kepala keluarga ini bernama Joko Mulyono.
Menurutnya, mereka tinggal di tempat tersebut sejak sekitar 2 bulan lalu untuk menjalani ritual. Saat ini, pihaknya juga tengah menempuh upaya persuasif untuk memulangkan mereka.
"Kami sudah pasang komitmen dengan yang bersangkutan lewat mantri dan mandor. Apabila satu bulan ini belum pindah, kami buatkan surat pernyataan meninggalkan tempat, kami tembuskan ke alamat sesuai KTP yang bersangkutan," tandas Tarmidi.
(dpe/abq)













































