Aliansi buruh di Kota Semarang menggelar aksi di depan Balai Kota Semarang. Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) 19 persen dan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) 7 persen.
Pantauan detikJateng di Jalan Pahlawan, Kelurahan Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) menggelar aksi dengan mengenakan seragam serikatnya masing-masing.
Mereka mengibarkan bendera sejumlah serikat buruh dan membentangkan poster bertuiskan tuntutan mereka yang berbunyi 'Laksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XX/ 2023, tolak RPP tentang Pengupahan yang memiskinkan buruh, tetapkan UMK Kota Semarang Sebesar 19 persen atau Rp 4,1 juta, tetapkan UMSK Kota Semarang minimal 7 persen'.
"Kita mintanya kenaikan 26 persen, karena UMK kita inginnya naik 19 persen, kemudian UMSK naiknya 7 persen di atas UMK," kata salah satu koordinator ABJat, Sumartono di Balai Kota Semarang, Senin (24/11/2025).
Ia menyebut, UMSK harus naik lebih tinggi dari UMK. Nantinya, UMSK harus diklasifikasikan dalam tiga sektor yakni yang berisiko menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi.
"Yang kita minta secara konsep itu untuk UMSK terendah ditambah 2 persen, yang menengah 4 persen, yang tinggi 6 persen. Katakanlah tadinya 19 persen ditambah 2 persen, 19 persen, ditambah 4 persen," terangnya.
Perwakilan buruh pun sudah ada yang berhasil audiensi dengan Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti. Menurutnya, jawaban wali kota masih diplomatis dan harus terus dikawal hingga UMK ditetapkan.
"Bu Wali Kota masih diplomatis. Beliau hanya menyampaikan ini nanti akan dikaji oleh kota. Beliau menyampaikan tetap akan ada UMSK di Kota Semarang. Kalau ada yo seharusnya ada, karena memang UMSK sudah berlaku di Kota Semarang tahun 2025," ujarnya.
"Keinginan kita UMSK yang sudah ada tidak boleh terkurangi satu pun, ditambah perusahaan yang bergerak di bidang lainnya itu ditambah di dalam UMSK yang sudah ada," lanjutnya.
Ia pun menyoroti Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan yang rencananya bakal dipakai pemerintah pusat. RPP dinilai tak bisa dijadikan acuan penetapan upah karena dinilai mendegradasi UMSK.
"Itu sangat-sangat mendegradasi UMSK. Karena UMSK kalau secara RPP, berbicara bahwa nilai untuk indeks maksimal satu. Berarti minimalnya bisa 0,1. Ini yang berbahaya," ujarnya.
Ia menyebut RPP, tidak relevan jika dipakai di Jawa Tengah karena UMK dan UNSK seharusnya mempertimbangkan KHL. Sementara Jawa Tengah hanya memenuhi 62 persen KHL.
"Ketika mau 100 persen KHL, harus naik 28 persen. Kalau pakai inflasi plus, formulasinya pertumbuhan ekonomi kali indeks itu ketemunya tadi sudah dihitung, (kenaikannya) 10 persenan. Itu bahkan nggak sampai kalau indeks alpha 0,2-0,7. Kalau indeksnya 1 itu baru 10 persen," tuturnya.
Ia menyebut kenaikan ini harus dipenuhi demi mengurangi disparitas gaji dengan ibu kota provinsi yang lain. Sehingga menurutnya upah harus sesuai 100 persen KHL, plus inflasi, plus pertumbuhan ekonomi, kali indeks.
"Indeks alpha 0,2-0,7 itu nggak mau kita. Apaan itu 0,2-0,7? Nggak relevan sama sekali. Dengan formula yang sekarang kita baru akan naik menjadi Rp 3,7 juta," ujarnya.
"Padahal kita katakanlah KHL-nya Rp 5 juta, kapan mau mau 100 persen KHL? Wong KHL-nya Rp 5 juta, kok kita naik cuma Rp 200 ribu," lanjutnya.
Ia juga mengatakan, upah yang diterima buruh selama ini belum cukup untuk satu orang yang belum berkeluarga, apalagi untuk yang sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan anak.
"Itu belum cukup. Harusnya yang ditetapkan untuk single, 100 persen KHL. Dan kita masih kurang Rp 400 ribu. Apalagi berbicara tentang kebutuhan keluarga, bagaimana nasib istrinya, anaknya, belum lagi pendidikan anaknya," katanya.
"Itu sama sekali nggak terpikirkan dalam KHL yang dibuat oleh pemerintah. Padahal putusan MK harusnya upah layak itu untuk pekerja dan keluarganya. Kita itu baru mengejar untuk single saja, itu saja masih jauh apalagi berbicara tentang keluarga," ucapnya.
Dia mengungkap, jika selama ini penghasilan yang didapatkan cukup pas-pasan. Bahkan harus utang untuk mencukupi kebutuhan dulu.
"Selama ini yang diterima itu digunakan secara berkeluarga ya kepepet aja, karena memang itu sumber satu-satunya penghasilan. Akhirnya tutup lubang, gali lubang, demi mencukupi kebutuhan," ucapnya.
Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"
(aku/apl)