Putra tertua Kanjeng Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi, melakukan salat Jumat di Masjid Agung Solo. Nampak, dia didampingi Kerabat Keraton Solo KPH Eddy Wirabhumi.
Ada yang menyebut raja penerus harus salat Jumat di Masjid Agung Solo. Diketahui, KGPH Hangabehi dinobatkan sebagai PB XIV oleh Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Solo.
KGPH Hangabehi mengatakan tujuannya salat Jumat di Masjid Agung Solo bukan karena itu, tapi demi memenuhi kewajibannya sebagai muslim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya kemarin ngendiko (bilang) 7 kali Jemuah. Tapi di sini konteksnya bukan 7 Jumatnya atau 40, tapi memang kewajiban kita yang harus salat Jumat di masjid. Tidak harus di sini, di mana saja. Kebetulan saja, di Keraton ada masjid yang terdekat, juga kagungan (kepunyaan) dalem sendiri, kenapa tidak kita gunakan," kata KGPH Hangabehi kepada awak media, Jumat (14/11/2025).
Putra tertua Kanjeng Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi, saat di Masjid Agung Solo, Jumat (14/11/2025). Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng |
Dia mengaku sering salat Jumat di Masjid Agung Solo, namun tidak pernah di shaf terdepan sehingga tidak kelihatan.
"Iya (sering salat di sini). Tapi saya dipojok, tidak ketok (terlihat), tidak pernah maju," ucapnya.
Bahas Manuskrip hingga Museum dengan Takmir
Usai salat Jumat, KGPH Hangabehi berbincang dengan Ketua Takmir Masjid Agung Solo Muhammad Muhtarom.
"Tadi hanya bincang-bincang, untuk kelangsungan manuskrip yang ada di masjid, yang mungkin butuh konservasi lagi. Mungkin ke depannya bisa menggunakan tempat yang lebih besar lagi. Kalau saya lihat di etalase terlalu mepet-mepet, sementara manuskrip perlu penataan lagi, mudah-mudahan bisa kita upayakan lagi," ucapnya.
Dalam perbincangan itu, KGPH Hangabehi juga sempat membahas terkait museum di Keraton Solo. Ia ingin museum itu bisa segera direvitalisasi.
"Kebetulan kemarin (museum) jadi konsen saya untuk konservasi melalui Kementerian Kebudayaan. Setelah revitalisasi Panggung Songgo Buwono, berlanjut ke museum karena museum sudah lama sekali tidak ada sentuhan treatment lain. Etalase yang lama sudah banyak termakan rayap, dari kita mengusulkan ke kementerian dan ditindaklanjuti walaupun bertahap. Karena memang benda yang jadi koleksi tidak ada duplikasi sama sekali, utuh apa adanya," jelasnya.
Dijelaskan, banyak koleksi dari museum yang mulai termakan usia, sehingga membutuhkan penanganan khusus agar tetap utuh.
"Tergantung jenis item-nya. Kalau untuk arca pastinya karena penggaraman karena walaupun di treatment terus menerus, penggaraman karena situasi kondisi ruangan. Lembab mempengaruhi, terlalu panas juga mempengaruhi. Jadi agak susah, tinggal nanti penataan ulangnya nanti ada lebih treatment lagi untuk selalu menjaga," terangnya.
Dia meyakini koleksi museum masih bisa diselamatkan.
"Bisa, mungkin ada sedikit dicat. Tapi itu dicat zaman dahulu, bukan dari kita. Waktu temuan sudah hadir dalam temuan ada catnya. Itu mungkin agak sulit dibersihkan karena jadi satu pori-pori dengan diarca," pungkasnya.
(afn/dil)












































