Operasi antinarkoba besar-besaran yang dilancarkan polisi Brasil di dua favela utara Rio de Janeiro, Kompleks Penha dan Alemao, berujung pada tragedi berdarah. Sebanyak 60 tersangka anggota geng narkoba dilaporkan tewas, bersama empat petugas polisi dalam operasi yang melibatkan 2.500 personel itu.
Dilansir detikNews dari AFP, warga favela membariskan lebih dari 40 jenazah di sebuah plaza lingkungan mereka sebagai bentuk protes dan duka atas kekerasan yang terjadi. Jenazah-jenazah tersebut dibaringkan di dekat jalan utama Kompleks Penha, meski belum ada konfirmasi resmi apakah mereka termasuk 60 tersangka geng narkoba yang tewas.
Operasi ini menargetkan Comando Vermelho, kelompok kriminal utama yang menguasai wilayah padat penduduk tersebut. Polisi didukung kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone, sementara geng kriminal dilaporkan menggunakan drone untuk menjatuhkan bom ke arah petugas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beginilah cara polisi Rio diperlakukan oleh penjahat: bom dijatuhkan oleh drone. Inilah skala tantangan yang kami hadapi. Ini bukan kejahatan biasa, melainkan narkoterorisme," kata Claudio Castro, gubernur negara bagian Rio lewat media sosial X.
Penduduk lokal mengaku terkejut dan ketakutan oleh intensitas tembakan dan penggunaan bom udara oleh geng yang terjadi hari Selasa (28/10) waktu setempat. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan investigasi cepat atas insiden tersebut.
"Ini pertama kalinya kami melihat drone (dari penjahat) menjatuhkan bom di masyarakat," kata seorang warga Penha, yang berbicara tanpa menyebut nama.
"Semua orang ketakutan karena begitu banyak tembakan," tambahnya.
Sementara itu, Komisi HAM Majelis Legislatif Negara Bagian Rio menuntut penjelasan resmi atas operasi yang dinilai telah mengubah favela menjadi medan perang. Tahun lalu, sekitar 700 orang tewas dalam operasi polisi di Rio, mencerminkan kekerasan yang terus membayangi kota tersebut.
"Penjelasan tentang keadaan tindakan tersebut, yang sekali lagi telah mengubah favela-favela Rio menjadi medan perang dan barbarisme," ujar Dani Monteiro, seorang anggota kongres yang memimpin komisi tersebut.
(aap/afn)











































