Alumni SMAN 11 Semarang kecewa tak diperbolehkan bergabung dalam aksi demo para siswa terkait kasus pelecehan seksual berbasis digital yang dilakukan alumnus bernama Chiko Raditya Agung Putra. Aksi demo para siswa itu berlangsung di dalam sekolah.
Menurut alumni, korban edit foto cabul pakai Artificial Intelligence (AI) itu kebanyakan dari pihak alumni. Pantauan detikJateng, alumni itu hanya berdiri di depan gerbang SMAN 11 Semarang sejak pagi.
Beberapa alumni meminta satpam untuk masuk, tetapi tak diperbolehkan.
"Nggak boleh (masuk)," kata satpam di SMAN 11 Semarang, Jumat (24/10/2025).
Para alumni dan awak media pun akhirnya hanya bisa menunggu dari luar gerbang. Tampak para siswa demo membawa banyak poster tuntutan. Juga terlihat ada mobil pegawai Disdikbud Jateng.
"Ini bisa dilihat gerbangnya tetap ditutup. Artinya tidak ada niat diri pihak sekolah untuk membuka kasus itu, kemarin bilang bilang katanya kalau mau masuk harus ada surat," kata salah satu perwakilan alumni, Naila (19) kepada detikJateng di SMAN 11 Semarang.
"Berarti yang kemarin untuk klarifikasi Chiko di ruang kepala sekolah itu hanya untuk membersihkan nama Kepala Sekolah sendiri. Kami belum puas," lanjutnya.
Ia mengatakan, para alumni hanya ingin mengetahui kelanjutan kasus yang menimbulkan puluhan korban itu. Namun mereka justru dilarang masuk.
"Tapi kebetulan kami di sini malah nggak boleh masuk, padahal korban sendiri banyak dari alumni. (Korban) Siswa yang angkatan 26 sedikit doang. Malah yang banyak angkatan 25 dan siswa sekolah luar. Tapi di sini kita nggak boleh masuk. Karena dipikir ingin tambah memprovokasi," ungkapnya.
Hal itu lantas membuat geram para alumni. Mereka menganggap sekolah menutup-nutupi kasus tersebut dan tidak memberi bantuan bagi para korban.
"Kalau dari kita kita juga bingung nuntut sekolah gimana karena kita di sini posisinya sebagai alumni. Kita sekarang minta tolong sama BEM FH Undip dan kasus ini juga sudah masuk polisi," ungkapnya.
"Jelas kita merasa tercoreng, apalagi Chiko angkatan saya. Teman-temannya juga menganggap Chiko sebagai anak yang baik, bisa dipercaya, segala macam. Ini banyak teman kelasnya Chiko," lanjutnya.
Ia menyebut, para alumni merasa resah karena Chiko masih berkeliaran dan belum diamankan pihak berwenang. Mereka hanya berharap Chiko bisa mendapat sankai tegas.
"Harapannya pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal yang bisa bikin dia jera. Dia juga harus minta maaf ke seluruh korban. Karena banyak banget korban yang belum dapat keadilan," harapnya.
"Terus ingin sekolah lebih mengayomi, bukan masalah kita udah nggak sekolah di sini, tapi kita dapat perlakuan ini juga saat masih sekolah di sini," lanjutnya.
Salah satu korban yang turut hadir, H (18) juga mengaku sangat kecewa dengan langkah yang diambil pihak sekolah. Menurutnya, sekolah seharusnya melindungi dan memfasilitasi para korban.
"Kalau ditanya puas nggak, pasti nggak sama sekali, karena perjanjian awal pelaku akan klarifikasi di lapangan di lapangan sekolah dan bisa disaksikan oleh semua warga sekolah dan para korban. Tapi pada nyatanya dia malah klarifikasi secara tertutup," ujarnya.
"Nggak make sense banget. Dia seenaknya baca klarifikasi, di-upload, dan kita harus menerima kenyataan kayak gini. Kan nggak adil. Dari sekolah juga rasanya menutup-nutupi dan rasanya kayak menyulitkan kita untuk menyelesaikan masalah ini," lanjutnya.
Ia mengaku sukit berkomunikasi dengan pihak sekolah sehingga akhirnya memilih untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Ia juga mengaku belum pernah berkomunikasi dengan dinas terkait.
"(Komunikasi dengan sekolah?) Sulit, kayak apa diulur-ulur. Jadi kita kayak malah nambah marah juga, malah nambah lama. Akhirnya ya udahlah lepas aja kita serahin ke tim hukum," ujarnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(dil/ahr)