Alumni SMA Negeri 11 Semarang bernama Chiko memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) untuk perbuatan cabul. Dia memanipulasi foto dan video adik kelas perempuannya bahkan guru.
Aksi itu pun bikin geger hingga akhirnya siswa SMAN 11 Semarang unjuk rasa. Kemudian pihak kampus tempat Chiko berkuliah sudah bersiap menjatuhkan sanksi.
Aksi Chiko Terbongkar di Medsos
Diawali dari cuitan di X yang mengungkap Chiko menyimpan foto dan video hasil deep fake AI yang tidak senonoh. Kemudian akun instagram @dinaskegelapan_kotasemarang ikut menyoroti kasus tersebut.
"Dari hasil penelusuran, lebih dari 300 postingan bermuatan tidak senonoh telah diunggah di platform Twitter (X), sementara di Google Drive pelaku tersimpan lebih dari 1.100 video hasil manipulasi wajah menggunakan teknologi Al," tulis akun @dinaskegelapan_kotasemarang.
"Hingga kini, sedikitnya 5 siswi dan 1 guru dari SMAN 11 Semarang telah teridentifikasi menjadi korban. Aksi bejat ini baru terungkap pada awal Oktober 2025, meski akun pelaku telah aktif sejak tahun 2023," lanjutnya.
Muncul Video Chiko Minta Maaf
Setelah ramai di media sosial, tidak lama kemudian muncul video Chiko meminta maaf. Dia merekam klarifikasi di hadapan pihak sekolah.
"Saya ingin meminta permohonan maaf atas perbuatan saya, yang di mana saya telah mengedit, meng-upload foto maupun video teman-teman tanpa izin pada akun Twitter saya," kata Chiko dalam akun Instagram @sman11semarang.official.
"Saya menyadari bahwa perbuatan saya telah menimbulkan dampak negatif bagi sekolah SMA Negeri 11 Semarang," lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa video yang disimpan dalam file Google Drive berjudul 'Skandal Smanse' itu merupakan hasil editan dengan aplikasi AI, bukan kejadian nyata.
Respon Sekolah dan Kampus
Pihak SMAN 11 Semarang membenarkan Chiko meminta maaf di sekolahan. Kepala SMAN 11 Semarang, Rr Tri Widiyastuti menyerahkan sepenuhnya proses penanganan kasus kepada pihak dinas. Ia meminta doa dan dukungan agar kasus segera selesai tanpa menimbulkan perpecahan di lingkungan sekolah.
"Kami mohon doanya agar masalah ini segera selesai. Masalah ini sudah ditangani oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan DP3AP2KB Jawa Tengah juga," kata Roro di SMAN 11 Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Senin (20/10/2025).
Sementara itu, Chiko diketahui sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Rektor Undip, Suharnomo, memastikan pihak kampus bergerak cepat menangani kasus dugaan kekerasan seksual berbasis digital oleh mahasiswa Fakultas Hukum, Chiko Radityatama Agung Putra. Chiko disebut bakal diperiksa dalam waktu dekat.
"Kemarin sudah ada gelar perkara internal. Sebenarnya hampir semua kegiatan yang dia lakukan saat di SMA. Tapi kami akan pasti panggil di minggu ini ," kata Suharnomo di Muladi Dome, Kecamatan Tembalang, Jumat (17/10).
Ia menegaskan, Undip tidak akan menolerir tindakan kekerasan atau pelanggaran moral apa pun yang dilakukan mahasiswanya, meskipun perbuatan itu terjadi sebelum menjadi mahasiswa.
Soal sanksi, ia mengatakan hal itu akan menyesuaikan hasil pemeriksaan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) Undip.
"Nanti dilihat dulu dong. Tapi pasti kita akan eksekusi sanksi," ujarnya.
Siswa Demo Minta Keadilan
Para adik kelas Chiko yang masih bersekolah menggelar aksi. Mereka menuntut keadilan untuk para korban yang jumlahnya banyak. Mereka membentangkan spanduk dan berorasi di sekolah mereka usai upacara.
"Kami menindak keberlanjutan dari tanggung jawab kepala sekolah sebagai pemimpin SMA Negeri 11 Semarang. Karena sudah ada surat yang diberikan kepada Chiko, sudah jelas tertera di ruang terbuka secara umum, tapi kepala sekolah mengambil keputusan sepihak untuk menjadikan klarifikasi tersebut di dalam ruangan tertutup yang tidak ada saksinya," kata orator, Albani Telanai P.
Merespons aksi siswa, pihak sekolah kemudian menyetujui untuk memilih 10 perwakilan siswa dari kelas 11 dan 12 agar segera mengadakan mediasi di ruang rapat sekolah. Albani dan rekan-rekan menyambut keputusan itu sebagai langkah awal. Tetapi para siswa menyatakan akan bergerak jika tidak ada hasil yang memuaskan.
"Kami juga mengetahui beberapa hari kemarin terdapat aparat, Komnas PPA, yang datang ke sini. Tapi yang disambut oleh kepala sekolah hanya Komnas PPA. Lalu bagaimana dengan aparat dan yang lainnya? Bahkan pers pun saat datang ke sini tidak disambut oleh kepala sekolah. Kami hanya memerlukan kejelasan gimana kepala sekolah ini dalam bertanggung jawab," ujarnya.
Korban Diminta Melapor
Kepala DP3AP2KB Jateng Emma Rachmawati menjelaskan, hasil audiensi hari Senin (20/10) lebih banyak membahas langkah-langkah awal untuk memperkuat proses hukum. Pihaknya meminta para siswa membantu mendorong para korban agar berani melapor.
"Itu (meyakinkan korban untuk melapor) yang penting dulu. Kalau ini memang melanggar salah satu undang-undang dan kayaknya sifatnya lebih ke delik aduan, maka sebenarnya kami sangat membutuhkan korban untuk melapor," jelasnya.
"Tadi audiensi kami, kami justru dengan anak-anak berdiskusi bagaimana supaya para alumni mau melapor kepada kami, supaya kami dapat bukti yang jelas," lanjutnya.
Dalam audiensi, kata Emma, siswa juga diminta menyerahkan bukti-bukti asli yang mereka miliki, seperti tangkapan layar dari akun media sosial pelaku, untuk membantu proses verifikasi.
"Saya juga minta pada anak-anak untuk bisa menyerahkan bukti-bukti awal yang mereka punya, yang asli, yang dari Twitter dan sebagainya itu saya minta untuk dikumpulkan kepada kami," imbuhnya.
"Pelan-pelan mudah-mudahan dengan adanya bukti-bukti yang kuat, kita bisa tarik untuk penyidikan yang lebih lanjut dan dilaporkan pada kepolisian. Itu yang kita janjikan pada adik-adik tadi," sambungnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya....
Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"
(aap/apl)