SMA Negeri 11 Semarang menggelar audiensi dengan perwakilan siswa usai aksi buntut kasus pelecehan seksual berbasis digital yang dilakukan mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip) sekaligus alumnus SMA 11 Semarang, Chiko Radityatama Agung Putra. Pihak sekolah dan dinas mendorong korban untuk berani melaporkannya.
Pertemuan itu dihadiri Kepala SMAN 11 Semarang Rr Tri Widiyastuti, pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng.
Kepala SMAN 11 Semarang, Rr Tri Widiyastuti, yang mulanya tak bersedia memberi tanggapan menyampaikan, sekolah menyerahkan sepenuhnya proses penanganan kasus kepada pihak dinas. Ia meminta doa dan dukungan agar kasus segera selesai tanpa menimbulkan perpecahan di lingkungan sekolah.
"Kami mohon doanya agar masalah ini segera selesai. Masalah ini sudah ditangani oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan DP3AP2KB Jawa Tengah juga," kata Roro di SMAN 11 Semarang, Kecamatan Semarang Selatan, Senin (20/10/2025).
Roro juga menanggapi soal keputusan klarifikasi terhadap alumni yang diduga membuat foto hasil edit AI dilakukan secara tertutup. Ia menyebut hal itu dilakukan semata-mata untuk kehati-hatian dan atas koordinasi dengan dinas.
"Klarifikasi dilakukan di ruang Kepsek itu juga untuk kehati-hatian dan koordinasi dengan dinas juga. Cukup, terima kasih mohon doanya," ujarnya.
Roro enggan menjelaskan secara rinci isi hasil mediasi dengan siswa maupun duduk perkara kasus tersebut. Ia hanya menyebut seluruh masukan dari siswa sudah didengar dan akan diteruskan kepada pihak dinas. Roro juga langsung pergi saat ditanya apakah Chiko benar alumni sekolah tersebut.
"Monggo, bisa bertanya kepada Dinas Pendidikan. Ini masih proses dan bertanya pada DPU3AP2KP," katanya singkat.
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB Jateng Emma Rachmawati menjelaskan, hasil audiensi lebih banyak membahas langkah-langkah awal untuk memperkuat proses hukum. Pihaknya meminta para siswa membantu mendorong para korban agar berani melapor.
"Itu (meyakinkan korban untuk melapor) yang penting dulu. Kalau ini memang melanggar salah satu undang-undang dan kayaknya sifatnya lebih ke delik aduan, maka sebenarnya kami sangat membutuhkan korban untuk melapor," jelasnya.
"Tadi audiensi kami, kami justru dengan anak-anak berdiskusi bagaimana supaya para alumni mau melapor kepada kami, supaya kami dapat bukti yang jelas," lanjutnya.
Dalam audiensi, kata Emma, siswa juga diminta menyerahkan bukti-bukti asli yang mereka miliki, seperti tangkapan layar dari akun media sosial pelaku, untuk membantu proses verifikasi.
"Saya juga minta pada anak-anak untuk bisa menyerahkan bukti-bukti awal yang mereka punya, yang asli, yang dari Twitter dan sebagainya itu saya minta untuk dikumpulkan kepada kami," imbuhnya.
"Pelan-pelan mudah-mudahan dengan adanya bukti-bukti yang kuat, kita bisa tarik untuk penyidikan yang lebih lanjut dan dilaporkan pada kepolisian. Itu yang kita janjikan pada adik-adik tadi," sambungnya.
Ia menambahkan, saat ini pihaknya masih mengumpulkan data korban dan melakukan pendekatan agar mereka mau melapor. Beberapa korban disebut sudah bersedia untuk bicara dengan tim pendamping.
"(Korban) Belum didampingi. Jadi, korban kayak gini kan banyak yang malu meskipun bukan tubuh dia sendiri. Jadi, kami masih mencari, mengumpulkan. Untuk korban dari SMA 11 sudah ada yang siap bicara, mungkin hari ini atau besok," kata Emma.
Ia pun mengaku belum mengetahui duduk perkara dan mendapat keterangan dari korban. Menurutnya, pihak dinas juga belum menghubungi pihak terduga pelaku karena fokus utama saat ini adalah penguatan terhadap korban dan keluarganya.
(apu/ahr)