Gubernur Luthfi Blak-blakan soal MBG Jateng: Hampir 2.700 Anak Terkontaminasi

Gubernur Luthfi Blak-blakan soal MBG Jateng: Hampir 2.700 Anak Terkontaminasi

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 06 Okt 2025 21:20 WIB
Gubernur Jateng Ahmad Luthfi dan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Senin (6/10/2025).
Gubernur Jateng Ahmad Luthfi dan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Senin (6/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Luthfi, menegaskan kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa sekitar 2.700 anak di 15 kabupaten/kota tidak akan terulang kembali. Dia memastikan kasus itu jadi bahan evaluasi ke depannya.

"Dari 35 kabupaten, sudah 15 kabupaten yang kemarin tidak baik-baik saja. Hampir 2.700 anak-anak kita yang menjadi sasaran terkontaminasi," kata Luthfi di GOR Jatidiri Semarang, Senin (4/10/2025).

Luthfi menegaskan kejadian tersebut menjadi bahan evaluasi besar-besaran dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jateng.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dan setelah hari ini tidak boleh ada lagi kejadian anak-anak kita yang menjadi sasaran MBG nanti terulang dan terulang kembali. Keledai tidak akan masuk pada lubang yang sama," tegasnya.

Luthfi menekankan, program MBG merupakan kebijakan nasional yang wajib dijalankan oleh pemerintah daerah hingga ke tingkat kabupaten/kota. Karena itu ia meminta seluruh kepala daerah, satgas, dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memperketat pengawasan dan memperbaiki standar higienitas.

ADVERTISEMENT

"Hari ini kita berkumpul dan sepakat untuk menjadi percontohan bahwa SPPG kita nanti aman, higienis, dan berkelanjutan, tidak boleh berhenti," ujarnya.

Luthfi mengakui, analisis sementara menunjukkan faktor utama kasus keracunan berasal dari lemahnya higienitas dan kurangnya pelatihan tenaga pengolah makanan.

"Ada kelemahan di sanitasi, ada SDM yang belum profesional dalam menjamah makanan. Ucek-ucek, demek (menyentuh), akhire jadi penyakit. Omprenge ora resik (omprengnya tidak bersih), jadi penyakit," kata dia.

"Karena buru-buru, yang menerima belum siap, disimpan kelamaan, jadi penyakit. Sing biasane (yang biasanya) makan indomi dikasih spaghetti ora (tidak) cocok, wetenge (perutnya) jadi penyakit," lanjutnya.

Untuk itu, Luthfi memerintahkan Dinas Kesehatan Provinsi segera turun ke kabupaten/kota melakukan verifikasi dan pelatihan kepada pengelola dapur SPPG.

"Segera main ke lapangan, lakukan verifikasi agar bisa diterbitkan surat laik higienis sanitasi (SLHS). Tapi jangan hanya formalitas, harus ada inspeksi dan pelatihan langsung," tegasnya.

Luthfi juga menyoroti pentingnya keterbukaan di setiap SPPG agar proses pengawasan bisa berjalan transparan. Ia melarang penyelenggara menutup diri dari pemantauan satgas daerah maupun dinas terkait.

"SPPG jangan menutup diri. Kalau sudah kena masalah baru terbuka, itu keliru. Harus terbuka untuk dicek, di-random check oleh satgas kabupaten maupun provinsi," ucapnya.

Gubernur juga meminta para bupati dan wali kota membentuk posko pengawasan 24 jam di tiap daerah untuk memantau jalannya distribusi makanan MBG.

"Dinas kesehatan kabupaten/kota harus bikin posko 24 jam untuk mengawasi dapur dan distribusi makanan. Kalau ada kejadian, langsung quick response, jangan sampai terlambat dan ramai di media," katanya.

Luthfi juga mendorong keterlibatan Tim Penggerak PKK di setiap daerah. Menurutnya, PKK bisa berperan aktif memantau dan menilai kualitas makanan anak-anak penerima program MBG.

"Ibu-ibu PKK itu pinter nyicipi, jadi libatkan mereka. Mereka tahu makanan yang disukai anak-anak di daerahnya tanpa mengurangi nilai gizinya," ujar Luthfi.




(dil/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads