Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memastikan sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Jawa Tengah (Jateng) ditutup sementara usai kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) terjadi di 15 kabupaten/kota. Dia menyebut penutupan sementara itu sebagai sanksi yang luar biasa.
Dadan menyebut akan ada sanksi dari BGN untuk SPPG yang terkait dengan kasus dugaan keracunan MBG. Sanksi itu salah satunya berupa pemberhentian sementara SPPG.
"Untuk (SPPG) yang terjadi (keracunan), minimal disetop sementara. Itu ada yang 1 minggu, ada yang 2 minggu, ada yang 2 bulan. Sangat tergantung dari beratnya kasus yang terjadi," kata Dadan di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Senin (6/10/2025).
"Tergantung juga hasil evaluasi dan investigasi, dan menurut kami itu sudah bagian dari sanksi yang luar biasa karena mitra-mitra ini sudah mengeluarkan investasi yang tidak kecil. Jadi kalau disetop itu juga mereka mengalami kerugian," lanjutnya.
Menurutnya, keputusan penghentian sementara diambil setelah Gubernur Jateng Ahmad Luthfi melaporkan adanya kasus keracunan di 15 daerah. BGN dan Pemprov Jateng pun sepakat melakukan evaluasi total dan koordinasi lintas instansi.
"Beliau melaporkan ada sekitar 15 kabupaten yang ada kejadian, sehingga itu tidak boleh terjadi lagi. Akhirnya saya bersepakat dengan Pak Gubernur untuk melakukan rapat koordinasi dengan seluruh SPPG yang sudah operasi maupun yang calon," tuturnya.
Dadan menyebut proses sertifikasi laik higienis sanitasi (SLHS) bagi SPPG akan dipercepat. Untuk penyelenggara yang sudah beroperasi, target penyelesaian sertifikasi ditetapkan dalam waktu satu bulan.
"Untuk yang sudah beroperasi itu dalam waktu sebulan, SLHS-nya sudah selesai. Untuk SPPG yang baru baru akan bisa operasional kalau SLHS-nya sudah selesai," tuturnya.
Dadan juga menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam pengawasan. Kementerian Kesehatan, BPOM, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Ketahanan Pangan di daerah diminta melakukan uji bahan baku dan pemeriksaan rutin terhadap setiap penyelenggara.
"Oleh sebab itu kita tadi mengimbau agar mereka menjaga bersama, agar tidak merugikan semua pihak, terutama keamanan anak-anak karena mereka harus tumbuh sehat, kuat, cerdas dan ceria," tuturnya.
"Karena setiap kali kejadian ada anak yang tersakiti, ada orang tua yang khawatir, ada kepercayaan publik yang tergores atau terganggu. Jadi kita usahakan semua itu tidak terjadi sehingga kita lakukan langkah koordinasi," lanjutnya.
Sementara itu Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan, penutupan sementara SPPG dilakukan sebagai langkah korektif, bukan hukuman permanen.
"Kalau hitungannya belum tahu (berapa SPPG yang ditutup). Itu nggak tutup, mungkin untuk verifikasi biar dia lebih lebih eager terkait higienisnya, dipending bukan tutup," kata Luthfi.
Luthfi menyebut, dari total 1.596 SPPG di Jawa Tengah, baru 84 yang telah memiliki SLHS. Ia meminta dinas di tingkat provinsi dan kabupaten/kota mempercepat pelatihan higienitas dan sanitasi bagi pengelola.
"Di Jawa Tengah sudah ada 84. Jadi 84 yang sudah punya sertifikasi, nanti akan kita masifkan. Sehingga dinas provinsi akan mengendalikan dinas-dinas kabupaten untuk segera merealisasikan semaksimal mungkin," tuturnya.
Menurut Luthfi, para pengelola SPPG telah mendapatkan pelatihan terkait higienitas dan sanitasi makanan sebelum sertifikasi diterbitkan. Dengan begitu, mereka memiliki tanggung jawab menjaga mutu makanan agar kasus keracunan tidak terulang lagi.
"Begitu keluar SLHS-nya, secara tidak langsung dia bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan sehingga tidak akan ada kasus-kasus terulang lagi," tuturnya.
Luthfi menambahkan, dari total target 9 juta penerima manfaat di Jateng, saat ini sudah 3,5 juta anak atau sekitar 65 persen yang terlayani melalui 1.596 SPPG. Ia menargetkan tingkat pelayanan bisa mendekati 90 persen pada November mendatang.
"Prinsip bahwa Provinsi Jawa Tengah berkomitmen untuk segera melakukan akselerasi karena targetnya nanti bulan November harus mendekati angka 60 atau 90 persen," tuturnya.
Simak Video "Video: Melihat Rapid Test Menu MBG di SPPG Polri yang Dipuji BGN"
(dil/apl)