Sebuah video yang menampilkan Ketua Komisi D DPRD Blora Subroto mengkritik adanya perjanjian antara SPPG dan pihak sekolah lantaran perjanjian merahasiakan keracunan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) viral di media sosial. Terbaru, surat perjanjian atau MoU itu sudah direvisi.
Video itu diambil hari Kamis (18/9) ketika rapat di DPRD Blora Subroto membacakan sejumlah poin yang dinilai Janggal.
Tiga Poin Perjanjian Bermasalah
Informasi yang diterima detikJateng, ada 3 dari 9 poin yang dinilai bermasalah yakni poin 5, 6, dan 7 yang salah satu isinya agar merahasiakan informasi jika ada keracunan. Berikut 3 poin tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
5. Apabila terdapat kerusakan dan atau kehilangan alat makan (tutup, dan tray tempat makan) Pihak Kedua diwajibkan untuk mengganti atau membayar seharga satu paket tempat makan (Rp. 80.000,-/pcs) sesuai dengan jumlah kerusakan atau kehilangan.
6. Apabila terjadi force majeure, pengiriman makanan dan proses pengembalian alat serta tempat makan dilakukan setelah situasi stabil.
7. Apabila terjadi Kejadian Luar Biasa / force majeure, seperti keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program ini, Pihak Kedua berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi hingga Pihak Pertama menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan mencari solusi terbaik demi kelangsungan program ini.
DPRD Blora Panggil SPPG
Ketua Komisi D DPRD Blora Subroto menyatakan memang ada permasalahan dalam surat perjanjian yang dia temukan. Karena itu pihaknya sempat memanggil Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terkait pada hari Kamis (18/9).
"Ini pihak sekolah diinstruksikan untuk memastikan piring atau tempat makanan harus bersih. Makanya ketika SPPG berdalih 'makanan selalu habis, pak'. Ya habis karena dibersihkan oleh guru sekolah masing-masing. Yang kedua anak anak diperintahkan oleh wali guru untuk membawa tempat bekal untuk sisa makanan tersebut. Sehingga pihak SPPG tidak punya dosa, karena habis dan bersih. Sampai hari ini SPPG tidak merasa salah," jelas Subroto saat dihubungi, Jumat (19/9/2025).
"Kemudian perjanjian, apabila ada komplain, ada keracunan, basi, ada makanan yang tidak dimakan dan tidak layak itu tidak diperbolehkan diunggah di medsos, tidak boleh difoto. Cukup dibicarakan secara kekeluargaan. Terus yang bicara itu harus siapa? Karena tidak ada pengawasannya," bebernya.
Untuk diketahui, MBG di Blora telah berjalan sebanyak 48 SPPG dengan 126.632 penerima manfaat.
Klarifikasi SPPG Blora
Koordinator SPPG Blora, Artika Diannita, membenarkan adanya video yang viral tersebut. Dalam pertemuan itu dia menyampaikan sejumlah data MBG.
"Kami diundang DPRD Blora. Rapat koordinasi dengan anggota Komisi D terkait pelaksanaan MBG di Kabupaten Blora. Saya diminta membawa data MBG yang sudah beroperasi, dan data penerima MBG, baik yang sudah menerima dan yang belum," saat diminta konfirmasi detikJateng, Jumat (19/9/2025).
Berkaitan dengan perjanjian bahwa sekolah harus membayar Rp 80 ribu karena alat makan yang rusak atau hilang. Dia mengatakan surat perjanjian telah diganti dengan format terbaru.
"MoU bayar 80 ribu. MoU sudah ada format terbaru, sudah direvisi, kita sudah ada penarikan dan menggantikan dengan MoU yang terbaru," jelasnya.
Dalam MoU terbaru itu juga disebut tak ada pasal untuk merahasiakan jika terjadi permasalahan seperti keracunan. Pasal itu diganti dengan harus diselesaikan antara pihak sekolah dengan pihak dapur secara internal.
"Di MoU terbaru, tidak merahasiakan, melainkan adalah diselesaikan secara internal antara pihak sekolah dan SPPI apabila terjadi KLB (kejadian luar biasa) kita langsung membawanya ke layanan kesehatan," jelasnya.
SPPG Jelaskan Juknis Terbaru
Artika menjelaskan surat perjanjian atau MoU (Memorandum of Understanding) yang jadi sorotan itu sudah direvisi.
"Mou tersebut itu dari awal SPPG yang mengeluarkan. Tapi sudah ada juknis terbaru, isi sudah diubah untuk 2 poin yang dibacakan bapak itu (Subroto)," ucapnya saat diminta konfirmasi detikJateng, Jumat (19/9/2025).
Dia menjelaskan surat itu akan diedarkan SPPG kepada sekolah sasaran sebelum dapur berjalan. Hal itu dilakukan sembari berkoordinasi terkait teknis pelaksanaan distribusi MBG.
"MoU diberikan oleh kepala dapur yang bertugas di SPPG tertentu, datang ke sekolah yang menjadi sasarannya. Untuk konfirmasi data siswa dan disertai MoU. Masuk jam berapa, terkait pengiriman, itu disesuaikan dari pihak sekolah," bebernya.
![]() |
Artika juga mengirim surat MoU terbaru itu kepada detikJateng. Surat itu tertuang dalam SK Nomor 63 Tahun 2025 Tentang Juknis Banper Program MBG yang ditandatangani oleh Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hidayana per 1 September. Tak ada lagi pasal kerahasiaan. Poin itu diganti dengan klausul:
Apabila terjadi kejadian luar biasa seperti keracunan, ketidaklengkapan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksaanaan program ini, maka Pihak Pertama dan Pihak Kedua berkomitmen untuk menyelesaikan secara internal dan menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk mencari solusi terbaik demi kelangsungan program ini.
Artika menyatakan telah meminta kepada seluruh SPPI untuk mengganti MoU sesuai dengan juknis terbaru. Artika juga menyebut selama ini tak ada kasus keracunan yang terjadi di Blora.
"Di MoU terbaru, tidak merahasiakan, melainkan adalah diselesaikan secara internal antara pihak sekolah dan SPPI apabila terjadi KLB (kejadian luar biasa) kita langsung membawanya ke layanan kesehatan," jelasnya.
"Aku sebagai korwil sudah menginstruksikan ke seluruh SPPI untuk mengganti MoU sesuai dengan format terbaru di juknis. Isi sudah dirubah untuk 2 poin yang dibacakan bapak itu," sambungnya.
(aap/apl)