Indonesia sudah kenyang asam garam perampokan di berbagai wilayahnya. Contohnya, perampokan 129 kilogram emas di Jakarta oleh Johny Indo. Pada 2013, terjadi pula perampokan di pegadaian Jogja yang membuat barang-barang berharga senilai 6,7 miliar raib.
Berbicara tentang perampokan, detikers mungkin ingat nama perampok licin bagaikan belut kawakan bernama Slamet Gundul. Ulah pria kelahiran Malang, Jawa Timur, ini benar-benar meresahkan masyarakat era 90-an akhir.
Bahkan, seperti diinformasikan oleh Diah Puspita dalam bukunya, Criminology the Study of Crime and the Consequences, Direktur Reserse Mabes Polri Koesparmono Irsan sampai mengeluarkan perintah bernada keras, "Tangkap Slamet Gundul hidup atau mati" pada 1987 kepada jajaran polisi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Lampung, hingga Sumatera Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu saja, bukan tanpa sebab perintah semacam ini dikeluarkan. Polisi memang punya alasan untuk membenci Slamet Gundul. Bagaimana tidak, Slamet dan komplotannya terus-menerus melakukan perampokan. Sampai-sampai, masyarakat dan terkhusus kaum berduit merasa tidak tenang termasuk orang tajir di Jateng.
Sekilas tentang Slamet Gundul, Belut Licin yang Sering 'Selamat'
Dikutip dari detikX, nama asli Slamet Gundul adalah Supriadi. Biarpun begitu, ia dikenal dengan segudang nama lain, seperti Slamet Santoso dan Samsul Gunawan. Namun, namanya yang paling kondang adalah Slamet Gundul.
Ciri fisik Slamet Gundul adalah pipi tembam, hidung lebar, dan kelopak mata tanpa lipatan. Dilihat sekilas, buron kelas kakap satu ini tampak seperti pria paruh baya baik-baik saja. Namun, di balik wajah polos yang sering tersenyum itu, tersembunyi keahlian super untuk merampok dan kabur.
Julukan gundul sendiri muncul karena kebiasaan Slamet untuk memotong rambut kepalanya hingga plontos. Tak pelak, sebutan 'Nyo' atau 'Gundul' tersemat padanya.
Mengawali karier di dunia kriminal, Slamet sudah beroperasi sejak masih remaja. Pada periode 1980-1991, ia menjadi bos kawanan garong nasabah bank bersenjata api yang menggegerkan kota-kota besar Jawa. Kendati membawa si moncong api, di setiap aksi perampokan, tak ada korban yang terluka.
Meskipun dipotret sebagai pria yang tak pernah tertangkap, sejatinya Slamet Gundul beberapa kali ditangkap. Ia pernah mendekam satu bulan di Polres Jakarta Utara, empat bulan di Polda Metro Jaya, dan delapan bulan di Polres Jakarta Selatan.
Namun, pengalaman makan di balik jeruji besi tak membuatnya kapok. Slamet justru belajar dari kesalahan untuk meningkatkan aksi-aksi kriminalnya. Tercatat, tak kurang dari 11 kali ia melakukan pembegalan di Jakarta.
Makanan Sehari-hari Slamet Gundul: Baku Tembak dengan Polisi
Beroperasi dengan ditemani senjata api, baku tembak melawan polisi adalah hal biasa bagi Slamet Gundul. Pada 1987, polisi yang mendeteksi keberadaan Slamet di Pondok Kopi, Jakarta Timur, bergerak cepat mengepung.
Dalam kondisi terpojok, Slamet masih bisa melarikan diri. Ia nekat melompati tembok setinggi 2 meter yang membatasi kamar mandi dan dapur tetangganya. Kelihaian Slamet terbukti ketika ia berhasil mengelabui 2 polisi yang telah menunggu di rumah tetangganya.
Sembari kabur, Slamet melepaskan tembakan secara membabi-buta dari pistol Colt yang berpeluru kaliber 32 dan 38. Dalam pelarian itu, Slamet menyabet sebuah metromini yang sedang dicuci dan dengannya, ia kabur. Meski lolos dari jebakan di Pondok Kopi, masih pada tahun yang sama, Slamet Gundul kena tangkap polisi.
Bersama kedua temannya, Jarot dan Sahut, Slamet diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ketiganya diganjar hukuman 3 tahun bui. Ajaibnya, saat digelandang keluar ruang sidang menuju mobil tahanan, mereka bisa kabur dengan cara mendorong pengawal. Slamet dan Jarot kabur mengendarai sepeda motor, sedangkan Sahut diamankan kembali.
Kontak senjata panas lain yang pernah dirasakan Slamet terjadi saat ia dan komplotannya disergap di SPBU Pandansimping, Klaten. Jarot yang terkena lima butir timah panas tewas seketika, sementara itu, Subagio dan Sugeng tertangkap.
Slamet sebagai bos justru lolos meski kena tembak di bahu. Usai insiden berdarah yang menewaskan Jarot, Slamet kabur ke Jakarta. Masih belum kena batunya, di ibu kota Indonesia itu, Slamet kembali melakukan aksi begal.
Ia membegal karyawan CV Bambu Gading yang tengah membawa gaji karyawan sebesar 10 juta di Kampung Bali, Jakarta Pusat. Dua orang polisi yang melihat kejadian ini langsung bereaksi. Lagi-lagi, bentrokan senjata tak bisa dihindari.
Dua anak buah Slamet menghembuskan napas terakhir akibat gesekan senjata, empat lainnya kabur. Dari pihak polisi, Letnan Dua Soewito roboh karena peluru yang bersarang satu sentimeter di bawah mata kanannya.
Modus Operandi Slamet Gundul dan Akhir Kiprahnya
Total 55 kali perampokan telah dilakukan Slamet Gundul selama berkiprah di dunia kriminal. Salah satu catatan 'gemilang'-nya didapat pada 1989. Total, Slamet dan komplotan merampok 159,5 juta rupiah (setara puluhan miliar saat ini!).
Angka besar tersebut didapat dari hasil perampokan juragan tembakau di Kendal (23 juta), juragan ikan (40 juta), Universitas Islam Sultan Agung (34 juta), nasabah Bank BCA Peterongan (28,5 juta), dan karyawan PT Nyonya Meneer Semarang (34 juta).
Keberhasilan ini tidak lepas dari modus operandi Slamet yang efektif. Untuk merampok bank, salah satu anggota komplotan akan menyamar sebagai nasabah. Dengan begitu, calon korban yang diperkirakan membawa banyak uang dapat diketahui.
Setelah dapat incaran, korban akan dikuntit dengan motor. Slamet dan gengnya yang telah menanti di luar bank dengan mobil, langsung tancap gas begitu melihat korban. Alhasil, korban tak bisa berbuat banyak.
Dalam kondisi terdesak, Slamet juga pernah memainkan strategi cerdik. Ia kabur ke pemukiman padat warga, kemudian menebarkan uang hasil rampokannya di jalan. Warga yang turun berebut uang di jalan menyebabkan gerakan polisi terhambat.
Slamet Gundul diketahui ditangkap pada 16 Juni 1991 di Surabaya. Ia disergap polisi saat turun dari angkutan umum. Kali ini, gembong perampok itu tak melawan. Sosoknya diadili dan dijebloskan ke LP Cipinang pada akhir 1991.
Itulah kisah singkat Slamet Gundul, perampok kelas kakap era 90-an yang begitu licin bak belut.
Baca juga: Tak Ada Perampok yang Selicin Slamet Gundul |
(sto/ams)