Dua prasasti asal Klaten, yakni Sang Pamgat Anggehan II dan batu dari Nglumbang Dungik dihadirkan di Pameran Aksara Gata di Kompleks Taman Budaya Monumen Juang '45 Klaten. Prasasti Sang Pamgat Anggehan II berbentuk patok, sementara Nglumbang Dungik berbentuk batu yang tidak bulat sempurna.
Menurut informasi yang tertera di pameran itu, Prasasti Sang Pamgat Anggehah II sejatinya berlokasi di Dukuh Kauman, Desa Ngrundul, Kecamatan Kebonarum. Seorang warga setempat, Supriyanto, menemukan prasasti itu dengan tidak sengaja dan disimpan di rumahnya.
Adapun prasasti yang terbuat dari batu andesit itu bertuliskan Jawa Kuno menggunakan aksara Kawi. Adapun tahunnya yakni 796 Saka atau 25 Februari 875 Masehi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan kajian Goenawan, prasasti tersebut masih dalam konteks yang sama dengan Prasasti Sang Pamgat Anggehan I yang berada di Museum Radya Pustaka, Kota Solo. Dijelaskan, dua prasasti tersebut adalah pembatas wilayah, pun memiliki teks yang sama.
![]() |
"Selamat! Tahun Saka 796 yang telah berlalu, bulan Phalguna, tithi pertama paruh gelap, Paniruan,Pon, Jumat (1 Maret 875), itulah saat pejabat (dari)Angehan membuat batas sima," tulis keterangan di pameran tersebut menjelaskan tentang teks yang termuat di Prasasti Sang Pamgat Anggehah II.
Sementara itu, prasasti batu dari Nglumbang Dungik dijelaskan sejatinya berlokasi di Desa Soropaten, Kecamatan Karanganom. Prasasti tersebut merupakan temuan in situ kala pembangunan jalan dan kemudian disimpan di rumah Ketua Kelompok Pelestari Cagar Budaya Nglumbang Dungik, Purwonegoro.
Tidak ada kejelasan tentang tahun prasasti tersebut. Meski begitu, dijelaskan prasasti itu memuat tulisan aksara Kawi dengan bahasa Sansekerta bercampur Jawa Kuno. Prasasti tersebut dijelaskan memuat mantra terkait kekayaan dan pujian terhadap empat dewa Hindu.
Penamaan prasasti tersebut disesuaikan dengan lokasi penemuannya. Tulisan di benda bersejarah itu juga telah dialihmediakan oleh Adeline Leviier ke fotogrametri. Berikut tulisannya.
"Om. Dewa Wisnu, (Dewa) Brahma, Dewa Indra,(Dewa) Wesrawana, Dewa Mahadewa, kepada ia yang telah mengambil untuk dirinya harta karun dari tangan Wesrawana, svaha!" tulis keterangan dalam pameran itu.
![]() |
Menurut Gunawan, Prasasti Nglumbang Dungik cukup unik lantaran berasal dari batu biasa.
"Prasasti Nglumbang Dungik ini menjadi unik karena itu batu biasa. Kemudian batu alam itu dibahas, ada bulan, ada penyebutan nama-nama dewa itu menjadi unik, terutama bagi kami, orang-orang epigrafi," jelas Gunawan.
Gunawan menerangkan, memang ada beberapa prasasti terbuat dari batu alam yang permukaannya diratakan sehingga mudah ditulis. Namun, hal tersebut berbeda dengan Prasasti Nglumbang Dungik.
"Misalnya (prasasti dari) batu alam pun dia ada bagian yang dihaluskan untuk media tulis. Yang menjadi unik, Nglumbang Dungik itu memang benar-benar batu bentukan alam, kemudian dia langsung ditulis," paparnya.
(akd/akd)