Tanggal Hijriah dan Masehi menggunakan patokan yang berbeda untuk menentukan hari, yakni Bulan dan Matahari. Akibatnya, tanggal yang dihasilkan turut berlainan. Lalu, 10 September 2025 bertepatan dengan tanggal berapa Hijriah?
Disadur dari buku Fikih Kontemporer tulisan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, ada beberapa metode penentuan awal bulan. Nabi Muhammad SAW mengajarkan cara rukyat alias melihat langsung. Bila langit tertutup sesuatu, seperti awan, Nabi SAW mengajarkan untuk menyempurnakan bulan berjalan menjadi 30 hari atau dikenal sebagai metode istikmal.
إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ ثُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا .
Artinya: "Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah dan apabila kalian melihatnya maka berhari rayalah. Dan apabila kalian terhalang maka sempurnakanlah tiga puluh hari." (HR Bukhari 4/106 dan Muslim no 1081)
Dalam perkembangannya, muncul metode hitungan (hisab) atau kombinasi rukyat-hisab. Cara penentuan awal bulan yang berbeda-beda membuat tanggal Hijriah mungkin berlainan. Mari, simak konversi tanggalnya untuk hari ini 10 September menurut pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah.
Kalender Hijriah 10 September 2025 Menurut Pemerintah
Tanggalan versi pemerintah bisa dicek via Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang dirilis Kementerian Agama. Dalam kalender tersebut, pemerintah menetapkan awal Rabiul Awal pada Senin, 25 Agustus 2025.
Berdasar acuan tersebut, 10 September 2025 bertepatan dengan 17 Rabiul Awal 1447 H. Perlu diingat, 16 Rabiul Awal sejatinya sudah masuk sejak Selasa, 9 September 2025 waktu maghrib. Sebab, dalam kalender Hijriah, pergantian hari terjadi saat Matahari terbenam.
Kalender Hijriah 10 September 2025 Menurut NU
Lembaga Falakiyah NU selalu memberi pengumuman penetapan awal bulan. Untuk Rabiul Awal, pengumumannya tercantum dalam Surat Keputusan Nomor: 92/PB.08/A.II.01.13/13/08/2025 tentang Pengumuman Awal Bulan Rabiul Awal 1447 H Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
"Sebagai tindak lanjutnya, maka awal bulan Rabiul Awal 1447 H bertepatan dengan Senin Wage 25 Agustus 2025 M (mulai malam Senin) atas dasar istikmal," bunyi keterangan dalam surat itu, dilansir Instagram @falakiyahnu.
Berdasar acuan tersebut, maka 10 September 2025 oleh NU ditetapkan menjadi 17 Rabiul Awal. Keterangan yang sama juga ditemukan dalam Almanak Tahun 2025 oleh Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang NU Bojonegoro.
Kalender Hijriah 10 September 2025 Menurut Muhammadiyah
Terhitung sejak 1 Muharram 1447 H kemarin, Muhammadiyah menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) secara aktif. Harapannya, kalender ini dapat menyatukan umat Islam di seluruh belahan dunia.
Sebab, seperti keterangan di situs Suara Muhammadiyah, KHGT memakai konsep satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan tanggal di wilayah Bumi yang tersebar.
Dalam KHGT, Muhammadiyah menetapkan 1 Rabiul Awal sehari lebih cepat ketimbang pemerintah dan NU, yakni pada Minggu, 24 Agustus 2025. Berdasar acuan tersebut, menurut Muhammadiyah, 10 September bertepatan dengan 18 Rabiul Awal 1447 H.
Akhir kata, pemerintah dan NU menetapkan 10 September 2025 sebagai 17 Rabiul Awal 1447 H. Sementara itu, Muhammadiyah menganggap 10 September 2025 sebagai 18 Rabiul Awal 1447 H.
Mitos Gerhana Bulan dan Kematian
Akhir pekan kemarin, tepatnya pada Minggu malam (7/9/2025) sampai dini hari Senin (8/9/2025), terjadi gerhana Bulan total. Fenomena menakjubkan ini membuat malam jadi lebih gelap karena tiadanya sinar yang biasa dipantulkan Bulan.
Di Indonesia, gerhana, baik Matahari maupun Bulan, diyakini membawa pertanda-pertanda khusus. Alih-alih positif, kebanyakan orang mengaitkannya dengan kesialan.
Sebagai contoh, di Jawa, ada keyakinan bahwa gerhana Bulan terjadi karena ulah seorang raksasa bernama Batara Kala. Takut akan keselamatan bayi yang dikandung, seorang ibu hamil bakal bersembunyi saat gerhana di kolong tempat tidur atau meja.
Keyakinan semacam ini juga berkembang pesat di luar negeri. Disadur dari Time and Date, banyak orang di berbagai belahan dunia menganggap gerhana sebagai pertanda buruk yang membawa kematian, kehancuran, dan bencana.
Di India misalnya, selama gerhana Matahari terjadi, para penduduknya akan berpuasa. Mereka khawatir, makanan yang dimasak saat fenomena alam itu terjadi mengandung racun sehingga berbahaya.
Lantas, bagaimana pandangan Islam?
Bantahan Rasulullah terhadap Gerhana dan Kematian
Dalam sejarahnya, Ibrahim, putra Nabi Muhammad SAW meninggal dunia saat gerhana Matahari. Guna mencegah berkembangnya spekulasi liar, Rasulullah SAW kemudian menampik anggapan bahwa gerhana terjadi karena kematian seseorang.
Dikutip dari Mukhtashar Shahih al-Bukhari tulisan Imam Zainuddin az-Zubaidi, ada hadits dari Mughirah bin Syu'bah RA yang berbunyi:
قَالَ: كَسَفَتِ الشَّمْسُ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا الله. رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ
Artinya: "Di zaman Nabi SAW masih hidup, terjadi gerhana Matahari pada hari ketika Ibrahim (yakni putra Nabi SAW) meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda, 'Gerhana Matahari dan Bulan terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang. Ketika kalian melihat gerhana, kerjakanlah sholat dan berdoalah kepada Allah." (HR Bukhari no 564)
Untuk itu, dianjurkan bagi umat Islam menunaikan sholat, baik Kusuf (untuk gerhana Matahari) maupun Khusuf (untuk gerhana Bulan). Disunnahkan pula banyak berdoa, berdzikir, dan bersedekah. Wallahu a'lam bish-shawab.
Demikian informasi lengkap mengenai kalender Hijriah hari ini 10 September 2025 dan mitos bahwasanya gerhana menyebabkan kematian. Semoga bermanfaat!
Simak Video "4 Fakta Unik dan Sejarah Kalender Hijriah"
(par/afn)