Tanggal Hijriah dan Masehi menggunakan patokan yang berbeda untuk menentukan hari, yakni Bulan dan Matahari. Akibatnya, tanggal yang dihasilkan turut berlainan. Lalu, 3 September 2025 bertepatan dengan tanggal berapa Hijriah?
Disadur dari buku Fikih Kontemporer tulisan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, ada beberapa metode penentuan awal bulan. Nabi Muhammad SAW mengajarkan cara rukyat alias melihat langsung. Bila langit tertutup sesuatu, seperti awan, Nabi SAW mengajarkan untuk menyempurnakan bulan berjalan menjadi 30 hari atau dikenal sebagai metode istikmal.
إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ ثُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا .
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah dan apabila kalian melihatnya maka berhari rayalah. Dan apabila kalian terhalang maka sempurnakanlah tiga puluh hari." (HR Bukhari 4/106 dan Muslim no 1081)
Dalam perkembangannya, muncul metode hitungan (hisab) atau kombinasi rukyat-hisab. Cara penentuan awal bulan yang berbeda-beda membuat tanggal Hijriah mungkin berlainan. Mari, simak konversi tanggalnya untuk hari ini 3 September menurut pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah.
Kalender Hijriah 3 September 2025 Menurut Pemerintah
Tanggalan versi pemerintah bisa dicek via Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang dirilis Kementerian Agama. Dalam kalender tersebut, pemerintah menetapkan awal Rabiul Awal pada Senin, 25 Agustus 2025.
Berdasar acuan tersebut, menurut pemerintah, 3 September 2025 bertepatan dengan 10 Rabiul Awal 1447 H. Perlu diingat, 10 Rabiul Awal sejatinya sudah masuk sejak Selasa, 2 September 2025 waktu maghrib. Sebab, dalam kalender Hijriah, pergantian hari terjadi saat Matahari terbenam.
Kalender Hijriah 3 September 2025 Menurut NU
Lembaga Falakiyah NU selalu memberi pengumuman penetapan awal bulan. Untuk Rabiul Awal, pengumumannya tercantum dalam Surat Keputusan Nomor: 92/PB.08/A.II.01.13/13/08/2025 tentang Pengumuman Awal Bulan Rabiul Awal 1447 H Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
"Sebagai tindak lanjutnya, maka awal bulan Rabiul Awal 1447 H bertepatan dengan Senin Wage 25 Agustus 2025 M (mulai malam Senin) atas dasar istikmal," bunyi keterangan dalam surat itu, dilansir Instagram @falakiyahnu.
Berdasar acuan tersebut, maka 3 September 2025 oleh NU ditetapkan menjadi 10 Rabiul Awal. Keterangan yang sama juga ditemukan dalam Almanak Tahun 2025 oleh Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang NU Bojonegoro.
Kalender Hijriah 3 September 2025 Menurut Muhammadiyah
Terhitung sejak 1 Muharram 1447 H kemarin, Muhammadiyah menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) secara aktif. Harapannya, kalender ini dapat menyatukan umat Islam di seluruh belahan dunia.
Sebab, seperti keterangan di situs Suara Muhammadiyah, KHGT memakai konsep satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan tanggal di wilayah Bumi yang tersebar.
Dalam KHGT, Muhammadiyah menetapkan 1 Rabiul Awal sehari lebih cepat ketimbang pemerintah dan NU, yakni pada Minggu, 24 Agustus 2025. Berdasar acuan tersebut, menurut Muhammadiyah, 3 September bertepatan dengan 11 Rabiul Awal 1447 H.
Akhir kata, pemerintah dan NU menetapkan 3 September 2025 sebagai 10 Rabiul Awal 1447 H. Sementara itu, Muhammadiyah menganggap 3 September 2025 sebagai 11 Rabiul Awal 1447 H.
Hukum Perayaan Maulid Nabi SAW
Masyarakat Indonesia biasa menggelar perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal. Perayaannya sendiri bermacam-macam, mulai dari pengajian, doa bersama, pembacaan sirah nabawiyah, hingga lomba-lomba islami.
Pertanyaannya, bolehkah merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW? Berikut ini penjelasannya.
Pendapat Pertama: Boleh
Disadur dari laman NU Jombang, mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali memperbolehkan umat Islam untuk merayakan maulid Nabi SAW. Di antaranya adalah Syaikh Ibnul Haj yang berkata:
انَ يَجِبُ أَنْ نَزْدَادَ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ الثَّانِي عَشَرَ فِي رَبِيْعِ الْأَوَّلِ مِنَ الْعِبَادَاتِ وَالْخَيْرِ؛ شُكْراً لِلْمَوْلَى عَلَى مَا أَوْلَانَا مِنْ هَذِهِ النِّعَمِ الْعَظِيْمَةِ، وَأَعْظَمُهَا مِيْلَادُ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Artinya: "Maka wajib bagi kita pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awwal menambah ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas apa yang dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini, terutama nikmat kelahiran Nabi Muhammad shallallahu a'laihi wa'alihi wasahbihi wasallam". (Al-Madkhal, juz 1, hal 361)
Begitu pula Imam Jalaluddin As-Suyuthi, seorang ulama kondang dari mazhab Syafi'i, menerangkan:
هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا؛ لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ
Artinya: "Ia (peringatan maulid Nabi) merupakan bid'ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk mengagungkan kemulian Nabi Muhammad shallallahu a'laihi wa'alihi wasahbihi wasallam, dan mengungkapkan rasa bahagia akan kelahiran Nabi mulia". (Al-Hawi Lilfatawa, juz 1, hal 292)
Menurut keterangan dari Muhammadiyah, perayaan Maulid Nabi SAW bukanlah hal yang dilarang maupun diperintahkan. Oleh karena itu, sifatnya adalah ijtihadiyah. Yang terpenting, dalam pelaksanaannya tidak boleh sampai melanggar aspek-aspek terlarang di syariat Islam.
"Perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbuatan bid'ah dan mengandung unsur syirik serta memuja-muja Nabi Muhammad SAW secara berlebihan, seperti membaca wirid-wirid atau bacaan-bacaan sejenis yang tidak jelas sumber dan dalilnya," jelas Amirudin Faza dari Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 2021 lalu.
Pendapat Kedua: Tidak Boleh
Kembali dilihat dari laman NU Jombang, ada juga ulama yang melarang perayaan Maulid Nabi. Pelarangan ini didasari tidak adanya dalil dari Al-Quran maupun hadits. Misalnya, Syaikh Tajuddin al-Fakihani menuturkan:
لَا أَعْلَمُ لِهَذَا الْمَوْلِدِ أَصْلَا فِي كِتَابٍ وَلَا سُنَّةٍ، وَلَا يُنْقَلُ عَمَلُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ عُلَمَاءِ الْأُمَّةِ، الَّذِيْنَ هُمُ الْقُدْوَةُ فِي الدِّيْنِ، الْمُتَمَسِّكُوْنَ بِآثَارِ الْمُتَقَدِّمِيْنَ، بَلْ هُوَ بِدْعَةٌ
Artinya: "Saya tidak mengetahui dalil dari Al-Qur'an dan Hadis tentang peringatan maulid ini, dan tidak pula diceritakan riwayat tentang pelaksanaannya oleh salah satu ulama, di mana para ulama tersebut merupakan tuntunan dalam hal agama, yang senantiasa berpegang teguh pada warisan orang-orang terdahulu. Bahkan peringatan maulid adalah bid'ah." (Al-Mawrid fi Amalil Maulid, hal 20)
Diambil dari buku Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyah oleh Abu Ubaidah Yusuf dan Abu Abdullah Syahrul Fatwa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
"Demikian pula apa yang diada-adakan oleh sebagian manusia tentang perayaan hari kelahiran Nabi SAW, padahal ulama telah berselisih tentang (tanggal) kelahirannya. Semua ini tidak pernah dikerjakan oleh generasi salaf (sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in)... dan seandainya hal itu baik, tentu para salaf lebih berhak mengerjakannya daripada kita. Karena mereka jauh lebih cinta kepada Nabi SAW, dan mereka lebih bersemangat dalam melaksanakan kebaikan. Sesungguhnya cinta Rasul adalah dengan mengikuti beliau, menjalankan perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara zhahir dan batin, menyebarkan ajarannya dan berjihad untuk itu semua, baik dengan hati, tangan, ataupun lisan. Karena inilah jalan para generasi utama dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan." (Iqtidha' ash-Shirat al-Mustaqim 2/123-124)
Dengan demikian, sudah jelas bahwasanya ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait kebolehan perayaan Maulid Nabi SAW. Wallahu a'lam bish-shawab.
Demikian informasi lengkap mengenai kalender Hijriah hari ini 3 September 2025 dan hukum perayaan Maulid Nabi SAW. Semoga bermanfaat!
(sto/ahr)