Kenapa Air Mata Tidak Boleh Kena Jenazah? Ini Penjelasan Pandangan Islam

Kenapa Air Mata Tidak Boleh Kena Jenazah? Ini Penjelasan Pandangan Islam

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Senin, 25 Agu 2025 15:14 WIB
Ilustrasi wanita menangis
Ilustrasi menangis. Foto: Getty Images/iStockphoto/Rachaphak
Solo -

Setiap orang yang berduka tentu meneteskan air mata, apalagi ketika kehilangan orang tercinta. Namun, dalam konteks perawatan jenazah, ada aturan penting yang harus diperhatikan, yaitu mengenai air mata tidak boleh kena jenazah. Aturan ini telah dikenal secara luas oleh umat Islam.

Berduka adalah proses alami yang dialami setiap manusia. Saat kehilangan orang yang dicintai, berbagai emosi seperti sedih, rindu, dan kehilangan muncul bersamaan. Perasaan ini wajar dan merupakan bagian dari fitrah manusia, tetapi ada tata cara dan adab tertentu yang disyariatkan agar duka tetap terkontrol.

Dirangkum dari buku Hukum Merawat Jenazah tulisan KH Muhammad Hanif Muslih, berikut ini merupakan penjelasan mengenai alasan kenapa air mata tidak boleh kena jenazah dan bagaimana Islam memandangnya. Mari kita simak, detikers!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenapa Air Mata Tidak Boleh Kena Jenazah?

Dalam tradisi masyarakat, ada sebuah kepercayaan yang berkembang tentang larangan air mata mengenai jenazah. Banyak orang meyakini bahwa jika air mata jatuh ke tubuh orang yang meninggal, maka jenazah akan merasakan panas seakan terbakar. Keyakinan ini akhirnya menimbulkan rasa takut dan kecemasan, sehingga keluarga yang ditinggalkan berusaha keras untuk menahan tangis di dekat jenazah.

ADVERTISEMENT

Kepercayaan ini sebenarnya muncul karena adanya pemahaman yang kurang tepat terhadap hadits-hadits Nabi. Sebagian orang menafsirkan bahwa tangisan keluarga bisa menyebabkan penderitaan bagi mayat. Dari sinilah muncul anggapan bahwa air mata yang menetes dapat membuat tubuh jenazah terasa panas atau tersiksa. Padahal, jika ditelusuri lebih jauh, hal ini tidak benar adanya.

Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan berbeda. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa beliau menangis saat ditinggalkan oleh sahabat tercinta. Air mata beliau jatuh hingga membasahi wajah sahabat tersebut, dan itu dilakukan dengan penuh kasih sayang. Hal yang sama juga dilakukan oleh Abu Bakar RA ketika beliau mencium dan menangisi Rasulullah SAW setelah wafat. Dari kisah ini, terlihat bahwa anggapan air mata membawa panas atau siksa bagi jenazah tidak sejalan dengan kenyataan yang ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Dengan demikian, kepercayaan tentang larangan air mata mengenai jenazah lebih bersumber pada tradisi atau tafsir yang keliru, bukan pada ajaran Islam yang sebenarnya. Tangisan manusia adalah wajar, bahkan menjadi bentuk ekspresi kesedihan dan kasih sayang. Yang membedakan hanyalah bagaimana cara menangis itu dilakukan, apakah dengan penuh ketenangan atau justru berlebihan hingga menyerupai ratapan.

Hukum Menangis hingga Air Mata Mengenai Jenazah

Dalam Islam, menangis ketika ditinggalkan orang yang dicintai adalah sesuatu yang wajar. Kesedihan adalah fitrah manusia, dan air mata adalah bagian dari cara hati meluapkan rasa kehilangan. Rasulullah SAW sendiri tidak melarang tangisan, selama tidak dilakukan dengan cara berlebihan atau meratap. Artinya, menangis hingga air mata jatuh dan mengenai jenazah tidak menjadi masalah, karena yang dilarang adalah ratapan yang disertai teriakan atau keluhan yang berlebihan.

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menangis saat cucunya, Ibrahim, meninggal dunia. Beliau menggendong jasad Ibrahim yang sudah tidak bernyawa, lalu meneteskan air mata hingga sahabat-sahabat yang melihat bertanya-tanya.

Rasulullah SAW kemudian menjawab, "Sesungguhnya ini adalah rahmat yang Allah letakkan dalam hati hamba-hamba-Nya. Dan Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penuh kasih sayang." Hadits ini menegaskan bahwa air mata yang jatuh karena cinta dan kasih sayang adalah tanda rahmat, bukan hal yang membawa keburukan bagi jenazah.

Selain itu, riwayat dari Anas bin Malik juga mengisahkan bahwa Rasulullah SAW meneteskan air mata ketika jenazah seorang sahabat diletakkan di hadapan beliau. Bahkan Abu Bakar RA ketika melihat Rasulullah wafat pun menangis dan mencium jenazah beliau dengan penuh haru. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak memandang air mata yang jatuh ke jenazah sebagai sesuatu yang terlarang. Justru ia menjadi bentuk kasih sayang terakhir kepada orang yang meninggal.

Namun, Islam tetap memberikan batasan agar tangisan tidak berlebihan. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim menyebutkan, "Bukan karena tangisan seorang ibu yang menyebabkan mayat disiksa, tetapi karena ratapan dan ucapan yang berlebihan."

Dari sini jelas bahwa yang perlu dihindari adalah meratap dengan suara keras, menjerit, atau mengucapkan kata-kata yang menolak takdir Allah. Sedangkan tangisan yang alami, bahkan jika air mata jatuh mengenai jenazah, tidaklah termasuk hal yang dilarang.

Berdasarkan penjelasan di atas, hukum menangis hingga air mata mengenai jenazah dalam Islam adalah boleh selama dilakukan dalam batas wajar. Air mata tidak membuat jenazah tersiksa atau kepanasan sebagaimana kepercayaan yang beredar di masyarakat. Justru tangisan tersebut menjadi bukti kasih sayang, rasa cinta, dan bentuk doa yang mengiringi kepergian orang yang kita cintai.

Tangis yang Dilarang dalam Islam saat Berduka

Menangis adalah fitrah manusia ketika menghadapi kehilangan. Bahkan Rasulullah SAW sendiri pernah meneteskan air mata saat putra beliau, Ibrahim RA wafat. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, beliau bersabda,

"Ya Ibna Auf, sesungguhnya air mata (yang keluar dari mataku) itu rahmat dan air mata itu diiringi dengan yang lain (kesedihan). Sesungguhnya mata itu mengeluarkan air mata dan hati (mengiringinya dengan) sedih, kita tidak mengatakan kecuali apa yang Allah meridhainya, dan aku berpisah dengan kamu ya Ibrahim sungguh sangat pedih."

Sabda ini menunjukkan bahwa menangis karena rasa kehilangan diperbolehkan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa tangisan yang disertai dengan kesabaran dan tetap menjaga ucapan agar diridhai Allah bukanlah sesuatu yang dilarang. Akan tetapi, tidak semua bentuk tangisan diperbolehkan dalam Islam.

Dalam riwayat lain disebutkan ketika Rasulullah saw. menjumpai seorang perempuan yang menangisi anaknya di kuburan. Beliau menasihati perempuan itu untuk bersabar. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (1283 & 1302), Muslim (2178), Abu Dawud (3126), Turmudzi (988), Nasa'i (1869), dan Ibnu Majah (1596).

Hadits lengkapnya berbunyi:

Ω‚ΩŽΨ§Ω„ΩŽ : Ω…ΩŽΨ±Ω‘ΩŽ Ψ§Ω„Ω†Ω‘ΩŽΨ¨ΩΩŠΩ‘Ω ο·Ί Ψ¨ΩΨ§Ω…Ω’Ψ±ΩŽΨ£ΩŽΨ©Ω ΨͺΩŽΨ¨Ω’ΩƒΩΩŠ ΨΉΩΩ†Ω’Ψ―ΩŽ Ω‚ΩŽΨ¨Ω’Ψ±Ω ΩΩŽΩ‚ΩŽΨ§Ω„ΩŽ : Ψ§ΨͺΩ‘ΩŽΩ‚ΩΩŠ Ψ§Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡ΩŽ ΩˆΩŽΨ§Ψ΅Ω’Ψ¨ΩΨ±ΩΩŠ Ω‚ΩŽΨ§Ω„ΩŽΨͺΩ’ : Ψ₯ΩΩ„ΩŽΩŠΩ’ΩƒΩŽ ΨΉΩŽΩ†Ω‘ΩΩŠ فَΨ₯ΩΩ†Ω‘ΩŽΩƒΩŽ Ω„ΩŽΩ…Ω’ ΨͺΩΨ΅ΩŽΨ¨Ω’ Ψ¨ΩΩ…ΩΨ΅ΩΩŠΨ¨ΩŽΨͺِي ΩˆΩŽΩ„ΩŽΩ…Ω’ ΨͺΩŽΨΉΩ’Ψ±ΩΩΩΩ‡ΩΨŒ ΩΩŽΩ‚ΩΩŠΩ„ΩŽ Ω„ΩŽΩ‡ΩŽΨ§ : Ψ₯ΩΩ†Ω‘ΩŽΩ‡Ω Ψ§Ω„Ω†Ω‘ΩŽΨ¨ΩΩŠΩ‘Ω ο·Ί فَأَΨͺَΨͺΩ’ بَابَ Ψ§Ω„Ω†Ω‘ΩŽΨ¨ΩΩŠΩ‘Ω ο·Ί ΩΩŽΩ„ΩŽΩ…Ω’ Ψͺَجِدُ ΨΉΩΩ†Ω’Ψ―ΩŽΩ‡Ω Ψ¨ΩŽΩˆΩ‘ΩŽΨ§Ψ¨ΩΩŠΩ†ΩŽΨŒ ΩΩŽΩ‚ΩŽΨ§Ω„ΩŽΨͺΩ’: Ω„ΩŽΩ…Ω’ Ψ£ΩŽΨΉΩ’Ψ±ΩΩΩ’ΩƒΩŽ ΩΩŽΩ‚ΩŽΨ§Ω„ΩŽ: Ψ₯ΩΩ†Ω‘ΩŽΩ…ΩŽΨ§ Ψ§Ω„Ψ΅Ω‘ΩŽΨ¨Ω’Ψ±Ω ΨΉΩΩ†Ω’Ψ―ΩŽ Ψ§Ω„Ψ΅Ω‘ΩŽΨ―Ω’Ω…ΩŽΨ©Ω Ψ§Ω„Ω’Ψ£ΩΩˆΩ„ΩŽΩ‰.

Anas Ibnu Malik ra. menjelaskan makna hadits tersebut, bahwa ketika Nabi saw. melewati seorang perempuan yang menangis di kuburan, beliau berkata, "Takutlah kamu kepada Allah dan bersabarlah." Namun perempuan itu menjawab ketus, "Menjauhlah dariku, karena kamu tidak ikut tertimpa musibahku." Ia tidak mengenal bahwa yang menasihatinya adalah Rasulullah. Setelah diberitahu, ia pun datang ke rumah Nabi dan memohon maaf. Lalu Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya sabar itu ketika pertama kali tertimpa musibah."

Dari keterangan hadits-hadits di atas, jelas bahwa Islam tidak melarang tangisan sebagai bentuk rasa kehilangan. Namun, yang diharamkan adalah tangisan yang menyerupai kebiasaan orang-orang Jahiliyah dengan cara meratap secara berlebihan, yaitu:

  • Menangis dengan suara keras sambil meraung-raung atau histeris.
  • Meratapi mayat dengan penuh keluh kesah yang menolak takdir Allah.
  • Mengotori kepala dengan debu atau tanah sebagai simbol kesedihan.
  • Menampar-nampar pipi atau bagian tubuh sendiri sebagai ungkapan duka.
  • Merobek-robek pakaian atau kantong baju sebagai tanda berduka.
  • Mengucapkan kata-kata kotor atau keluhan yang tidak diridhai Allah, sebagaimana kebiasaan orang-orang Jahiliyah terdahulu.

Jadi, itulah tadi penjelasan lengkap mengenai hukum menangis hingga mengenai jenazah yang ternyata diperbolehkan dalam Islam.




(par/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads