Adipati Pragola II adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Jawa abad ke-17. Namanya lekat dengan kisah perlawanan terhadap Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung. Pemberontakannya menjadi salah satu konflik besar yang tercatat dalam sejarah politik Jawa kala itu.
Pada masanya, Pati berstatus sebagai kadipaten di bawah kekuasaan Mataram. Meski demikian, wilayah ini dikenal kuat secara militer dan memiliki pengaruh besar di pesisir utara Jawa, sehingga hubungannya dengan Mataram kerap diwarnai ketegangan.
Lalu seperti apakah sosok Adipati Pragola II dan kisah perseteruannya dengan Sultan Agung? Mari simak penjelasan lebih lengkapnya berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siapakah Sosok Adipati Pragola II?
Adipati Pragola II adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah hubungan antara Mataram dan Pati pada masa pemerintahan Sultan Agung. Menurut Buku Hitam-Putih Kekuasaan Raja-Raja Jawa karya Sri Winata Ahmad, nama Adipati Pragola sering muncul berpasangan dengan sebutan Adipati Pragola I.
Adipati Pragola I adalah putra Ki Penjawi yang menjadi penguasa pertama di Kadipaten Pati. Sementara itu, Adipati Pragola II merupakan putra Pangeran Puger, cucu Panembahan Senapati, sehingga tidak memiliki hubungan darah langsung dengan Pragola I.
Pandangan ini sejalan dengan keterangan dalam Buku Tuah Bumi Mataram karya Peri Mardiono. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Pragola II adalah anak Pangeran Puger dan sekaligus adik ipar Sultan Agung. Hubungan ipar ini terjadi karena adik Sultan Agung, Ratu Mas Sekar, menikah dengan Pragola II. Selain itu, Peri Mardiono mencatat bahwa masa pemerintahan Sultan Agung sempat diguncang pemberontakan yang dipimpin langsung oleh Pragola II sebagai Adipati Pati.
Sementara itu, Buku Kesultanan Demak Bintara karya Ali Romdhoni mengisahkan latar belakang keluarga Ki Ageng Panjawi dan keturunannya yang berpengaruh di pesisir utara Jawa. Dalam buku ini disebut tokoh Wasis Joyokusumo, anak laki-laki Kiai Ageng Panjawi, yang kemudian dikenal sebagai penguasa wilayah pesisir. Namun, Wasis Joyokusumo lebih terkait dengan garis keturunan Pragola I, sehingga semakin menguatkan perbedaan antara garis keturunan Pragola I dan Pragola II.
Menariknya, nama 'Pragola' sendiri memiliki arti yang unik. Dalam penuturan sejarah lokal, Pragola berarti nama seekor sapi. Sebutan ini kemudian diadopsi sebagai gelar kehormatan bagi penguasa Pati. Gelar tersebut adalah simbol kebanggaan, kepemimpinan, dan kekuatan politik di pesisir utara Jawa.
Perseteruan Adipati Pragola II dengan Sultan Agung
Dirangkum dari buku Sultan Agung dalam Goresan S Sudjojono tulisan Santy Saptari serta Tuah Bumi Mataram tulisan Peri Mardiono, penyerbuan Mataram ke wilayah Pati pada 1627 menjadi salah satu peristiwa besar dalam sejarah Jawa. Pertempuran ini merupakan babak akhir sebelum Sultan Agung memimpin pasukannya menuju Batavia pada tahun berikutnya. Mari simak kronologinya.
1. Latar Belakang Terjadinya Penyerbuan
Pemberontakan Pragola II pada masa pemerintahan Sultan Agung berakar pada perseteruan lama antara Pangeran Puger dan Panembahan Hanyakrawati, ayah Sultan Agung. Pangeran Puger, yang kala itu menjabat Adipati Demak, pernah memberontak namun kalah dan diasingkan. Putranya, Pragola II, kemudian meneruskan api konflik ini dengan menentang kekuasaan Mataram.
Selain itu, intrik politik internal memperkeruh keadaan. Tumenggung Endranata, pejabat Mataram, menuduh Pragola II melakukan pemberontakan dan melibatkan hampir seluruh pesisir utara Jawa, kecuali Demak. Tuduhan ini memicu kemarahan Sultan Agung, yang memutuskan memimpin langsung pasukan Mataram untuk menyerang Pati.
Menurut Serat Kondhe, pasukan Mataram dibagi ke dalam tiga barisan. Bagian depan dan tengah dipimpin Adipati Martalaya atau Pangeran Sumedang, bersama pasukan dari Madura, Kedu, Bagelen, dan Pamijen. Barisan belakang diisi keluarga kerajaan dan prajurit yang telah takluk.
2. Strategi dan Kekuatan Pihak Pemberontak
Pragola II, yang saat itu menjabat Adipati Pati, menolak menghadiri Pisowanan Agung dan menganggap Pati setara dengan Mataram. Ia menaklukkan sejumlah wilayah pesisir utara serta menggalang aliansi dengan enam tumenggung: Mangun Jaya, Kenduruan, Ramananggala, Toh Pati, Sawunggaling, dan Sindurejo. Rakyat Pati juga turut menjadi sukarelawan untuk memperkuat perlawanan.
Persiapan militer dilakukan dengan memperkuat pasukan dan persenjataan. Langkah ini membuat Pati menjadi salah satu kadipaten terkuat dan sulit ditaklukkan, sehingga Sultan Agung perlu mengerahkan kekuatan besar.
3. Pertempuran yang Memanas
Ketika pertempuran dimulai, pasukan Pati sempat unggul dan membuat tentara Mataram terdesak. Namun, Mataram mengerahkan para sentana kerajaan untuk memukul mundur lawan. Pertempuran berlangsung sengit dengan serangan balasan berulang-ulang.
Dalam situasi genting, Pragola II maju langsung ke arah Sultan Agung. Untuk mengangkat moral pasukannya, Sultan Agung memukul gong pusaka Kyai Bicok. Bunyi gong ini membangkitkan kembali semangat prajurit Mataram.
Pragola kembali menyerang dengan semangat berkobar. Sultan Agung lalu menyerahkan tombak pusaka Kyai Baru kepada Lurah Naya Derma. Tepat saat gong dipukul kembali, Naya Derma berhasil menusuk lambung Pragola hingga tembus ke punggung.
4. Kekalahan Pati dan Akhir Pemberontakan
Pragola II tewas seketika pada Jumat Wage, 4 Oktober 1627 dan dimakamkan di Sendang Sani. Kematian sang adipati menandai berakhirnya perlawanan Pati. Pasukan Mataram memusnahkan sisa kekuatan lawan.
Bagi Sultan Agung, tombak pusaka Kyai Baru yang berlumuran darah menjadi tanda kemenangan. Setelah memadamkan pemberontakan ini, Mataram semakin mantap untuk mengarahkan kekuatan militernya ke Batavia.
Usai pertempuran, Sultan Agung menemui Ratu Mas Sekar, adik sekaligus istri mendiang Pragola II. Dari perbincangan itu terungkap bahwa pemberontakan dipicu hasutan Patih Endranata. Sultan Agung pun memerintahkan penangkapan dan eksekusi mati sang patih.
Demikianlah tadi penjelasan lengkap mengenai sosok Adipati Pragola II, pemimpin Pati yang berseteru dengan Sultan Agung. Semoga bermanfaat!
(par/ams)