Warga Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, menolak rencana kremasi mendiang pemilik Pondok Indah Mall, Murdaya Widyamimarta Poo alias Murdaya Poo. Terkait hal tersebut, Pemkab Magelang melakukan mediasi yang dihadiri berbagai pihak, namun belum ada kesepakatan.
Dalam pertemuan bertajuk 'Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah Dalam Rangka Deteksi Dini dan Cegah Dini Potensi Konflik Sosial di Masyarakat'. Acara tersebut berlangsung di Ruang Bina Karya Kompleks Setda Kabupaten Magelang, Rabu (16/4/2025).
Pertemuan tersebut dihadiri Bupati Magelang Grengseng Pamuji, Wakil Bupati Magelang Sahid dan Ketua DPRD Kabupaten Magelang Sakir. Selain itu, hadir pula Dandim 0705/Magelang Letkol Inf Jarot Susanto, Kabag Ops Polresta Magelang Kompol Eko Mardiyanto dan Kasi Intel Kejari Kabupaten Magelang Aldy Slesvigtor Hermon.
"Pada tanggal 2 April beliau (Ketua DPD Walubi Jawa Tengah Tanto Soegito Harsono) rawuh di gubuk (datang ke rumah) saya. Yang berkaitan dengan wacana mau (mengadakan) ngaben versi umat Buddha. Intinya disampaikan seperti itu," kata Kepala Dusun Ngaran 1 dan Ngaran 2, Desa Borobudur, Maryoto dalam pertemuan di Ruang Bina Karya Kompleks Setda Kabupaten Magelang, Rabu (16/4/2025).
"Dan itu (ngaben) bisa iya, bisa tidak. Dikarenakan baru wacana. Intinya, pembahasan sampai di situ," sambungnya.
Setelah itu, pihaknya menyampaikan permasalahan tersebut kepada warga Ngaran 2 RW 6. Kemudian, hal tersebut disampaikan dalam grup WhatsApp (WA).
"Pada hari Kamis (3/4), saya di-WA Ketua RT 02 yang berlokasi di tempatnya (rencana kremasi). Yang memberitahukan sudah disurvei sama (petugas). Baru wacana kok Pak Tanto ke mana-mana, sudah sampai polsek," ujarnya.
Selanjutnya pada, Senin (7/4) malam, katanya, melakukan pertemuan dengan dengan tokoh masyarakat. Dalam pertemuan tersebut disepakati penolakan rencana kremasi. Kemudian, penolakan warga perihal kremasi tersebut kirim menuju Walubi pusat dengan tembusan Walubi Jawa Tengah.
"Di situ baru muncul bahwa kremasi itu hanya untuk mengkremasi Pak Murdaya Poo, yang meninggal, Senin (7/4) siang. Kita baru dapat info di situ (pertemuan). Akhirnya perkembangan ini disepakati ramai-ramai berarti menolak semuanya," tegasnya.
"Intinya bahwa tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan seluruh masyarakat yang hadir malam itu menyepakati bahwa tidak ada ngaben versi umat Buddha dan kremasi. Malam itu, disepakati membuat surat yang diketahui (ditandatangani seluruh) Ketua RT, mengetahui Kepala Desa dan Bapak Camat. Intinya, kita menolak wacana tempat ngaben versi umat Buddha dan kremasi," katanya.
Kemudian dilanjutkan pertemuan pada Selasa (15/4) malam yang dihadiri tokoh masyarakat serta pemuda. Dalam pertemuan tersebut warga kembali bersepakat menolak pelaksanaan kremasi dilangsungkan di wilayah Ngaran.
"Alasan menolak, satu kalau kita toleransi kan umatnya banyak. Kalau Walubi, kita menghormati mereka, tapi ini kan niatannya personal, orang, pribadi. Bukan umat banyak. Kenapa sih kok harus mengorbankan orang yang banyak," ujarnya kepada awak media usai pertemuan.
"(Alasan lain) Intinya kan adat budayanya. Bahwa (permukiman) Muslim semua, nanti takutnya timbul unsur SARA-nya. Kita hindari itu, jangan sampai menjadi hal itu," ujarnya.
Soal usulan di Bukit Dagi, katanya, pihaknya akan mendorong.
"Monggo silakan (di Bukit Dagi). Dan warga akan tetap mendukung. Nggak masalah," kata Maryoto.
Penjelasan Walubi bisa dibaca di halaman berikutnya:
(apu/ahr)