Apakah Uang Hasil Korupsi Dikembalikan ke Negara? Ini Penjelasan Hukumnya

Apakah Uang Hasil Korupsi Dikembalikan ke Negara? Ini Penjelasan Hukumnya

Anindya Milagsita - detikJateng
Rabu, 16 Apr 2025 19:37 WIB
Poster
Ilustrasi korupsi. Foto: Edi Wahyono
Solo -

Uang hasil korupsi yang merugikan negara sering kali memicu rasa penasaran publik. Salah satunya mengenai apakah uang hasil korupsi tersebut akan dikembalikan ke negara?

KBBI mendefinisikan korupsi sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara itu, di dalam buku 'Pendidikan Kewarganegaraan' oleh PNH Simanjuntak, SH, dijelaskan bahwa korupsi memiliki arti yang cukup luas.

Korupsi dapat diartikan sebagai penyelewengan atau penggelapan uang negara maupun perusahaan dan sebagainya. Akan tetapi, korupsi juga memiliki makna busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya. Istilah korupsi juga erat kaitannya dengan kebiasaan dapat disogok melalui kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apabila mengacu dari laman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), aset-aset hasil tindak pidana korupsi dikelola oleh KPK. Terutama hasil tindak pidana korupsi yang dilaporkan oleh penyelenggara negara maupun pegawai negeri kepada pihak penyelidik.

Meskipun KPK memiliki tanggung jawab dalam mengelola seluruh aset hasil tindak pidana korupsi, ternyata ada regulasi tersendiri dalam aturan resmi yang berkaitan dengan pengelolaan aset-aset tersebut. Lantas, uang hasil korupsi dikemanakan? Berikut akan dijelaskan mengenai aturan dan ketentuan yang didasarkan pada hukum.

ADVERTISEMENT

Benarkah Uang Hasil Korupsi Dikembalikan ke Negara?

Terkait dengan hal ini terdapat teori pengembalian aset yang sering kali digunakan oleh sebuah negara dengan tingginya angka korupsi hingga memicu kerugian dari segi keuangan maupun perekonomian negara itu sendiri. Seperti diungkap dalam buku 'Pengembalian Aset Tindak Pidana Korupsi: Pendekatan Hukum Progresif' karya Ade Mahmud, bahwa teori pengembalian aset adalah sebuah konsep yang membuat negara segera mengambil aset yang telah dikuasai oleh para koruptor.

Melalui pengembalian aset tujuannya agar mencegah seluruh aset hasil korupsi tidak lagi digunakan yang nantinya bisa memicu tindak pidana lainnya. Kemudian pengembalian aset juga bertujuan supaya negara bisa menuntut aset yang diperoleh secara tidak sah yang bukan menjadi hak dari pelaku tindak pidana tersebut.

Kemudian masih mengacu dari laman resmi KPK, dijelaskan bahwa aset hasil korupsi akan dikelola oleh KPK. Setidaknya ada dua jenis aset hasil korupsi yang pengelolaannya berada di bawah tanggung jawab pihak KPK.

Pertama, ada aset hasil gratifikasi yang melibatkan pemberian uang, barang, komisi, rabat, pinjaman tanpa bunga, fasilitas penginapan, tiket perjalanan, pengobatan cuma-cuma, hingga fasilitas lainnya. Gratifikasi ini bisa melibatkan penyelenggara negara maupun pegawai negeri.

Kemudian aset hasil korupsi yang kedua adalah perampasan dan penyitaan. Biasanya perampasan dan penyitaan terhadap aset hasil korupsi ditujukan untuk mengadili para koruptor. Langkah ini juga dilakukan KPK agar mampu mengembalikan seluruh aset yang telah dikorupsi oleh pelaku kepada negara.

Regulasi Pengembalian Uang Hasil Korupsi

Masih dijelaskan dari laman resmi KPK, bahwa seluruh aset hasil korupsi yang diterima KPK akan disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) yang berada di bawah pantauan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI.

Adapun regulasi pengembalian aset atau uang hasil korupsi didasarkan pada proses penindakan itu sendiri. Saat proses selesai dilakukan, maka seluruh aset baru bisa diserahkan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Nantinya aset-aset tersebut akan dilelang secara umum.

Selanjutnya, hasil lelang aset-aset dari hasil tindak korupsi tersebut akan disalurkan dalam wujud hibah untuk dikembalikan kepada negara. Tepatnya disalurkan kepada kementerian maupun lembaga RI dan juga pemerintah daerah.

Lebih lanjut dijelaskan dalam laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, bahwa aturan mengenai benda hasil sitaan yang dijual melalui pelelangan telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Melalui Pasal 47A ayat (1) dan (2) Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa:

"(1) Hasil penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat dilakukan pelelangan.
(2) Ketentuan mengenai pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Apakah Mengembalikan Uang Hasil Korupsi Membuat Pelaku Tidak Bersalah?

Setelah mengetahui gambaran tentang uang hasil korupsi dikembalikan ke negara atau tidak, tidak sedikit orang yang mungkin turut dibuat penasaran tentang pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Salah satunya mengenai apakah dengan mengembalikan uang hasil korupsi bisa membuat pelaku tidak bersalah?

Dikutip dari jurnal 'Pengembalian Keuangan Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi' oleh Abd Razak Musahib, bahwa pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapuskan pidana pelaku dari tindak pidana korupsi. Hal ini telah diatur secara resmi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Apabila merujuk dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 4 ditegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku. Adapun bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:

"Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 dan Pasal 3."

Kemudian di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU tersebut juga disampaikan mengenai hukuman koruptor secara umum. Melalui Pasal 2 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa:

"(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Sementara itu, di dalam Pasal 3 juga turut dijelaskan mengenai hukuman bagi pelaku koruptor yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. Di dalam pasal tersebut diterangkan:

"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."

Demikian tadi sekilas penjelasan mengenai aturan yang mengatur tentang pengembalian uang hasil korupsi. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan baru bagi detikers, ya.




(par/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads