Belajar Kegigihan dari Bu Temu Pedagang Difabel Wicara Pasar Bulu Semarang

Belajar Kegigihan dari Bu Temu Pedagang Difabel Wicara Pasar Bulu Semarang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 09 Feb 2025 14:42 WIB
Lapak milik Temu (54), pedagang difabel wicara di Pasar Bulu, Kelurahan Barusari, Kecamatan Semarang Selatan, Minggu (9/2/2025).
Lapak milik Temu (54), pedagang difabel wicara di Pasar Bulu, Kelurahan Barusari, Kecamatan Semarang Selatan, Minggu (9/2/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Memiliki keterbatasan berkomunikasi karena menyandang difabel wicara tidak membuat Temu (53), warga Semarang menyerah. Dengan kegigihannya, ia membuka lapak di Pasar Bulu dan mempekerjakan penyandang difabel wicara lainnya agar bisa hidup layak.

Pantauan detikJateng di Pasar Bulu, Kelurahan Barusari, Kecamatan Semarang Selatan, Bu Temu tengah melayani penjual di salah satu sudut di pasar tersebut. Berbagai perkakas, alat rumah tangga, hingga alat dapur tersedia di lapak kecil miliknya.

Salah satu pembeli, Putri (24) mengambil kresek hitam berisikan arang. "Beli arang segini berapa harganya?" tanya Putri. Temu lantas menunjukkan 10 jari tangannya, menandakan harga sekantong arang dihargai Rp 10 ribu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, salah satu pekerja perempuan menunjukkan kantong yang lebih kecil sambil menunjukkan lima jarinya. Mengisyaratkan bahwa kantong kresek berisi arang yang lebih sedikit itu dihargai Rp 5 ribu. Rupanya, pekerjanya itu juga menyandang difabel wicara.

Putri lantas mengeluarkan selembar uang Rp 10 ribu kepada pekerja Temu dan mengambil sekantong kresek arang. Suasana lapaknya pagi ini cukup ramai, Temu langsung melayani pembeli lain begitu Putri pergi.

ADVERTISEMENT

"Saya sudah beberapa kali langganan belanja di sini. Beliau (Temu) seringnya lebih terkenal (dipanggil) 'Bu Bisu'," kata Putri kepada detikJateng di Pasar Bulu, Minggu (9/2/2025).

Ia mengatakan, setiap membeli barang di lapak milik Temu, ia tak pernah kesulitan. Pasalnya, Temu bisa menangkap apa yang ia katakan dan langsung cepat mencarikan kebutuhannya itu.

"Terus kalau tanya harganya berapa, ya langsung dikasih tahu pakai isyarat jari itu. Nggak kesulitan sih, aman aja," jelasnya.

Para pembeli silih berganti datang ke lapaknya itu. Temu pun tampak gesit melayani para pembeli di Pasar Bulu, ditemani pekerjanya itu.

Adik Temu, Tembong (68), mengatakan Temu sudah berjualan sejak 2019. Ia pun menceritakan bagaimana Temu bisa menyandang difabel wicara.

"Itu adik saya, dulu pas kecil itu dia sakit panas di RS Elizabeth. Kemudian jadi nggak bisa bicara, tapi karena nggak dari lahir jadi dia bisa tahu Bahasa Indonesia," jelasnya.

Temu bisa mengetahui perkataan orang lain dengan melihat gerakan bibir dan gerakan tangan. Kini, Temu sudah berkeluarga dan bahkan memiliki cucu.

Temu dan Tembong memang keluarga pedagang. Tembong sudah mulai menggeluti usaha jual-beli di pasar terlebih dulu, sejak 1968. Bertahun-tahun ia membimbing Temu untuk bisa berjualan di Pasar Bulu, di sebelah lapaknya.

Akhirnya, sejak 2019 Temu sudah mulai aktif berjualan di Pasar Bulu. Ia pun mempekerjakan orang-orang dengan nasib yang sama dengannya. Ia ingin membuat agar para penyandang difabel itu tetap bisa mandiri dan tak dipandang sebelah mata.

"Kalau orang menyebut pekerja itu untuk membantunya, saya menyebutnya pekerja difabel itu dikaryakan. Jadi mereka mandiri," tuturnya.

"Dia (Temu) jualan mandiri bareng teman-temannya, nanti saya yang back up kalau butuh bantuan. Sebetulnya dia dan teman-temannya itu cuma ingin hidup layak saja," lanjutnya.

Bukan hal yang mudah tentunya, untuk mengajarkan difabel wicara menjadi seorang penjual yang kerap berkomunikasi dengan pembeli. Namun, Tembong tak menyerah mengajarkan adik kandungnya itu.

"Saya mengajar mereka supaya bisa jualan. Awal-awalnya saya kasih label tulisan harga di setiap barang, supaya hafal harganya. Lama-lama hafal, sudah bisa komunikasi sendiri dengan pembeli," tuturnya.

Temu juga tak kalah gigih dalam berjualan. Jika para pedagang di Pasar Bulu sudah menutup lapaknya sekitar sore hari, Temu baru menutup lapaknya di malam hari. Temu juga menjual harga di lapaknya dengan harga yang lebih murah.

"Dia itu manusia super kalau saya bilang, buka dari subuh, sampai aku tutup pun dia belum tutup. Kalau di tempat lain harganya Rp 10 ribu, dia bisa jual Rp 9 ribu," ungkapnya.

Kini, lanjut Tembong, Temu sudah terkenal di kalangan pedagang maupun pembeli yang langganan berbelanja di Pasar Bulu. Ia berkali-kali menekankan, sudah menjadi kehendak Tuhan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi hambanya.

"Kalau di lapak lain banyak orang datang cuma tanya-tanya, nggak jadi beli. Ada juga yang beli nawar-nawar. Kalau di sana nggak ada," tuturnya.

"Orang datang langsung beli, nggak ada yang tawar menawar. Biasanya kasih uang juga minta kembaliannya nggak usah dikasihkan, memang sudah rahasia Illahi, kehendak Illahi kalau saya bilang," sambungnya.




(aku/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads