Toxic Masculinity Menurut Ahli: Ciri-ciri, Penyebab, Dampak, Cara Mengatasi

Toxic Masculinity Menurut Ahli: Ciri-ciri, Penyebab, Dampak, Cara Mengatasi

Nur Umar Akashi - detikJateng
Jumat, 08 Nov 2024 09:26 WIB
ilustrasi pria depresi
Ilustrasi toxic masculinity. (Foto: iStock)
Solo -

Belakangan ini, salah satu istilah yang kerap dibahas masyarakat, khususnya kaum muda, adalah toxic masculinity. Apakah detikers sudah tahu artinya? Berikut ini pengertian toxic masculinity menurut ahli, lengkap dengan ciri-cara mengatasinya.

Dalam Dimesia: Jurnal Kajian Sosiologi berjudul 'Toxic Masculinity dan Tantangan Kaum Lelaki dalam Masyarakat Indonesia Modern' oleh Irfan Hermawan dan Nur Hidayah, dijelaskan bahwa toxic masculinity merupakan fenomena yang menggambarkan sikap dan perilaku laki-laki yang merugikan diri, sendiri, orang lain, dan masyarakat.

Untuk lebih memahaminya, mari, simak pembahasan seputar ciri-ciri, penyebab, dampak, dan cara mengatasinya melalui uraian di bawah ini. Pastikan untuk membaca artikel ini sampai tuntas, ya, detikers!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Pengertian Toxic Masculinity Menurut Ahli?

Dirujuk dari laman Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, istilah toxic masculinity pertama kali digunakan oleh seorang psikolog bernama Shepherd Bliss pada 1990. Istilah ini dipakai untuk membedakan nilai positif dan negatif dari gender laki-laki.

Lebih lanjut, disadur dari Medical News Today, sebuah studi dalam Journal of School of Psychology mengartikan toxic masculinity sebagai "Konstelasi sifat-sifat maskulin regresif secara sosial yang berfungsi untuk mendorong dominasi, devaluasi terhadap perempuan, homofobia, dan kekerasan tak terkendali."

ADVERTISEMENT

Pengertian lainnya dihadirkan oleh Ross Williams sebagaimana penjelasan dalam dokumen unggahan E Library Unikom. Menurut Ross Williams, toxic masculinity adalah konstruksi sosial dari masyarakat patriarki bahwa kemaskulinan seorang laki-laki didasari perilaku-perilaku represif dan harus bertindak secara dominan.

Ciri-ciri Toxic Masculinity

Dirangkum dari WebMD, ada beberapa perilaku yang kerap kali muncul karena toxic masculinity. Di antaranya adalah:

1. Merasa Butuh Kontrol/Kendali

Seorang pria yang terjebak dalam toxic masculinity ingin menegaskan kekuasaan dan dominasi mereka. Oleh karenanya, hal ini kerap tercermin dalam urusan rumah tangga. Misalnya saja, laporan The Man Box pada 2017 menemukan bahwa 34% pria di Amerika percaya, bahwa mereka harus selalu menjadi penentu atau pembuat keputusan akhir dalam hubungan.

2. Tidak Mau Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga

Ciri berikutnya adalah menolak mengerjakan urusan rumah tangga. Pasalnya, toxic masculinity menganggap pekerjaan ini sebagai urusan wanita. Bahkan, dari survey yang telah disebut sebelumnya, 28% responden percaya bahwa anak sejatinya tidak perlu diajari hal-hal rumah tangga seperti memasak dan bebersih.

3. Senang Mengambil Risiko

Karakteristik toxic masculinity berikutnya adalah senang mengambil risiko. Hal ini menjadi penjelasan mengapa pria cenderung berjudi, terlibat dalam baku hantam kekerasan, mengemudi dengan tidak aman, dan hal-hal lain yang berisiko.

4. Bersikap Keras

Toxic masculinity mendorong seorang pria untuk memakai kekerasan dalam rangka menegaskan dominasi dan maskulinitasnya. Laporan dari The Man Box menunjukkan, 23% pria di Amerika percaya bahwa, jika perlu, lelaki harus menggunakan kekerasan untuk mendapat rasa hormat.

Selain empat ciri di atas, ada beberapa karakteristik lainnya sebagaimana dilansir Healthline, yakni:

  • Tidak mau berbagi emosi
  • Menunjukkan perilaku antifeminis
  • Bersikap kasar
  • Mempraktikkan sifat mandiri secara berlebihan
  • Tidak peka secara emosional

Penyebab Toxic Masculinity

Kembali disadur dari WebMD, dewasa ini, akses internet adalah hal yang mudah didapat semua orang. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan toxic masculinity menyebar melalui internet dan mempengaruhi banyak orang.

Kendati demikian, perlu diingat bahwasanya tidak semua orang yang melihat konten-konten toxic masculinity akan menjadi toksik juga. Pasalnya, ada beberapa faktor penyebab toxic masculinity lainnya, seperti:

  1. Lingkungan keluarga yang tidak kondusif.
  2. Terpapar norma-norma sosial yang mendorong kekerasan dan dominasi laki-laki.
  3. Terpapar adegan kekerasan yang berlebih, baik di rumah, dalam hubungan, maupun masyarakat.
  4. Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan mental.
  5. Kurangnya kontrol perilaku.
  6. Terkena penolakan sosial oleh rekan sebaya.

Dampak Toxic Masculinity

Berdasar uraian dalam situs Ditjen Yankes Kemenkes, toxic masculinity bisa mengakibatkan depresi hingga bunuh diri pada korbannya. Selain itu, toxic masculinity bisa meningkatkan risiko:

  1. Rasa enggan pergi meminta bantuan profesional
  2. Memendam emosi
  3. Gangguan mental
  4. Kekerasan seksual
  5. Rendah empati
  6. Merasa sendirian
  7. Penyalahgunaan obat-obatan

Adapun dari segi kesehatan mental saja, toxic masculinity, sebagaimana penjelasan dari laman Very Well Mind, bisa mengakibatkan:

  1. Kecemasan
  2. Depresi
  3. Peningkatan risiko bunuh diri
  4. Peningkatan perasaan kesepian
  5. Peningkatan perilaku berisiko
  6. Peningkatan penggunaan alkohol dan zat-zat lainnya

Hal ini didukung fakta bahwasanya lebih banyak lelaki yang bunuh diri ketimbang wanita. Diambil dari Priory Group, angka bunuh diri pria adalah 15,4 per 100.000. Jumlah ini tiga kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang berada di angka 4,9 per 100.000.

Cara Mengatasi Toxic Masculinity

Sejatinya, tidak ada satu jawaban mutlak mengenai pertanyaan cara mengatasi toxic masculinity. Namun, setidaknya ada beberapa hal yang bisa detikers lakukan untuk mengatasi toxic masculinity sebagaimana penjelasan Healthline, yakni:

1. Terima Kenyataan

Sebelum bisa berubah, setiap orang harus menerima kenyataan terlebih dahulu walaupun itu pahit. Mungkin, sebelumnya kamu begitu sering mengintimidasi orang lain hanya agar mendapat validasi. Ingatlah untuk tidak menyalahkan kondisi diri pada masa lalu. Sebaliknya, fokuslah pada tujuanmu untuk berubah saat ini.

2. Minta Pendapat Orang Terdekat

Langkah kedua adalah mencoba berkomunikasi dengan orang terdekat. Dari perspektif mereka, tanyakan apakah dirimu seorang yang berciri-ciri toxic masculinity atau tidak dan lain sebagainya. Berusahalah untuk tidak bersikap defensif dan terima kenyataannya.

3. Lakukan Perubahan

Terakhir, lakukan perubahan menuju arah yang lebih baik. Untuk membantu memuluskan rencana tersebut, detikers bisa coba mendatangi psikolog sehingga bisa berbincang lebih jauh. Pada intinya, proses ini membutuhkan waktu lama, tetapi bisa dilakukan.

Demikian penjelasan lengkap mengenai toxic masculinity, mulai dari pengertian hingga cara mengatasinya. Semoga bermanfaat!




(sto/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads