Sampai sekarang, burung merpati masih dijadikan hewan peliharaan banyak orang. Salah satu hal yang menarik mengenainya adalah karena burung satu ini bisa mengetahui jalan pulang dengan tepat. Bagaimana caranya?
Dikutip dari Wonderopolis, salah satu jenis burung merpati paling terkenal adalah merpati pos. Burung satu ini telah digunakan secara berabad-abad untuk mengantarkan pesan. Sebab, merpati pos dibekali kemampuan untuk menemukan jalan pulang dari jarak 1.100 mil!
Hal ini tentu saja mengesankan, mengingat, burung merpati tidaklah diberi semacam 'alamat' yang memudahkannya mencari tujuan. Para ilmuwan kemudian mengajukan sejumlah teori tentang bagaimana cara merpati mengetahui jalan pulang. Berikut ini pembahasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teori Medan Magnet Bumi dan Kemampuan Telinga Merpati
Diringkas dari laman Audobon, merpati dan banyak burung lainnya diperkirakan memanfaatkan medan magnet bumi untuk pulang. Penelitian pada 2012 menemukan, bahwasanya, sel-sel induk otak yang berhubungan dengan telinga bagian dalam merpati akan aktif ketika terpapar medan magnet.
"Sel-sel otak memberi sinyal arah, intensitas, dan polaritas medan magnet bumi. Sinyal-sinyal ini dapat digunakan seperti GPS," jelas J David Dickman, seorang ahli saraf di Baylor College of Medicine di Houston.
Sebelumnya, para ilmuwan sempat mengira bahwasanya neuron yang kaya akan zat besi di paruh merpati mungkin mengirimkan informasi tentang medan magnet ke otak. Namun, teori ini terbantah ketika ilmuwan lain menemukan bahwasanya sel-sel di paruh merpati bukanlah neuron, melainkan makrofag atau sel darah putih.
"Kami menemukan mereka (sel-sel makrofag) di seluruh tubuh burung, dari tengkorak hingga sayap. Mereka berpatroli mencari patogen," terang David Keays, peneliti utama dan ahli saraf di Institute of Molecular Pathology di Wina, Austria.
Alhasil, teori bahwasanya ada neuron di paruh burung pun terpatahkan. Lalu, bagaimana dengan teori yang menyebut bahwasanya ada sel dalam telinga merpati yang bisa menunjukkan arah pada otak?
Dilansir laman resmi Find an Expert dari The University of Melbourne, dalam telinga merpati, ada kutikulosom besi yang dianggap bisa menjadi magnetoreseptor. Untuk membuktikannya, sekelompok peneliti dari Universitas Melbourne dan rekan-rekan dari Institut Patologi Molekuler Wina melakukan pembuktiannya dengan mikroskop magnetik.
Sayang, hasil penelitian membuktikan bahwasanya sifat magnetik kutikulasom merpati diketahui tidak cukup kuat untuk bertugas sebagai magnetoreseptor berbasis partikel magnetik. Bahkan, partikel tersebut mestilah 100.000 kali lebih kuat untuk bisa mengaktifkan jalur sensorik yang diperlukan untuk magnetoreseptor merpati.
Teori Penciuman Merpati untuk Temukan Jalan Pulang
Disadur dari Bird Watching Daily, teori lain tentang cara merpati temukan jalan pulang adalah memakai indra penciumannya. Teori ini diusulkan oleh Floriano Papi dan rekan-rekannya pada awal 1970-an.
Papi berpendapat bahwa merpati mempelajari bau gas atmosfer yang mudah menguap di bawah arah angin yang berbeda di loteng tempat tinggalnya. Kala berpindah tempat, burung ini kemudian akan membandingkan bau lokal dan arah angin dengan pola yang telah diketahuinya di kandang.
Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Anna Gagliardo, seorang ilmuwan dari Max Planck Institute for Ornithology. Dirangkum dari laman Max Planck Gesellschaft, Anna membuktikan bahwasanya merpati bernavigasi lebih buruk kala hidung kanannya disumbat.
Ia dan rekan-rekan menggunakan 31 burung merpati untuk bahan percobaan. Sebagian burung ditutup lubang hidung kirinya, sedangkan sebagian lainnya lubang hidung bagian kanan. Dari hasil percobaan, diketahui bahwasanya merpati yang lubang hidung kanannya terbuka bisa menemukan tujuan dengan lebih presisi.
Hasil ini sedikit banyak mendukung teori Papi bahwasanya merpati bernavigasi dengan mengandalkan penciumannya. Kendati demikian, penelitian lebih lanjut tentu diperlukan untuk mendukung klaim tersebut.
Teori Matahari untuk Navigasi Merpati
Selain dua teori yang telah disebutkan sebelumnya, ada juga pendapat yang menyatakan bahwasanya merpati memakai matahari sebagai semacam 'kompas' alami. Dirujuk dari Journal of Experimental Biology, burung, termasuk merpati, dipercaya memakai matahari untuk menemukan jalan pulang.
Pun juga dalam laman Birdfy, dijelaskan bahwasanya merpati punya kemampuan untuk mengubah jalur terbangnya berdasar matahari. Berbekal matahari, merpati bisa menghitung waktu dan dengan demikian, menentukan jalur terbangnya.
Ketika diuji coba, keakuratan navigasi merpati diketahui berkurang jika burung satu ini mengalami perubahan waktu buatan (dengan cara mengubah jam internalnya melalui manipulasi). Hasil ini mendukung konsep bahwasanya merpati bergantung pada matahari untuk menentukan arah.
Sayang, sebagaimana penjelasan dari laman Wonderopolis, mekanisme pembuatan peta dalam teori matahari ini masih menjadi misteri. Alhasil, belum bisa dikatakan secara gamblang hitam di atas putih bahwa merpati memakai matahari untuk pulang.
Nah, itulah pembahasan mengenai cara burung merpati temukan jalan pulang. Singkat kata, kendati banyak teori yang telah beredar, belum ada kesepakatan di antara ilmuwan tentang mana yang benar. Semoga menambah wawasan detikers, ya!
(sto/rih)