Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan pihaknya menerima 1.540 laporan dugaan bullying PPDS hingga awal Agustus 2024. Laporan bullying yang diterima dalam enam bulan terakhir itu tidak hanya dari RS milik Kemenkes, tapi juga di RS milik universitas.
"Jumlah ini terus bertambah dan biasanya awal bulan kita rekap," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Azhar Jaya saat dihubungi detikcom, Kamis (5/9/2024), dikutip dari detikHealth.
Azhar mengatakan, laporan dugaan bullying tidak hanya terjadi di RS yang dinaungi Kemenkes.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini terjadi di RS pendidikan dan tidak hanya di RS milik Kemenkes. Ada juga di RSUD milik pemda dan RS milik Universitas juga," ujar dia.
"Di RS kemenkes yang paling tinggi dalam enam bulan terakhir adalah RS Kandou Manado, RS Pemda yang tertinggi RS Zainoel Abidin Aceh, untuk RS milik universitas yang tertinggi RS undip juga. Saya sudah kirim teguran," ungkap Azhar, kemarin.
Dari hasil penelusuran lebih lanjut, sekitar 25-30 persen dari laporan yang diterima Kemenkes itu menunjukkan ada indikasi kuat bullying atau perundungan benar terjadi. Sekitar 50 persen bentuk bullying yang ditemukan adalah nonfisik.
"Ini bisa pembiayaan di luar pendidikan, tugas jaga yang berat, dikucilkan, mengerjakan tugas pribadi senior, dan lain-lain," ucap Azhar.
Dilansir detikHealth, Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi juga mengungkap kasus dugaan bullying PPDS terjadi di beberapa RS vertikal Kemenkes atau di bawah naungan Kemenkes.
Menurut dr Nadia, hampir semua RS vertikal yang menjadi wahana pendidikan ada indikasi dugaan bullying. Beberapa laporan yang termasuk indikasi bullying saat ini sudah diberikan sanksi.
"RS M Djamil, RS Moh Hoesin, RS Adam Malik, RS Wahidin, RS Kandou, RS Ngoerah, RSCM, RS Harkit. Iya, ada yang sudah kita juga berikan sanksi seperti di RSHS, RSCM, dan ada beberapa ya," kata dr Nadia saat dihubungi detikcom, Kamis (5/9) kemarin.
Untuk diketahui, kasus perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) mencuat setelah dr ARL, seorang mahasiswi PPDS program anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro di RSUP Dr Kariadi Semarang ditemukan meninggal di kamar kosnya pada Senin (12/8) lalu. Dia meninggal setelah menyuntikkan obat ke tubuhnya sendiri. Dia juga diduga menjadi korban bullying senior.
Kemarin, pihak keluarga dr ARL yang didampingi perwakilan Kementerian Kesehatan telah melaporkan senior korban yang diduga menjadi pelaku perundungan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah.
Laporan polisi tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/133/IX/2024/Spkt/Polda Jawa Tengah.
Pengacara keluarga dr ARL, Misyal Achmad menyatakan sudah mengantongi bukti-bukti ancaman, intimidasi, hingga pemerasan kepada dr ARL selama proses pendidikan.
"(Laporan terkait) Pengancaman, intimidasi, pemerasan, ada beberapa lah dari mahasiswa juga, ada lebih dari satu, ada beberapa kita nggak bisa anu (sebut nama), senior," kata Misyal di Mapolda Jateng, Kamis (5/9) kemarin.
(dil/dil)