Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengeluarkan surat edaran menanggapi informasi terkait wilayah Zona Megathrust. Surat tersebut berisi arahan sosialisasi dan simulasi dalam menghadapi bencana.
Sekda Provinsi Jateng, Sumarno, membenarkan soal surat edaran nomor 360.0/2094 tersebut dan mempersilakan untuk dikutip. "Untuk antisipasi, kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Kita berdoa bersama semoga tidak terjadi," ucap Sumarno pada detikJateng, Kamis (5/9/2024).
Dalam surat tersebut, Sumarno menjelaskan, edaran itu diterbitkan untuk menanggapi surat BNPB Nomor: B-399/BNPB/D-II/BP.03.02/08/2024 tanggal 23 Agustus 2024 Perihal Kesiapsiagaan di wilayah Zona Megathrust.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menginstruksikan kepada seluruh instansi dan warga masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan terjadi bencana akibat adanya seismic gap terutama di wilayah Zona Megathrust Pantai Selatan Jawa Tengah," kata Sumarno dalam edaran yang dikutip detikJateng, Kamis (5/9/2024).
Pada poin kedua, Sekda meminta pengecekan kesiapan alat-alat peringatan dini dan sistem komunikasi kebencanaan, memastikan kesiapan tempat-tempat evakuasi dan memastikan ketersediaan papan informasi, rambu-rambu serta arah evakuasi yang memadai terutama untuk wilayah Pantai Selatan Jawa Tengah.
"Meningkatkan pelaksanaan edukasi, sosialisasi dan literasi kepada masyarakat, serta melakukan simulasi penyelamatan diri saat terjadi gempa bumi dan tsunami sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap risiko gempa bumi dan tsunami," jelas Sumarno.
"Meningkatkan koordinasi kesiapan mekanisme kedaruratan serta melaksanakan simulasi rencana kontingensi menghadapi ancaman bencana dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait," imbuhnya dalam poin keempat.
Kemudian Sekda meminta kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait dengan informasi cuaca dan aktivitas seismik Zona Megathrust di wilayah masing-masing. Selain itu juga melakukan pemantauan secara berkala baik melalui website maupun media lainnya.
"Koordinasi yang lebih intensif dengan Pusat Pengendali Operasi di BPBD masing masing daerah dan Pusdalops PB BPBD Provinsi Jawa Tengah (HP 0881-3809-409) dan Pusdalops PB BNPB (HP 0812-123-7575), fax (021) 2128-1200 atau Call Center 117," katanya.
Terpisah, Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara, Heru Susanto Wibowo, menjelaskan bahwa Megathrust bukanlah jenis gempa melainkan sumber gempa. Hingga kini, belum ada yang bisa memprediksi terjadinya gempa termasuk yang bersumber pada Megathrust.
"Megatrust adalah pertemuan dua lempeng tektonik yang memiliki kedalaman kurang dari 50 km. Di Indonesia ada empat lempeng besar atau lempeng utama, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Filipina," kata Heru kepada detikJateng di kampus UIN Walisongo, Kamis (5/9/2024).
Dia meluruskan informasi soal Megathrust bukan berarti akan terjadi gempa besar dalam waktu dekat. Namun, informasi itu digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan.
"Dengan banyaknya berita mengenai Megathrust, tentunya jangan dimaknai keliru. Megathrust itu ada tapi jangan dimaknai seolah-olah akan terjadi dalam waktu dekat. Tentunya sebagai early warning dengan banyaknya informasi mengenai Megathrust meningkatkan kewaspadaan kita," ujarnya.
Gempa besar yang bersumber dari lempeng Megathrust berdampak pada Pesisir Selatan termasuk di Jawa Tengah. Skenario terburuknya juga bisa menimbulkan tsunami, namun jika gempa yang terjadi berkekuatan besar, maka dampaknya bisa terasa di seluruh pulau Jawa.
"Dampak tsunami itu di wilayah pesisir Selatan. Apabila skenario buruk itu terjadi. Selain bisa menimbulkan Tsunami, juga goncangan dengan gempa kekuatan atau perhitungan para ahli dengan skala terburuknya 8,7 itu juga menimbulkan goncangan. Dan goncangan itu hampir merata di seluruh wilayah Jawa Tengah itu terdampak.
Sementara itu, dilansir dari detikEdu, awal mula Megathrust ramai dibahas usai gempa Nankai yang terjadi di Jepang. Gempa bermagnitudo 7,1 pada Kamis (8/8) itu bersumber dari Megathrust Nankai di timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki, di Jepang Selatan.
Wilayah Jepang yang rawan akan gempa membuat BMKG berkaca pada wilayah Indonesia. Di Indonesia sendiri, terdapat dua megathrust yang menjadi sorotan, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
BMKG menyatakan potensi gempa besar di dua Zona Megathrust itu sudah dibahas sejak sebelum terjadi gempa dan tsunami Aceh 2004. Kendati demikian, istilah 'tinggal tunggu waktu' bukan berarti gempa akan segera terjadi.
"Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di Zona Megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam detikNews Kamis (15/8).
(cln/ahr)