Teks Editorial adalah sebuah artikel dalam surat kabar atau majalah, baik itu dalam bentuk online maupun cetak. Teks ini berisi gagasan redaktur mengenai permasalahan yang masih hangat diperbincangkan. Jika melihat strukturnya, teks editorial masuk dalam kategori teks eksposisi.
Membaca teks editorial dapat menambah wawasan mengenai sebuah isu terkini dan mengajarkan untuk melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang. Membaca teks editorial membuat pembaca semakin cerdas dan kritis dalam membedakan fakta dan opini pada sebuah informasi.
Teks editorial banyak dipelajari di jenjang SMA pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mengutip dari e-modul Bahasa Indonesia Kemendikbud dan Kemenag, berikut simak pengertian, jenis, ciri, struktur, kaidah kebahasaan dan contoh dari teks editorial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Teks Editorial
Teks editorial adalah tulisan dalam surat kabar yang berisi pendapat atau pandangan redaksi mengenai peristiwa aktual yang sedang menjadi perbincangan hangat. Peristiwa yang dijadikan topik penulisan dapat berbagai macam, seperti politik, sosial, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Opini yang ditulis oleh redaksi tersebut dianggap sebagai pandangan resmi suatu penerbit atau media terhadap suatu isu aktual.
Teks editorial biasanya dipublikasikan secara teratur di media cetak maupun online. Ini adalah wadah bagi redaksi media untuk menyampaikan pendapat resmi mereka mengenai isu-isu yang sedang berkembang dalam masyarakat. Opini atau pendapat dalam teks editorial dapat berupa:
- Kritik. Contoh: Kenaikan tarif parkir tidaklah logis
- Penilaian. Contoh: Pemerintah tidak memperhatikan masyarakat kalangan bawah yang berpenghasilan terbatas, apalagi untuk membayar beban listrik yang mereka gunakan.
- Prediksi. Contoh: Jika biaya beras naik, maka akan disusul kenaikan harga bahan pokok lain.
- Harapan. Contoh:Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kebijakan kenaikan beras tersebut.
- Saran. Contoh: Jika memang kenaikan tersebut urgent dilakukan, alangkah bijaksananya jika pemerintah juga dengan pemberian subsidi kepada masyarakat menengah ke bawah di sektor yang lain, misalnya bidang kesehatan.
Meskipun teks editorial berisi opini atau pendapat penulis, tidak semua pendapat dapat dituangkan dalam tulisan. Penulisan opini harus dibuktikan dan diperkuat dengan fakta-fakta yang logis.
Jenis-jenis Teks Editorial
Terdapat tiga jenis teks editorial, adapun penjelasannya sebagai berikut.
1. Interpretative editorial
Interpretative editorial merupakan teks editorial yang menjelaskan isu dengan menyampaikan fakta informatif. Selain itu, biasanya juga ditampilkan figur-figur yang relevan untuk memberikan penjelasan dan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca.
2. Controversial editorial
Controversial editorial merupakan teks editorial yang bertujuan untuk meyakinkan dan mempengaruhi pembaca pada sudut pandang tertentu terhadap suatu isu. Biasanya, pandangan yang berlawanan dari opini penulis dijelaskan sebagai kurang menguntungkan atau kurang masuk akal.
3. Explanatory editorial
Explanatory editorial merupakan teks editorial yang menjelaskan isu atau masalah untuk membantu pembaca memahami dan menilai situasi tersebut. Teks Editorial jenis ini berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang ada dan membuka mata pembaca terhadap pentingnya memperhatikan isu tersebut.
Ciri-ciri Teks Editorial
Terdapat beberapa ciri-ciri teks editorial yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis teks ini, berikut ciri-cirinya:
- Topik tulisan teks editorial bersifat aktual dan faktual. Biasanya topik ini sedang berkembang dan hangat dibicarakan secara luas oleh masyarakat
- Teks editorial bersifat sistematis dan logis atau dapat dibuktikan melalui fakta-fakta yang relevan
- Teks editorial merupakan sebuah opini/ pendapat yang bersifat argumentatif.
- Teks editorial menarik untuk dibaca, karena ditulis dengan menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan jelas.
Struktur Teks Editorial
Teks editorial masuk dalam kategori teks eksposisi, sehingga memiliki struktur penulisan yang sama. Berikut simak penjelasan tiga struktur teks editorial.
1. Pengenalan isu
Pengenal isu ini ditulis di awal teks yang berisi opini dan pandangan penulis terkait isu yang diangkat. Pada bagian ini biasanya berisi persoalan peristiwa yang aktual, fenomenal, dan kontroversial. Dengan kata lain gagasan utama dan ide pokok berada pada bagian ini.
2. Argumentasi
Pada bagian ini redaksi menyampaikan argumen sebagai respons terhadap suatu peristiwa atau isu-isu aktual. Pada bagian ini, redaktur biasanya menunjukkan keberpihakannya terhadap pihak-pihak tertentu seperti warga, pemerintah, pengusaha, atau pihak lainnya.
Kemudian untuk mendukung argumen tersebut akan dituliskan beberapa data, hasil penelitian, pernyataan para ahli, atau fakta-fakta yang relevan. Dengan menggabungkan kedua aspek tersebut, teks editorial menjadi lebih efektif dalam menyampaikan pandangan dan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca tentang isu-isu yang sedang dibahas dalam masyarakat.
3. Penegasan ulang
Pada bagian ini berisi kesimpulan sekaligus penegasan ulang atas apa yang sebelumnya telah diulas. Selain itu, pada bagian ini biasanya juga ditambahkan saran ataupun rekomendasi sebagai pelengkap.
Contoh Teks Editorial
Penggusuran Lahan Salah Siapa?
(1) Banjir yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan dimaklumi. Harus ada solusi yang cepat dan tepat untuk mengatasinya sebelum Jakarta benar-benar tenggelam. Salah satu solusi yang diusung Pemkot DKI Jakarta adalah program normalisasi sungai. Program tersebut berupa pengosongan lahan di sekitar sungai-sungai yang ada di Jakarta. Pengosongan lahan pun akan berimbas pada seluruh warga yang tinggal di pemukiman sekitar sungai. Dengan demikian, akan banyak relokasi yang dilakukan Pemkot DKI. Namun, relokasi ke rusunawa ternyata bukanlah kabar gembira bagi warga sekitar bantaran sungai sebab itu artinya mereka harus menata kembali hidup mereka dari awal sehingga tidak sedikit warga yang melakukan aksi menolak penggusuran.
(2) Masih segar dalam ingatan kita semua tragedi Kampung Pulo pada 20 Agustus 2015 kemarin. Tiga hari setelah rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan yang ke-70 ternyata menjadi momen mengerikan bagi warga Kampung Pulo. Mereka harus bersitegang dengan petugas yang hendak menggusur pemukiman mereka. Bahkan, bentrokan fisik yang memakan korban luka pun tak terelakan dalam kejadian nahas itu. Hal ini sebenarnya membuat saya dilema sekaligus kesal karena dalang dari semua keributan ini bukanlah pemerintah bukan juga rakyat di sekitar bantaran Sungai Ciliwung. Lalu siapakah yang sebenarnya salah?
(3) Jika kita telusuri, akar permasalahan ini adalah pihak yang mengizinkan orang-orang untuk membuat perkemahan di bantaran sungai. Menurut masyarakat sekitar, mereka telah membayar uang sewa kepada sejumlah oknum. Entah kita harus menyebut mereka apa? Entah preman, entah yang lainnya. Yang pasti mereka itulah yang mengaku bahwa daerah tersebut, yang berplang milik pemerintah, merupakan wilayah kekuasaannya sehingga mereka yang ingin membuat bangunan harus meminta izin dan menyerahkan sejumlah uang untuk dapat memiliki lahan di tempat tersebut.
(4) Sayangnya, oknum tersebut tidak pernah muncul setiap pemerintah melakukan penggusuran. Mereka (oknum) tidak pernah bertanggung jawab, dan mereka pun tidak pernah ditindak tegas oleh pemerintah bahkan aparat keamanan. Keberadaannya hanya muncul ketika hendak menerima keuntungan, sedangkan selanjutnya mereka tak mau menanggung kerugian yang diterima warga bantaran sungai.
(5) Dengan demikian, jelaslah siapa otak yang seharusnya digusur dan dibasmi. Para oknum tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai penguasa, sebab rakyat bantaran sungai tentu tidak akan mendirikan bangunan jika tidak ada yang memberi izin sebab mereka pasti mengerti maksud plang yang dipasang di sepanjang bantaran sungai. Pemerintah pun tidak akan melakukan penggusuran jika tidak ada bangunan yang didirikan di pinggir sungai yang menyebabkan penyempitan area sungai sehingga banjir selalu menimpa Jakarta yang notabene ibu kota negara. Jika normalisasi sungai tidak dilakukan, seluruh penduduk Jakartalah yang rugi. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama pahami maksud pemerintah yang hendak merelokasi semua penghuni bantaran ke rusunawa yang pemerintah siapkan. Tujuannya tiada lain agar tidak ada pihak yang kembali dirugikan.
(6) Banjir yang selalu melanda Ibu Kota Jakarta sudah tidak bisa ditoleransi dan dimaklumi. Begitu pun pihak-pihak yang mendatangkan orang-orang yang menyebabkan kebanjiran tersebut harus ditindak tegas oleh seluruh aparat.
Demikian penjelasan lengkap mengenai contoh teks editorial, mulai dari pengertian hingga contohnya.
Artikel ini ditulis oleh Syifa`ul Husna peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(par/aku)