Pada sebuah pernikahan yang dijalani oleh sepasang suami dan istri terdapat hak sekaligus kewajiban yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, setiap muslim perlu untuk memahami kewajiban dan hak suami istri yang telah diatur sebaik mungkin di dalam hadits dan Al-Quran.
Seperti diketahui, menikah menjadi salah satu keputusan yang dapat menyempurnakan iman seorang muslim. Hal ini dikatakan dalam sebuah hadits riwayat dari Thabrani. Dikutip dari buku '49 Teladan dalam Al-Quran' karya Ririn Rahayu Astutiningrum, menikah untuk menyempurnakan iman umat Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa yang menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman(nya)" (HR. Thabrania).
Sebagai penyempurna separuh iman kaum muslim, menikah juga diisi dengan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, baik dari pihak suami maupun istri. Bahkan Allah SWT juga telah menyampaikan firman-Nya di dalam Al-Quran tentang kewajiban dan hak yang harus dipenuhi oleh sepasang suami-istri.
Lantas seperti apa kewajiban dan hak suami-istri dalam pernikahan menurut syariat Islam? Berikut akan dipaparkan penjelasannya secara rinci.
Kewajiban dan Hak Suami Istri dalam Islam
Terkait dengan kewajiban dan hak suami-istri tidak terlepas satu sama lain. Hal inilah yang membuat hak istri bagian dari kewajiban suami, sedangkan hak suami merupakan kewajiban dari istri. Dihimpun dari buku 'Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam' karya Ali Manshur, 'Hukum Perkawinan Muslim: Antara Fikih Munakahat dan Teori Neo-Receptie in Complexu' oleh Dr H M Syukri Albani Nasution, M A, hingga '30 Langkah Menuju Nikah' yang ditulis oleh Ahmad Masrul, berikut rangkuman kewajiban dan hak suami-istri dalam Islam.
Memperoleh Mahar
Kewajiban dan hak suami-istri dalam Islam yang pertama adalah memperoleh mahar. Ini berkaitan dengan kewajiban suami sekaligus hak bagi istri. Terkait dengan pemberian mahar, telah disampaikan di dalam firman Allah SWT melalui Surat An-Nisa' ayat 4. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةًۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـــًٔا مَّرِيْۤـــًٔا ٤
Wa âtun-nisâ'a shaduqâtihinna niḫlah, fa in thibna lakum 'an syai'im min-hu nafsan fa kulûhu hanî'am marî'â.
Artinya: "Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati."
Mendapatkan Nafkah
Selain memperoleh mahar, istri juga berhak untuk mendapatkan nafkah. Hal ini sekaligus menjadi kewajiban bagi suami untuk memberikan nafkahnya kepada sang istri.
Sebagaimana Allah SWT berfirman di dalam Surat Al-Baqarah ayat 233 bahwa kewajiban kepala keluarga adalah mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Berikut firman dari Allah SWT:
۞ وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَاۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَاۗ وَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ٢٣٣
Wal-wâlidâtu yurdli'na aulâdahunna ḫaulaini kâmilaini liman arâda ay yutimmar-radlâ'ah, wa 'alal-maulûdi lahû rizquhunna wa kiswatuhunna bil-ma'rûf, lâ tukallafu nafsun illâ wus'ahâ, lâ tudlârra wâlidatum biwaladihâ wa lâ maulûdul lahû biwaladihî wa 'alal-wâritsi mitslu dzâlik, fa in arâdâ fishâlan 'an tarâdlim min-humâ wa tasyâwurin fa lâ junâḫa 'alaihimâ, wa in arattum an tastardli'û aulâdakum fa lâ junâḫa 'alaikum idzâ sallamtum mâ âtaitum bil-ma'rûf, wattaqullâha wa'lamû annallâha bimâ ta'malûna bashîr.
Artinya: "Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Menggauli atau Bersenggama
Kemudian terdapat perintah dari Allah SWT untuk menggauli atau bersenggama dengan baik. Hal ini dikarenakan bersenggama menjadi salah satu kebaikan di dalam sebuah pernikahan. Sebagaimana Allah SWT berfirman di dalam Surat An-Nisa' ayat 19 bahwa:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًاۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا ١٩
Yâ ayyuhalladzîna âmanû lâ yaḫillu lakum an taritsun-nisâ'a kar-hâ, wa lâ ta'dlulûhunna litadz-habû biba'dli mâ âtaitumûhunna illâ ay ya'tîna bifâḫisyatim mubayyinah, wa 'âsyirûhunna bil-ma'rûf, fa ing karihtumûhunna fa 'asâ an takrahû syai'aw wa yaj'alallâhu fîhi khairang katsîrâ.
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya."
Menuntun Istri agar Tidak Berbuat Dosa
Sebagai seorang imam di dalam sebuah pernikahan, sudah menjadi kewajiban bagi seorang suami untuk menuntun istrinya agar selalu berbuat dalam kebaikan dan terhindar dari dosa. Cara ini dilakukan agar kelak keduanya sama-sama dihindarkan dari api neraka.
Allah SWT juga telah menyampaikan firman-Nya terkait hal tersebut. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat At-Tahrim ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ٦
Yâ ayyuhalladzîna âmanû qû anfusakum wa ahlîkum nâraw wa qûduhan-nâsu wal-ḫijâratu 'alaihâ malâ'ikatun ghilâdhun syidâdul lâ ya'shûnallâha mâ amarahum wa yaf'alûna mâ yu'marûn.
Artinya: " Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Memelihara Dirinya dan Taat
Selanjutnya ada kewajiban istri yang harus memelihara dirinya dengan baik dan taat terhadap suami serta Allah SWT. Hal ini seperti yang telah dijelaskan dalam Surat An-Nisa' ayat 34 bahwa:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُۗ وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا ٣٤
Ar-rijâlu qawwâmûna 'alan-nisâ'i bimâ fadldlalallâhu ba'dlahum 'alâ ba'dliw wa bimâ anfaqû min amwâlihim, fash-shâliḫâtu qânitâtun ḫâfidhâtul lil-ghaibi bimâ ḫafidhallâh, wallâtî takhâfûna nusyûzahunna fa'idhûhunna wahjurûhunna fil-madlâji'i wadlribûhunn, fa in atha'nakum fa lâ tabghû 'alaihinna sabîlâ, innallâha kâna 'aliyyang kabîrâ.
Artinya: "Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."
Meluangkan Waktu untuk Bercanda
Sebuah pernikahan yang diwarnai dengan kebahagiaan dapat memberikan keberkahan tersendiri bagi pasangan suami dan istri. Salah satu yang bisa dilakukan oleh keduanya adalah meluangkan waktu untuk bercanda.
Perilaku ini bahkan telah dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah SAW bersama dengan istrinya, yaitu 'Aisyah RA. Sebagaimana dijelaskan melalui sebuah riwayat bahwa:
أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَى فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي فَقَالَ هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ"
Artinya: "la pernah bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam Safar. 'Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.Tatkala 'Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Ini balasan untuk kekalahanku dahulu." (HR. Abu Daud No. 2578 dan Ahmad 6: 264, 227).
Demikian tadi rangkuman penjelasan mengenai kewajiban dan hak suami istri dalam Islam. Semoga informasi ini bermanfaat.
(sto/rih)