Sosok Yusuf Ronodipuro, Penyebar Berita Proklamasi Kemerdekaan RI

Sosok Yusuf Ronodipuro, Penyebar Berita Proklamasi Kemerdekaan RI

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Kamis, 15 Agu 2024 12:52 WIB
JUSUF RONODIPURO  Tua dan Muda
Yusuf Ronodipuro Foto: Foto: Wikipedia
Solo -

Berita Proklamasi Kemerdekaan RI tidak tersebar ke seluruh negeri tanpa campur tangan dari sosok Yusuf Ronodipuro. Siapakah dia?

Seperti yang kita ketahui, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan oleh Ir Sukarno didampingi Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB. Namun, peristiwa besar ini tidak langsung diketahui oleh masyarakat luas karena teknologi informasi saat itu masih belum mumpuni seperti sekarang.

Lantas siapakah sosok Yusuf Ronodipuro dan perannya dalam menyebarkan berita kemerdekaan RI? Berikut ini adalah informasi lengkapnya yang dirangkum dari laman Ensiklopedia Sejarah Indonesia Kemdikbud, serta buku Sejarah 3+ oleh Sardiman, dan Seri Buku Infografis: Pendudukan Jepang di Indonesia oleh Sigit Sudibyo dkk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Profil Yusuf Ronodipuro

Moehammad Joesoef Ronodipoera yang dikenal sebagai Yusuf Ronodipuro, lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 30 September 1919. Ia dikenal sebagai penyiar dan pendiri Radio Republik Indonesia (RRI).

Yusuf lahir di masa penjajahan Belanda dan hidup dengan kuat dalam budaya Jawa. Ia dikenal sebagai sosok yang sederhana, bekerja keras, dan memiliki prinsip hidup yang gigih. Yusuf adalah pria yang baik, santun, dan berbicara dengan moderat.

ADVERTISEMENT

Pada usia 35 tahun, Yusuf menikah dengan Siti Fatma Rassat, yang lahir di Kayutanam pada 27 November 1925. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai tiga anak: Dharmawan Ronodipuro, Siti Fatmi Ronodipuro, dan Irawan Ronodipuro. Nama Yusuf sangat dikenal di Indonesia karena kontribusinya sebagai penyiar 'Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia' di Radio Hoso Kyoku milik Jepang dan sebagai ketua Radio Republik Indonesia dengan jargon terkenal 'Sekali di Udara Tetap di Udara'.

Jasanya dalam penyiaran proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 sangat dihargai dan membuatnya dikenang sebagai pahlawan nasional. Ia pun wafat pada 27 Januari 2008 pada usia 88 tahun akibat penyakit komplikasi.

Riwayat Pendidikan Yusuf Ronodipuro

Yusuf Ronodipuro memulai pendidikan dasarnya di Hollandsch Inlandsche School (HIS), sebuah sekolah Belanda untuk bumiputera setingkat Sekolah Dasar (SD) yang didirikan pada tahun 1914. HIS adalah bagian dari agenda politik etis Belanda. Yusuf menyelesaikan pendidikan di HIS pada tahun 1934.

Setelah itu, Yusuf melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan menyelesaikannya pada tahun 1937. Pendidikan MULO setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikan di Algemeene Middelbare School (AMS) di Batavia (Jakarta). Yusuf menyelesaikan AMS pada tahun 1940, yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Perjalanan Karier

Setelah lulus dari AMS, Yusuf bekerja sebagai sales kendaraan di General Motor yang berlokasi di Tanjung Priok. Kemudian di masa pendudukan Jepang, Yusuf Ronodipuro aktif di Pusat Kebudayaan atau Kantor Besar Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) sebagai bagian dari seni lukis hingga tahun 1943. Di sini, ia berkenalan dengan pelukis-pelukis terkenal seperti Affandi, Sudjono, Agus Djaya, dan Oto Sjaya.

Setelah terlibat dalam seni, Yusuf bekerja di Hoso Kyoku Jakarta dari 1943 hingga 1945. Hoso Kyoku adalah stasiun radio di Jakarta yang dijalankan oleh pemerintah Jepang dan termasuk dalam jaringan Kantor Berita Domei. Meskipun siaran radio di bawah pengawasan ketat pemerintah Jepang, Yusuf menikmati perannya sebagai komentator dan reporter.

Radio Hoso Kyoku Jakarta dipimpin oleh Letkol Tomo Bachi dari Jepang, dengan Utoyo Ramlan sebagai wakil Indonesia dan Bachtiar Loebis sebagai pemimpin redaksi. Selain Yusuf, Bachtiar Loebis juga sering membawakan siaran mancanegara.

Yusuf Ronodipuro Memberitakan Proklamasi

Pada 6 Agustus 1945, Yusuf Ronodipuro mendengar berita tentang kekalahan Jepang di kantor Hoso Kyoku. Namun, berita ini tidak segera tersebar luas di Indonesia. Jepang secara resmi menyerah pada 15 Agustus 1945 dan pada 17 Agustus 1945, Ir Sukarno didampingi Mohammad Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta.

Berita proklamasi ini tidak langsung tersebar ke seluruh Indonesia. Pada pukul 13.00 WIB, sekelompok siswa dari fakultas kedokteran mencoba mendeklarasikan kemerdekaan di stasiun radio, tetapi mereka dipukul mundur oleh Jepang. Pukul 17.30 WIB, Syahruddin, seorang pewarta dari Kantor Berita Domei, berhasil masuk ke Hoso Kyoku dan menyerahkan naskah Proklamasi kepada Yusuf.

Yusuf bersama rekannya Bachtiar Loebis dan teknisi radio Joe Seragih, bekerja cepat untuk menyiarkan proklamasi. Mereka menghadapi kendala teknis karena siaran radio dijaga ketat oleh kempetai Jepang. Namun, dengan memanfaatkan studio siaran luar negeri yang tidak dijaga, mereka berhasil menyiarkan teks Proklamasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris pada pukul 19.00 WIB.

Setelah berita kemerdekaan tersebar, Yusuf dan Bachtiar Loebis disergap dan dipukuli oleh kempetai. Mereka nyaris dibunuh tetapi diselamatkan oleh pegawai Nippon yang lebih tua. Dalam keadaan terluka, Yusuf bersembunyi dan mendapatkan perawatan medis di rumah sahabatnya, Basuki Abdullah dan rumah sakit di Salemba.

Pendirian RRI

Pada 10 September 1945, Yusuf Ronodipuro bersama Bachtiar Loebis dan pemimpin radio lainnya mengusulkan pendirian stasiun radio nasional untuk mendukung perjuangan Indonesia. Untuk mewujudkan ide ini, mereka perlu mengalihkan kepemilikan Radio Hoso Kyoku dari Jepang.

Dengan upaya dan semangat yang tinggi, Hoso Kyoku akhirnya berhasil dikuasai dan diubah menjadi Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945. Yusuf menjadi kepala RRI Jakarta hingga Juli 1947 dan memperkenalkan semboyan "Sekali di Udara Tetap di Udara" untuk radio tersebut.

Namun, perjuangan Yusuf tidak berhenti di situ. Pada 21 Juli 1947, selama Agresi Militer I, Belanda berhasil merebut stasiun radio Jakarta. Yusuf bertugas sebagai penghubung dalam perundingan antara RI dan Belanda di Jakarta yang dipantau oleh PBB.

Setelah Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, Yusuf ditangkap dan dipenjara di Bukit Duri selama dua tahun. Setelah dibebaskan, ia kembali menjadi kepala RRI Jakarta pada 1950-1956.

Di RRI, Yusuf mengusulkan kepada Ir Sukarno untuk merekam ulang suara saat membaca Proklamasi Kemerdekaan. Meskipun awalnya Sukarno menolak, akhirnya ia setuju, dan rekaman suara dilakukan di studio RRI pada akhir 1951. Rekaman ini menjadi versi yang kini beredar, menggantikan versi asli saat proklamasi.

Demikian penjelasan lengkap mengenai sosok Yusuf Ronodipuro yang berjasa dalam menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Semoga bermanfaat!




(par/apl)


Hide Ads