Asal-usul Umbul Buto Klaten dan Cerita Gong Ceburkan di Dalamnya

Asal-usul Umbul Buto Klaten dan Cerita Gong Ceburkan di Dalamnya

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Sabtu, 20 Jul 2024 14:27 WIB
Umbul Buto di Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, Klaten.
Umbul Buto di Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng.
Klaten -

Wilayah Klaten kaya akan mata air atau umbul, salah satunya Umbul Buto di Desa Kedungan, Kecamatan Pedan. Mata air yang namanya berkonotasi serem karena mengambil nama buto (raksasa dalam seni pewayangan) itu ternyata tempatnya adem.

Umbul Buto berada di sisi Utara Desa Kedungan, Kecamatan Pedan di tepi perkampungan padat penduduk. Di Utara mata air tersebut persawahan padi dan palawija membentang.

Kolam umbul Buto yang mulai kusam airnya karena kemarau berada di tepi jalan desa. Mata air di umbul seukuran sekitar 8x8 meter dengan kedalaman sekitar lima meter itu dikelilingi dua pohon beringin besar dan tiga pohon gayam tua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dahannya yang besar dan daunnya yang rimbun membuat Umbul Buto tak mudah tersentuh sinar matahari. Di Utara dan timur dasar umbul yang mulai menyusut airnya terdapat saluran air mengarah ke sawah.

Di tengah air umbul yang mulai dipenuhi sampah daun, dua batu menyembul. Batu berbentuk patung topeng buto itulah yang konon menjadi asal julukan bagi Umbul Buto.

ADVERTISEMENT

"Ada empat patungnya, yang buat tidak tahu dan sejak dulu sudah ada. Lha itu (menunjuk ke bawah) mulai kelihatan batunya," ungkap Heri (50) pengelola warung di lokasi kepada detikJateng, Rabu (17/7/2024) siang.

Umbul Buto di Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, Klaten.Umbul Buto di Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Menurut Heri, umbul itu dulunya dimanfaatkan untuk pengairan sawah oleh pemerintah Belanda. Disebut Umbul Buto karena ada patungnya.

"Ya karena ada patungnya itu namanya. Dulu sering digunakan nepi (menyendiri) tapi sekarang tidak lagi, tidak ada cerita aneh-aneh," jelas Heri yang tinggal di lokasi.

Jarwo (75), warga lain menyatakan sejak dirinya kecil umbul juga sudah ada. Konon menurut cerita orang tua- tua ada pentas tayub tapi gongnya dimasukkan ke umbul itu untuk menutupi mata air yang terlalu deras.

"Ono ledek sak gamelane ditanggap, gong e dilebokne kene ben ora dadi segara (ada penari tayub bersama gamelan pentas, gamelan dimasukkan sini agar tidak jadi laut)," tutur Jarwo dengan bahasa Jawa campuran kepada detikJateng di lokasi.

Menurut Jarwo, zaman dulu umbul itu airnya banyak dan bening untuk mandi. Tetapi sekarang sudah tidak digunakan dan hanya digunakan untuk mencari angin masyarakat.

"Untuk ngadem warga. Tidak ada yang aneh-aneh setiap hari ramai untuk duduk-duduk," jelasnya.

Kades Kedungan, Kecamatan Pedan, Bagus Wahyu Dewanto, menuturkan umbul Buto dulunya dimanfaatkan untuk pengairan Belanda. Disebut Umbul Buto karena ada patung kepala raksasa buto di dasarnya.

"Di bawah itu ada patung kepala buto, jumlahnya empat dan untuk apa fungsinya kita tidak tahu. Bukan ditemukan baru karena sejak dulu sudah ada, nanti kalau puncak kemarau kelihatan," ucap Bagus Wahyu kepada detikJateng.

Umbul itu, terang Bagus Wahyu, konon berhubungan dengan dua umbul di utaranya yaitu Umbul cilik dan Umbul Gede. Umbul cilik dimanfaatkan untuk Pamsimas.

"Umbul cilik dimanfaatkan untuk Pamsimas. Yang Umbul Buto dua tahun lalu kita beri pagar dan tulisan untuk ruang terbuka hijau karena ada pohon - pohon besarnya, terutama pohon gayam," kata Bagus Wahyu.




(apl/cln)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads