Tradisi menjaga makam masih dilakukan di wilayah Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri. Mereka percaya bahwa orang yang meninggal pada Selasa dan Jumat Kliwon memiliki keistimewaan.
Salah satu warga Wonogiri selatan yang masih mempercayai tradisi itu adalah keluarga Cahyo. Mereka menunggu makam sang ayah yang meninggal dunia dua pekan lalu, tepatnya pada hari Selasa Kliwon.
Biasanya, tradisi menunggu makam ini dilakukan sejumlah orang selama 40 hari penuh. Saat ini pun makam ayah Cahyo masih dijaga sejumlah orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cahyo mengatakan tradisi itu merupakan kepercayaan yang diyakini oleh sebagian besar orang Jawa khususnya di Wonogiri selatan. Tradisi itu sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa orang yang meninggal pada hari Selasa dan Jumat Kliwon memiliki keistimewaan. Sehingga sering kali menjadi incaran penganut ilmu hitam.
"Bahwa meninggal Selasa dan Jumat Kliwon memiliki keistimewaan. (Makam) Akan menjadi sasaran para penganut ilmu hitam, pesugihan, untuk mencari bagian jenazah itu," kata Cahyo kepada wartawan, Senin (15/7/2024).
Kepercayaan itu lah yang membuat warga memutuskan untuk menunggu makam keluarganya yang meninggal selama 7 hingga 40 hari. Menurutnya, masyarakat boleh mempercayai keyakinan itu atau tidak mempercayainya.
"Keyakinan keluarga saya ketika itu memutuskan ritual tradisi yang sudah berjalan. Idep-idep (sekalian) berbakti kepada orang tua. Menjaga kemungkinan buruk," ungkap Cahyo.
Lebih lanjut dijelaskan Cahyo, kuburan ayahnya itu saat ini dijaga oleh 4 orang selama 40 hari. Empat orang itu merupakan warga setempat yang dibayar.
"Dibayar dan diberi makan tiga kali. Disediakan (di makam) kopi, camilan, dan ada terop (tenda). Dijaga siang malam. Sejak dikubur sama sekali belum ditinggal," jelasnya.
Cahyo menuturkan, biaya untuk membayar orang menjaga di makam sekitar Rp 10 juta. Biaya itu belum termasuk memberi makan dan perlengkapan lain.
Bekas Pemandian Dijaga
Selain makam, bekas pemandian mendiang sang ayah saat meninggal juga dijaga oleh keluarga. Setiap hari anggota keluarga bergantian berjaga di bekas pemandian yang masih berada di sekitar rumah.
"Jaga ya tidak tidur. Tiap malam di rumah masih ramai. Saya juga pernah menjaga saat hujan," kata Cahyo.
"Sejak kecil saya sudah mengetahui tradisi ini sebanyak tiga kali. Pakde saya, ayah teman SD saya, dan bapak saya ini. Kalau di sini meninggal Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon pasti ditunggu," lanjutnya.
Berdasarkan pantauan detikJateng, bekas pemandian jenazah ayah Cahyo diberi pagar yang terbuat dari bambu (betek). Di dalamnya ada dipan yang juga terbuat dari bambu. Ada beberapa bantal yang digunakan keluarga untuk menjaga saat malam hari.
Sementara itu, di atas makam ayah Cahyo diberi papan seperti panggung. Di area itu diberi tenda atau deklit. Papan itu digunakan untuk istirahat atau tidur yang menjaga.
Sementara itu penjaga makam, Iwan, menjelaskan dirinya menjaga makam bersama 3 orang lainnya. Jika malam jumlah yang menjaga 4 orang. Namun saat siang dibagi dua orang.
"Kalau siang ada yang pulang dan ada yang tetap jaga, dua orang. Kalau malam semua jaga. Kadang juga ada keluarga dan warga yang ikut jaga juga," kata Iwan.
(cln/aku)