Cerita Warga Wonogiri Tunggui Makam Ayah 40 Hari, Ada Mitos soal Selasa Kliwon

Cerita Warga Wonogiri Tunggui Makam Ayah 40 Hari, Ada Mitos soal Selasa Kliwon

Muhammad Aris Munandar - detikJateng
Senin, 15 Jul 2024 19:49 WIB
Makam warga yang dijaga karena meninggal pada Selasa Kliwon di Giriwoyo Wonogiri.
Makam warga yang dijaga karena meninggal pada Selasa Kliwon di Giriwoyo Wonogiri. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng.
Wonogiri -

Warga Wonogiri selatan masih menjaga tradisi menunggu makam warga yang meninggal pada Selasa Kliwon. Tidak hanya Selasa Kliwon, warga yang meninggal pada Jumat Kliwon juga wajib ditunggu makamnya. Menunggu makam ini dilakukan sejumlah orang selama 40 hari penuh.

Tradisi menjaga makam itu masih dilakukan di wilayah Kecamatan Giriwoyo. Salah satu warga yang masih mempercayai tradisi itu adalah keluarga Cahyo. Ayahnya meninggal dunia dua pekan lalu.

Saat ini makam ayah Cahyo masih dijaga sejumlah orang. Sebab ayah Cahyo meninggal pada hari Selasa Kliwon. Cahyo mengatakan tradisi itu merupakan kepercayaan yang diyakini oleh sebagian besar orang Jawa khususnya di Wonogiri selatan. Tradisi itu sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bahwa meninggal Selasa dan Jumat Kliwon memiliki keistimewaan. (Makam) Akan menjadi sasaran para penganut ilmu hitam, pesugihan, untuk mencari bagian jenazah itu," kata Cahyo kepada wartawan, Senin (15/7/2024).

Makam warga yang dijaga karena meninggal pada Selasa Kliwon di Giriwoyo Wonogiri.Makam warga yang dijaga karena meninggal pada Selasa Kliwon di Giriwoyo Wonogiri. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng

Atas kepercayaan itu, kata dia, warga memutuskan untuk menunggu makam keluarganya yang meninggal selama 7 hingga 40 hari. Menurutnya, masyarakat boleh mempercayai keyakinan itu atau tidak mempercayainya.

ADVERTISEMENT

"Keyakinan keluarga saya ketika itu memutuskan ritual tradisi yang sudah berjalan. Idep-idep (sekalian) berbakti kepada orang tua. Menjaga kemungkinan buruk," ungkap dia.

Cahyo menuturkan kuburan ayahnya itu saat ini dijaga oleh 4 orang selama 40 hari. Empat orang itu merupakan warga setempat di luar keluarga yang dibayar.

"Dibayar dan diberi makan tiga kali. Disediakan (di makam) kopi, camilan, dan ada terop (tenda). Dijaga siang malam. Sejak dikubur sama sekali belum ditinggal," jelasnya.

Bekas Pemandian Dijaga

Selain makam, kata dia, bekas pemandian mendiang sang ayah saat meninggal juga dijaga oleh keluarga. Setiap hari anggota keluarga bergantian berjaga di bekas pemandian yang masih berada di sekitar rumah.

"Jaga ya tidak tidur. Tiap malam di rumah masih ramai. Saya juga pernah menjaga saat hujan," kata Cahyo.

Makam warga yang dijaga karena meninggal pada Selasa Kliwon di Giriwoyo Wonogiri.Makam warga yang dijaga karena meninggal pada Selasa Kliwon di Giriwoyo Wonogiri. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng

Cahyo menuturkan, biaya untuk membayar orang menjaga di makam sekitar Rp 10 juta. Biaya itu belum termasuk memberi makan dan perlengkapan lain.

"Sejak kecil saya sudah mengetahui tradisi ini sebanyak tiga kali. Pakde saya, ayah teman SD saya, dan bapak saya ini. Kalau di sini meninggal Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon pasti ditunggu," kata Cahyo.

Salah satu penjaga makam, Iwan, mengatakan jika dirinya menjaga makam bersama 3 orang lainnya. Jika malam jumlah yang menjaga 4 orang. Namun saat siang dibagi dua orang.

"Kalau siang ada yang pulang dan ada yang tetap jaga, dua orang. Kalau malam semua jaga. Kadang juga ada keluarga dan warga yang ikut jaga juga," kata Iwan.

Berdasarkan pantauan detikJateng, bekas pemandian jenazah ayah Cahyo diberi pagar yang terbuat dari bambu (betek). Di dalamnya ada dipan yang juga terbuat dari bambu. Ada beberapa bantal yang digunakan keluarga untuk menjaga saat malam hari.

Sementara itu, di atas makam ayah Cahyo diberi papan seperti panggung. Di area itu diberi tenda atau deklit. Papan itu digunakan untuk istirahat atau tidur yang menjaga.

Saksikan Live DetikPagi:




(apl/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads