- Kumpulan Khutbah Jumat Muharram 2024/1446 H Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #1: Keistimewaan Bulan Muharram dan Hikmah Hijrah Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #2: Keutamaan Bulan Muharram Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #3: Sambut Muharram dengan Spirit Hijrah Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #4: 1 Muharram Adalah Momentum Introspeksi Diri Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #5: Awal Tahun Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #6: Amaliah Puasa di Bulan Muharram Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #7: Spirit Hijrah dan Perubahan Menuju Masa Depan Lebih Baik Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #8: Makna dan Hikmah Hijrah Nabi Muhammad SAW
Jumat pertama Muharram 1446 Hijriah bertepatan dengan 12 Juli 2024. Momen ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana dakwah, salah satunya melalui khutbah Jumat. Berikut ini 8 teks khutbah Jumat Muharram 2024 yang singkat dan padat!
Dikutip dari buku Tips Khutbah Jumat 15 Menit Paling Berkesan oleh Muhammad Abduh Tuasikal, teks khutbah Jumat sebaiknya singkat alias tidak terlalu panjang. Dari Jabir bin Samurah As-Suwaiy, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - لا يُطِيلُ الْمَوْعِظَةَ يَوْمَ الْجُمعَةِ إِنَّمَا هُنَّ كَلِمَاتٌ يَسِيرَاتٌ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa memberi nasihat ketika hari Jumat tidak begitu panjang. Kalimat yang beliau sampaikan adalah kalimat yang singkat." (HR Abu Daud, no 1107. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Apakah detikers ada yang mendapat amanah menjadi khatib pada Jumat pertama Muharram 1446 H? Jika ada, detikers dapat melihat 8 teks khutbah Jumat Muharram 2024 yang singkat dan padat di bawah ini.
Baca juga: 6 Khutbah Jumat Tentang Memilih Pemimpin |
Kumpulan Khutbah Jumat Muharram 2024/1446 H
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #1: Keistimewaan Bulan Muharram dan Hikmah Hijrah
(sumber: tulisan Ustadz Ahmad Ali MD dalam situs NU Jawa Barat)
Hadirin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah
Muharram merupakan satu dari bulan-bulan yang mulia (al-asyhur al-hurum), yang diharamkan berperang di bulan ini. Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan.
Oleh sebab itu, kita disunnahkan untuk melaksanakan puasa terutama di hari 'Asyura, yakni menurut pendapat mayoritas ulama, tanggal 10 Muharram. Di antara fadhilah bulan Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah subhanahu wata'ala sebagai momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan.
Keistimewaan bulan Muharram ini lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk itu, marilah kita bersama-sama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1 Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan Islam?
Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada kitab Manâqib al-Anshâr (biografi orang-orang Anshar) pada Bab Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ
"Dari Sahl bin Sa'd ia berkata: mereka (para sahabat) tidak menghitung (menjadikan penanggalan) mulai dari masa terutusnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah".
Hal itu dilakukan meskipun tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada 'Umar, "Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian"; sebagian berkata: "Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi". 'Umar berkata, "Hijrah itu memisahkan antara yang hak (kebenaran) dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk menandai kalender awal tahun Hijriah".
Hadirin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah
Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian sahabat yang berpendapat bahwa untuk awal bulan Hijriah itu: "Mulailah dengan bulan Ramadhan".
Tetapi 'Umar radliyallahu 'anh berpendapat: "Mulailah dengan Muharram", itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru Hijriah itu dimulai dengan bulan Muharram.
Dalam kitab Fath al-Bârî Syarah Kitab Shahîh al-Bukhârî, Ibn Hajar menyebutkan bahwa:
"Sebagian sahabat menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi (maulid al-Nabi), masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi.
Tetapi pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun.
Adapun waktu wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan kesedihan bagi umat. Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada peristiwa hijrah.
Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam."
Hadirin jamaah sholat Jumat Rahimakumullah
Menurut satu pendapat, ada banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam, Tahun Baru Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami pergeseran dan peralihan status: dari umat yang lemah kepada umat yang kuat; dari percerai beraian atau perpecahan kepada kesatuan negara; dari siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan penyebaran agama; dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan pertolongan yang menenteramkan; dan dari kesamaran kepada keterang-benderangan.
Di samping itu, dengan adanya hijrah itu terjadi peristiwa sungguh penting antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulh al-Hudaibiyah), dan setelah 8 (delapan) tahun Nabi SAW hijrah di Madinah, beliau kembali ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath Makkah.
Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah, Al-Quran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al-Quran mengingatkan kita:
إِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُوْلُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَٰىۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
"Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya: "Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana" (QS. Al-Taubah [9]: 40).
Allah pun telah memuji orang-orang yang berhijrah, dan Nabi SAW setelah hari kemenangan Fath Makkah bersabda:
لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوْا (مُتَّفّقٌ عَلَيْه). وَمَعْنَاهُ:لاَ هِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ لِأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ إِسْلاَمٍ
"Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Makkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diminta untuk pergi berjihad maka pergilah" (Muttafaq 'alaih dari jalur 'Aisyah radliyallahu 'anha) Maknanya: Tidak ada hijrah dari Makkah karena dia telah menjadi negeri Islam.
Hijrahnya Rasul dari Makkah ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 M., bukanlah sekadar peristiwa dalam sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita.
Yang terpenting di antaranya adalah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu tidaklah dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada penduduk Makkah. Oleh karena itu ketika beliau keluar meninggalkan Makkah beliau berkata:
وَاللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ (رواه الترميذي والنسائي عن عبد الله بن عدي بن حمراء رضي الله عنه)
Artinya "Demi Allah, sungguh kamu (Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintai Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu (Makkah) maka tiadalah aku keluar --darimu." (HR. al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Ibn Mâjah dll, dari 'Abdullâh bin 'Addî bin Hamrâ' radliyallahu 'anhum).
Ini menunjukkan betapa kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah populer menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah ekspresi kesempurnaan iman.
Dan satu hal yang penting dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia bahwa:
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ (رواه البخاري)
Artinya: "Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah" (HR. al-Bukhârî).
Hijrah di sini bermakna luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya membahayakan manusia.
Hadirin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah
Dari penjelasan tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa memperingati tahun baru Hijriah serta memuliakan bulan Muharram harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi SAW dan para sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting berikut ini:
1. Hijrah itu adalah perpindahan dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung.
2. Hijrah itu adalah perjuangan untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan.
3. Hijrah itu adalah ibadah, karenanya motivasi atau niat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan.
4. Hijrah itu harus untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan.
5. Hijrah itu adalah jalan untuk mencapai kemenangan.
6. Hijrah itu mendatangkan rezeki dan rahmat Allah.
7. Hijrah itu adalah teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogianya kita ikuti.
Hadirin jamaah sholat Jumat Rahimakumullah
Itulah keistimewaan bulan Muharram dan poin-poin penting dari hikmah hijrah. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin.
Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfâl (8) ayat 74:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ أُوْلَٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #2: Keutamaan Bulan Muharram
(sumber: tulisan Muhammad Barir yang dirilis Kementerian Agama RI)
Jamaah Jumah yang dirahmatı Allah Swt
Alhamdulillah, segala puja dan puji hanya untuk Allah, Dzat yang memberikan kita karunia dengan berbagai kenikmatan, baik iman, Islam, ihsan, juga nikmat kesehatan dan ketergerakan hati untuk kebaikan.
Sholawat beriring salam semoga tercurahkan selalu sepanjang masa untuk baginda Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing diri kita untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
Pada kesempatan ini, tak lupa khatib berwasiat kepada diri khatib sendiri juga kepada para jamaah sekalian untuk meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah Swt. dengan menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan sekuat tenaga menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Jamaah Jumah yang dirahmati Allah Swt
saat ini kita sudah memasuki bulan Muharram, Tahun Baru Islam. Muharram menjadi salah satu di antara azyhurul hurum atau bulan-bulan yang dimuliakan. Di antara asyhurul hurum adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Selain itu asyhurul hurum dalam Tafsir Ibnu Katsir juga dimaknai dengan bulan yang diharamkan perang. Hal tersebut karena keistimewaan dan mulianya bulan ini sehingga tidak diperkenankan untuk berperang. Keistimewaan azyhurul hurum ini dijelaskan dalam Al Qur'an.
تأيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَابِرَ الله ولا الشهر الحرام ولا الهندي ولا الْفَلَابِدَ وَلَا أَمِينَ الْبَيْتَ الحراميتغُونَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا
"Wahai orang-orang yang beriman. Jangan engkau langgar syiar-syiar ajaran Allah serta jangan engkau langgar azyhurul hurum, jangan kau ganggu hewan kurban dan hewan kurban yang ditandai, serta jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitul Haram. Mereka mencari karunia dan keridhaan Tuhannya. (Al-Maidah 53)
Kemudian dalam ayat yang lain dijelaskan,
إن عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللهِ النا عشر شهرًا في كتب الله يوم خلق السمواتِ وَالْأَرْضِ مِنها أربعة حرم هليك الدين القيم - فلا تَظْلِمُوا فيهن الفسكم وقاتلوا المشركين كافة كما يُقاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
"Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram." "Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa." (QS. At-Taubah 9:36)
Jamaah Jumah yang dirahmati Allah Swt.
Di dalam bulan Muharram terdapat hari yang begitu penting bagi umat Islam dan bagi umat agama samawi lainnya. Yakni hari Asyura'. Dari kata 'asyrah atau tanggal sepuluh. Asyura' menjadi hari yang bersejarah, sebagaimana Rasulullah Saw, menggambarkan pentingnya hari tersebut berdasarkan hadits:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَن النبي صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْم نجى الله فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا يلو فقال أنا أولى يموسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
"Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi saw, ketika tiba di Madinah, beliau mendapati mereka (orang Yahudi) melaksanakan puasa 'Asyura' (10 Muharram) dan mereka berkata: Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir'aun'. Lalu Nabi Musa AS mempuasainya sebagai wujud syukur kepada Allah Swt, (mendengar pernyataan orang Yahudi tersebut) maka Beliau Nabi Muhammad Saw bersabda: 'Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umat beliau untuk mempuasainya" (HR. Bukhari).
Islam melakukan penerimaan terhadap tradisi dan ajaran umat sebelumnya yang menghargai nilai serta arti penting Bulan Muharram. Dalam penerimaan tersebut, Rasulullah Saw melakukan tahapan-tahapan untuk mengenal serta sekaligus memperkenalkan Muharram sebagai sebuah bulan penting dalam fase sejarah Islam:
Fase pertama, saat Rasulullah berada di Makkah, beliau mendapati tradisi para penduduk Makkah sebelum mengenal Islam telah pula mengenal Puasa Asyura' dan beliau menghargai tradisi tersebut.
Fase kedua, saat Rasulullah telah berhijrah ke Madinah, Rasulullah mendapati pada tanggal 10 (sepuluh) Muharram para umat Yahudi baik itu dari Bani Nadhir, Bani Qoimuqah, Bani Quraizhah, dan bani Khaybar cemuanya serentak pada hari itu tidak makan dan tidak pula minum.
Dalam pandangan Rasulullah, jika umat Yahudi saja memperingati sejarah perjalanan dakwah Musa dengan berpuasa, maka beliau dan umatnya seharusnya lebih berhak memperingatinya.
Fase ketiga, puasa Asyura' pernah menjadi sebuah kewajiban bagi seluruh umat Islam. Lalu Ketika turun perintah puasa Ramadhan pada surat al-Baqarah ayat 103 pada Bulan Syaban tahun kedua Hijriyyah atau 024 M, maka puasa Asyura' tidak lagi menjadi sebuah kewajiban dan hanya menjadi kesunnahan.
Fase keempat, di penghujung usia sebelum wafatnya Rasulullah saw, beliau bersabda "lain 'isytu ida qabil, laashumanna at-tasi." ("Jikalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa sembilan Muharram").
Akan tetapi ternyata belum sampai tanggal dimaksud tiba, Rasulullah Saw, terlebih dahulu wafat, berpulang ke rahmatullah. Meski Rasullullah Saw belum sempat melaksanakan cita-cita beliau untuk puasa di tanggal sembilan Muharram, namun puasa tanggal sembilan yang disebut puasa Tasu'ah tetaplah menjadi hammiyak Rasulullah atau cita-cita beliau yang patut kita lectarikan.
Jamaah Jumah yang dirahmati Allah Swt
Itulah sejarah puasa Asyura' dan Tasu'a pada bulan Muharram. Sebuah bulan yang mendapat pengakuan dari agama-agama samawi. Sebuah bulan yang mulia, berisi tanggal yang istimewa, serta memiliki sejarah dan kisah perjuangan para nabi dan rasul Allah Swt.
Para Jamaah sekalian dengan masuknya kita di bulan Muharram ini semoga kita senantiasa bisa meneladani arti perjuangan. Perjuangan nabi-nabi terdahulu dalam membimbing umatnya.
Jika kita saat ini belum bisa berjuang untuk umat, paling tidak kita bisa berjuang untuk membimbing keluarga kita, jika kita merasa belum bisa menjadi pembimbing keluarga kita, paling tidak dimulai dengan berjuang membimbing diri kita sendiri dalam arti membimbing hati kita untuk berusaha menjadi manusia yang mulia, manusia yang berbudi luhur sebagaimana dicita-citakan oleh Nabi Muhammad saw. Karena kasih sayang beliau kepada umatnya lah beliau menyimpan syafaatnya.
Semoga kita kelak menjadi sebagian di antara orang-orang yang mendapatkan syafaat baginda Nabi Muhammad saw. Dan Muharram ini sebagaimana menjadi titik balik para nabi yang mendapat banyak karunia dan kemukjizatan, semoga juga menjadi titik balik kita untuk mendapat kehidupan yang lebih baik dunia dan akhirat. Amin amin ya Rabbal 'alamin.
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #3: Sambut Muharram dengan Spirit Hijrah
(sumber: tulisan Alif Budi Luhur dalam laman NU Jawa Timur)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Waktu mengalir terus. Disadari atau tidak, kita sampai kepada pergantian tahun Hijriah untuk kesekian kalinya. Detik menuju menit, jam, hari, bulan, hingga tahun senantiasa bergerak maju yang berarti semakin bertambah pula usia manusia.
Nah, di kesempatan istimewa ini saya mengajak kepada diri sendiri untuk meningkatkan taqwallah. Caranya dengan menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang.
Yang perlu menjadi catatan adalah, apakah dengan perubahan waktu yakni bulan Muharram ini bertambah pula keberkahan usia kita? Ini pertanyaan singkat dan hanya bisa dijawab dengan merefleksikan secara panjang-lebar jejak perjalan hidup yang sudah lewat.
Tahun baru Hijriah yang akan kita songsong setiap tahun terkandung sejarah dan nilai-nilai yang terus relevan hingga kini. Nabi sendiri tak pernah menetapkan kapan tahun baru Islam dimulai.
Begitu pula tidak dilakukan oleh khalifah pertama, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq. Awal penanggalan itu resmi diputuskan pada era khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khathab, sahabat Nabi yang terkenal membuat banyak gebrakan selama memimpin umat Islam.
Keputusan itu diambil melalui jalan musyawarah. Semula muncul beberapa usulan, di antaranya bahwa tahun Islam dihitung mulai dari masa kelahiran Nabi Muhammad. Ini adalah usulan yang cukup rasional.
Rasulullah adalah manusia luar biasa yang melakukan revolusi ke arah peradaban yang lebih baik masyarakat Arab waktu itu. Karena itu kelahirannya adalah monumen bagi kelahiran peradaban itu sendiri. Tahun baru Masehi pun dimulai dari masa kelahiran figur yang diyakini membawa perubahan besar, yakni Isa al-Masih.
Yang menarik, Umar bin Khattab menolak usulan ini. Singkat cerita, forum musyawarah menyepakati momen hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah sebagai awal penghitungan kalender Islam atau kalender Qamariyah yang merujuk pada perputaran bulan (bukan matahari). Karenanya kelak dikenal dengan tahun Hijriah yang berasal dari kata hijrah (migrasi, pindah).
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Memilih momen hijrah daripada momen kelahiran Nabi Muhammad yang dilakukan sahabat Umar dan para sahabat lainnya mengandung makna yang sangat dalam. Kelahiran yang dialami manusia adalah peristiwa alamiah yang tak bisa ditolaknya.
Nabi Muhammad pun saat lahir tak serta merta diangkat menjadi nabi kecuali setelah berusia 40 tahun. Rasulullah kala itu hanyalah bayi putra Abdullah bin Abdul Muthalib.
Hal ini berbeda dari hijrah yang mengandung tekad, semangat perjuangan, perencanaan, dan kerja keras ke arah tujuan yang jelas: terealisasinya nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil 'alamin).
Nabi memutuskan hijrah setelah melalui proses panjang selama 13 tahun di Makkah dengan berbagai tantangan dan jerih payahnya. Mula-mula berdakwah secara tersembunyi, dimulai dari keluarga, orang-orang terdekat, dan pelan-pelan lalu kepada masyarakat luas secara terbuka.
Selama itu, Rasulullah mendapat cukup banyak rintangan, mulai dari dicaci-maki, dilempar kotoran unta, kekerasan fisik, hingga percobaan pembunuhan. Semua dilalui dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan. Modal utama hingga hingga beliau berhasil menyadarkan sejumlah orang adalah akhlak mulia.
Rasulullah tampil sebagai agen perubahan di tengah masyarakat Arab yang begitu bejat. Asas tauhid melenceng jauh karena menganggap berhala sebagai Tuhan. Nilai-nilai kemanusiaan juga nyaris tak ada lantaran masih maraknya perbudakan, fanatisme suku, harta riba, penguburan hidup-hidup bayi perempuan, dan lain-lain.
Rasulullah yang hendak mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat jahiliyah mesti berhadapan dengan para pembesar suku yang iri dan tamak kekuasaan, termasuk dari pamannya sendiri, Abu Jahal dan Abu Lahab.
Pengikut Islam bertambah, dan secara bersamaan bertambah pula tekanan dari musyrikin Quraisy. Hingga akhirnya atas perintah Allah, Nabi Muhammad bersama para sahabatnya berhijrah dari Makkah ke kota Yatsrib yang kelak dikenal dengan sebutan Madinah.
Perjalanan hijrah dilakukan di malam hari dengan cara sembunyi-sembunyi dan penuh kecemasan, menghindari kejaran kaum musyrikin Quraisy. Beruntung kala di kota Yatsrib, Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya disambut positif penduduk setempat. Sebagian dari mereka mengenal Islam dan bahkan sudah berbaiat kepada Nabi saat di Makkah.
Di sinilah Nabi membangun peradaban Islam yang kokoh. Jumlah penganut semakin banyak, semangat persaudaraan antara Muhajirin dan Ansor dipupuk, dan kesepakatan-kesepakatan dengan kelompok di luar Islam diciptakan, demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang damai. Mula-mula yang dilakukan Nabi setelah hijrah adalah mengubah nama dari Yatsrib menjadi Madinah.
Mengapa Madinah yang sekarang dimaknai sebagai "kota"? Secara bahasa madînah berarti tempat peradaban. Perubahan nama ini memberi pesan tentang pergeseran pola perjuangan Nabi yang semula di Makkah banyak dipusatkan pada penyadaran pribadi-pribadi, menuju dakwah dalam konteks sosial yang terorganisasi dalam negara Madinah.
Di sini konstitusi (mitsaq al-madinah atau Piagam Madinah) dibangun, struktur pemerintahan disusun, dan aturan-aturan Islam seputar muamalah (hubungan antarsesama) banyak dikeluarkan di sana.
Tentang Piagam Madinah, Nabi menjadikannya sebagai titik temu dari masyarakat Madinah yang plural saat itu, yang meliputi orang muslim, orang Yahudi, suku-suku di Madinah, dan lain-lain. Demikianlah hijrah Nabi yang monumental itu seperti mendapatkan momentum puncaknya, yakni terwujudnya masyarakat yang beradab.
Jamaah Jumat yang Dirahmati Allah
Setidaknya ada dua poin yang perlu digarisbawahi dari ulasan tersebut. Pertama, tahun baru Hijriah harus dimaknai dalam kerangka perjuangan Nabi dalam merealisasikan nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlandaskan asas ketuhanan dalam Islam (rahmatan lil 'alamin). Nabi sebagai sosok-termasuk momen kelahirannya-memang layak dihormati, tapi ada yang lebih penting lagi yakni spirit dan prestasinya sepanjang periode risalah.
Dalam perjuangan itu ada ikhtiar, pengorbanan, keteguhan prinsip, keseriusan, kesabaran, dan keikhlasan. Yang terakhir ini menjadi sangat penting karena Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
Nabi dan para sahabatnya menunjukkan ketulusan yang luar biasa semata hanya untuk jalan Allah. Namun justru karena niat seperti inilah mereka mendapatkan banyak hal, termasuk persaudaraan, keluarga baru, hingga kekayaan dan kesejahteraan selama di Madinah.
Keikhlasan dan kerja keras dalam membangun masyarakat berketuhanan sekaligus berkeadaban berbuah manis meskipun tantangan akan selalu ada. Inilah teladan yang berikan Nabi dari hasil berhijrah.
Jamaah Jumat yang Dirahmati Allah
Poin kedua adalah kenyataan bahwa Nabi tidak membangun negara berdasarkan fanatisme kelompok atau suku. Rasulullah menginisiasi terciptanya kesepakatan bersama kepada seluruh penduduk Yatsrib untuk kepentingan jaminan kebebasan beragama, keamanan, penegakan akhlak mulia, dan persaudaraan antaranggota masyarakat.
Tujuan dari kesepakatan tersebut masih relevan kita terapkan hingga sekarang. Inilah hijrah yang tak hanya bermakna secara harfiah "pindah tempat", melainkan juga pindah orientasi: dari yang buruk menjadi yang baik, dari yang baik menjadi lebih baik. Dan Rasulullah meneladankan, perubahan tersebut tak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk masyarakat secara kolektif.
Semoga pergantian tahun hijriah membawa keberkahan bagi umur kita dengan belajar dari peristiwa hijrah Rasulullah yang monumental lengkap dengan nilai-nilai positif di dalamnya.
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #4: 1 Muharram Adalah Momentum Introspeksi Diri
(sumber: tulisan HM Shafwan dalam dokumen unggahan Kemenag Gorontalo)
Sidang Jumat Rahimakumullah
Segala Puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan ridha-Nya kita semua berada dalam keadaan sehat wal-afiat. Semoga limpahan berkah dan karunia yang tiada pernah putus dari-Nya, senantiasa meliputi suasana kita semua dalam melaksanakan segala aktifitas di alam dunia ini.
Shalawat dan salam atas junjungan Rasulullah Saw, senantiasa kita teguhkan dalam hati dan akal kita. Semoga kita semua akan mendapatkan syafaat darinya di alam akhirat kelak nanti.
Momen 1 Muharram adalah memperingati awal hijrahnya Rasulullah Saw dari Mekah ke Yatsrib (Medinah). Rasulullah dan sahabat-sahabatnya berhijrah bukan karena ingin beristirahat dan hidup tenang, atau mencari dunia, atau mencari tempat yang aman karena takut serangan kaum kafir Quraisy.
Akan tetapi, hijrahnya Rasulullah semata-mata karena perintah Allah Swt. Kandungan ayat 89 surat al-Nisa, memberi makna bahwa: "orang-orang kafir hendak menjadikan kamu menjadi kafir sebagaimana mereka. Maka berhijrahlah dengan ketentuan Allah dan berjihadlah melawan mereka".
Dengan ayat ini Umar Ibn Khattab mengancam kaum kafir jika mereka menghalangi perjalanan hijrah Rasulullah bersama para sahabat. Ketaatan Rasulullah Saw bersama para sahabatnya di dalam menjalankan perintah milah yang menyebabkan turunnya pertolongan Allah Swt, sehingga lahirlah kejayaan Islam.
Dengan peristiwa ini, khalifah Umar Ibn Khattab pada masa 4 tahun beliau berkuasa atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah tersebut, beliau menetapkan Tahun Hijrah bagi umat Islam sebagai tahun yang resmi digunakan untuk semua urusan dalam pemerintahannya.
Jama'ah yang berbahagia
Kita yang masih hidup di zaman ini, di alam yang serba aman, dengan lingkup kemoderenan yang hampir tiada batas, perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat terbuka, kemajuan teknologi dan informasi yang menjadikan dunia ini kecil dan sempit, masihkah hijrah itu perlu untuk kita lakukan ? Ini sebuah pertanyaan yang harus mendapat jawaban.
Kenyataan kehidupan yang sering tersajı untuk pendengaran dan pandangan kita saat ini, menggambarkan suasana yang telah menafikan kondisi zaman yang sedang kita jalani. Kesejahteraan umat manusia seolah lenyap di tangan penguasa yang sejahtera. Peraturan dan pengatur tidak lagi memiliki keteraturan.
Hukum dan agama tidak berada dalam ranah keteladanan. Sistem perekonomian lebih condong melatih orang untuk hidup materialistis. Karakter budaya dan sosial hilang dari semangat kepedulian. Ilmu pengetahuan seolah telah membelenggu kearifan, dan masih banyak lagi ketimpangan yang membuat hidup ini tidak nyaman di alam yang serba aman.
Sungguh, dalam peristiwa hijrah Rasulullah terdapat suri teladan yang sangat tinggi nilainya, diantaranya adalah mengajarkan kesabaran dari segala kesulitan hidup, mengajarkan semangat perjuangan melawan hawa nafsu, dan mengajarkan umat manusia untuk senantiasa bersyukur atas nikmat kehidupan.
Dengan sabar kita akan beroleh keteguhan jiwa, dengan jihad melawan hawa nafsu kita akan beroleh keteguhan iman, dan dengan bersyukur kita akan beroleh keduanya sekaligus menegakkan rasa hidup bersama di bumi Allah ini.
Barangkali ketiga pelajaran ini, yakni sabar, jihad, dan syukur yang terkandung di dalam peristiwa hijrah Rasulullah Saw dapat dijadikan modal utama di dalam menghadapi tantangan yang sedang kita hadapi sekarang ini.
Jama'ah yang berbahagia
Dengan memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 1 September 2019 Masehi, marilah kita semarakkan semangat persatuan demi tegaknya ukhuwah insaniyah dan ukhuwah wathoniyah di NKRI.
Kita lahirkan kembali sikap keteladanan yang seolah musnah ditelan gelombang egoisme sektoral yang telah melanda kondisi kita. Dengan semangat saling mengingatkan, kita suburkan nilai-nilai kebenaran, dalam bingkai syukur yang mendalam atas karunia Allah, Tuhan Rabbul 'Alamin.
Barangkali patut untuk kita renungkan kembali makna yang dikandung oleh ayat 7 surat Ibrahim:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لئن شكرتم لأزيدنكم وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"
Ayat ini menggambarkan secara jelas bahwa syukur itu berlawanan dengan kufur. Orang yang bersyukur pastilah tidak kufur, sebaliknya orang kufur pastilah tidak bersyukur.
Di sisi lain syukur itu sangat dekat dengan kenikmatan, sedangkan kufur sangat dekat azab. Oleh karena itu, dengan memperingati Tahun Baru Hijriah marilah kita gemarkan bersyukur sekaligus untuk menghindarkan kekufuran
Bersyukurlah dengan cara menjalankan ketentuan yang telah Allah Swt tetapkan dalam risalah para Nabi dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw seraya menjauhkan kekufuran dengan cara meninggalkan perbuatan yang merusak tatanan ajaran Islam, yang pada gilirannya hanya akan mendatangkan murka dan azab Allah Swt.
Yaa Allah Tuhan yang Maha Pengampun, ampunilah dosa-dosa kami, tuntunlah kami dengan hidayah-Mu setelah datangnya ampunan-Mu, agar kami senantiasa gemar bermohon kepada-Mu.
"Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 Hijriyah". Semoga Allah Swt. senantiasa menerima amal bhakti dan perjuangan kita selama ini, dan melindungi dengan rahmat dan karunia-Nya terhadap niat dan langkah kita kedepan. Amin, ya mujibassailin.
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #5: Awal Tahun
(sumber: dokumen bertajuk Khutbah Bulan Muharam yang diunggah NU Kediri)
Hadirin Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah...
Setelah memuji kepada Allah Swt, bershalawat kepada Baginda Nabi Agung Muhammad Saw, keluarga, serta sahabatnya, izinkan saya untuk berwasiat kepada hadirin semua, khususnya pada diri saya sendiri.
Marilah kita selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt, dengan selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Yakni mengerjakan apa yang diperintahkan, serta menjauhi apa yang dilarang, kapan pun dan di mana pun, dalam keadaan bagaimana pun, senang maupun susah, gembira ataupun sedih.
Karena dengan kita bertakwa, Allah Swt pasti akan menjamin kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat, juga memberikan jalan keluar atas setiap masalah yang kita hadapi.
Hadirin Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah...
Sesungguhnya telah lampau dari masa hidup kita yaitu tahun yang mana Allah Swt telah mengalungkan pada kita suatu nikmat yang tidak mampu untuk kita syukuri, dan menjaga kita dari kejelekan-kejelekan yang tidak mampu kita tolak.
Maha suci Allah Swt tidak ada tempat mengungsi kecuali padanya, semoga Allah Swt menerima kebaikan-kebaikan yang diberikan pada kita, dan mengampuni kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan oleh kita. Dan semoga Allah Swt memberikan semua yang kita inginkan, dan memberikan ridho pada semua yang kita cita-citakan.
Para hadirin jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah Swt, kita benar-benar menghadapi tahun baru, di mana kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita, karena sesungguhnya yang mengetahui semua itu hanyalah Allah Swt, demi Zat Kekuasaan Allah bahwa Raja langit dan bumi itu adalah Allah Swt, apabila semua makhluk berkumpul untuk merubah suatu keadaan maka sesungguhnya yang merubah beberapa keadaan hanyalah Allah Swt.
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ بَيْنَ مَخَافَتَيْنِ: بَيْنَ أَجَلٍ قَدْ مَضَى لَا يَدْرِي مَا اللَّه قَاضٍ فِيهِ وَبَيْنَ أَجَلٍ قَدْ بَقِي لَا يَدْرِي مَا الله صَانِعُ بِهِ فَلْيَأْخُذِ الْعَبْدُ مِنْ نَفْسِهِ لِنَفْسِهِ وَمِنْ دُنْيَاهُ لِآخِرَيْهِ، وَمِنَ الشَّبِيبَةِ قَبْلَ الْكِبَرِ، وَمِنْ حَيَاتِهِ قَبْلَ الْمَمَاتِ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا بَعْدَ المَوْتِ مِنْ مُسْتَعْتَبٍ، وَلَا بَعْدَ الْدُنْيَا مِنْ دَارِ إِلَّا الْجَنَّةُ أَوِ النَّارُ
"Sesungguhnya hamba yang mukmin itu di antara dua kekhawatiran: yaitu di antara masa yang sudah lewat, tidak tau apa yang diputuskan Allah Swt pada masa itu, dan di antara masa yang akan datang, tidak tau apa yang Allah Swt akan lakukan di masa yang akan datang. Maka hendaknya hamba yang mukmin mempersiapkan dirinya untuk dirinya, dunianya untuk akhiratnya. Dan mempersiapkan mudanya sebelum tua, hidupnya sebelum mati. Maka demi Zat yang aku ada dikekuasaan-Nya, tidak ada hal yang dianggap sulit setelah mati, tidak ada rumah setelah dunia kecuali surga atau neraka,"
Namun Allah Swt telah memberikan ikhtiar pada kita agar kita selalu berbuat baik atau merubah perilaku kita yang jelek menjadi kebaikan, Allah Swt telah berfirman dalam Al-Quran surat ar-Ra'du ayat 11:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغْيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ.
"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga kaum itu merubah pada dirinya." (QS. Ar-Ra'du: 11)
Dalam sebuah Hadis Qudsi diriwayatkan:
قَالَ الرَّبُّ وَعِزَّنِي وَارْتَفَاعِي فَوْقَ عَرْشِي مَا مِنْ أَهْلِ قَرْيَةً وَلَا أَهْلِ بَيْتٍ كَانُوا عَلَى مَا كَرِهْتُهُ مِنْ مَعْصِيَنِي ثُمَّ تَخَوَّلُوا عَنْهَا إِلى مَا أَحْبَبْتُ لَهُمْ مِنْ طَاعَنِي إِلَّا حَوَّلْتُ بِهِمْ عَمَّا يَكْرَهُونَ مِنْ عَذَابِي إِلَى مَا يُحِبُّونَ مِنْ رَحْمَتِي
Tuhan berfirman: "Demi sifat keagungan-Ku dan keluhuran-Ku di atas 'Arsy-Ku, tidaklah dari penduduk desa atau rumah itu selalu melakukan hal-hal yang Aku benci berupa maksiat kepada-Ku kemudian mereka berusaha merubahnya pada hal-hal yang Aku sukai untuk mereka berupa patuh kepada-Ku, kecuali Aku merubah mereka dari hal-hal yang mereka benci berupa siksa-Ku pada hal-hal yang mereka sukai berupa pahala-Ku".
Hadirin Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah...
Berusahalah agar menjadi orang yang selalu berbuat baik dan lebih baik dari sebelumnya, dan berdoalah pada Allah Swt agar merubah perilaku kita dari yang jelek menuju yang baik, dari yang baik menuju yang lebih baik.
اللَّهُمَّ يَا مُحَوّلَ الْأَحْوَالِ حَوِّلَ أَحْوَالَنَا إِلَى أَحْسَنِ الْأَحْوَالِ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ يَا عَزِيزُيَا مُتَعَال.
Ya Allah, Tuhan yang merubah segala keadaan, rubahlah keadaan kami menjadi lebih baik dengan kekuatanmu wahai, Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Agung.
Bertakwalah pada Allah Swt, dan tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan penganiayaan dan semoga Allah Swt merubah perilaku kita pada hal yang lebih baik.
Allah Swt berfirman, dan dengan firman-Nya seorang hamba akan mendapatkan petunjuk.
وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُولُ ، وَبِقَولِهِ يَهْتَدِي المُهْتَدُونَ : وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ.
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالِ
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #6: Amaliah Puasa di Bulan Muharram
(sumber: tulisan Akhmad Taqiyuddin Mawardi dalam situs NU Jombang)
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Pada Jumat pertama tahun 1446 hijriah ini, khatib berpesan kepada diri khatib pribadi, maupun kepada jamaah sekalian. Marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan imtitsaalul awaamir, wajtinaabun nawahiih. Menjalankan segala perintah Allah sejauh batas maksimal kemampuan kita. Dan menjauhi segala larangan Allah tanpa terkecuali.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat Asyhurul Hurum. Bulan yang dimuliakan. Yang tiga bulan berurutan, dan yang satu bulan terpisah. Yang berurutan adalah bulan Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan yang terpisah adalah bulan Rajab. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 36:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya, "Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram." "Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa."
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Dalam kitab Al-Lisan dijelaskan, bahwa bulan pertama dalam kalender Islam, dinamakan Muharram. Orang Arab menamakan demikian, karena pada bulan Muharram mereka tidak memperbolehkan peperangan.
Bulan Muharram sering disebut dengan istilah Syahrullah Muharram. Penyandaran bulan ini pada lafal Jalalah, sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan Muharram. Sebagaimana Ka'bah yang disebut sebagai Baitullah.
Dalam Kitab I'anatut Thalibin diterangkan banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan Muharram. Antara lain:
1. Diterimanya tobat Nabi Adam setelah diturunkan dari surga.
2. Diangkatnya Nabi Idris ke tempat yang tinggi.
3. Diturunkannya Nabi Nuh dari kapal, setelah banjir besar.
4. Diselamatkannya Nabi Ibrahim dari kobaran api raja Namrud.
5. Diturunkannya kitab Taurat pada Nabi Musa as.
6. Dikeluarkannya Nabi Yusuf dari penjara.
7. Disembuhkannya kebutaan Nabi Ya'qub dengan wasilah pakaian Nabi Yusuf
8. Disembuhkannya Nabi Ayyub dari sakit kulit yang berkepanjangan.
9. Dikeluarkannya Nabi Yunus dari perut ikan Nun.
10. Terbelahnya lautan bagi Bani Israil yang melarikan diri dari kejaran Fir'aun Mesir.
11. Diampuninya Nabi Dawud dari kelalaiannya.
12. Nabi Sulaiman diberi kekuasaan berupa kerajaan.
13. Diangkatnya Nabi Isa ke langit setelah dikepung bangsa Romawi.
14. Diampuninya kesalahan Nabi Muhammad saw yang telah lewat dan yang akan datang.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Terdapat banyak amaliah utama di bulan Muharram. Yang paling penting adalah puasa. Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan:
قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم: «أفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ: شَهْرُ الله المُحَرَّمُ، وَأفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعدَ الفَرِيضَةِ: صَلاَةُ اللَّيْلِ». رواه مسلم
Artinya, "Nabi saw bersabda, puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada Syahrullah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat lail." (HR. Muslim).
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Puasa yang sangat dianjurkan pada bulan Muharram adalah puasa Asyura yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Puasa Asyura memiliki fadlilah/keutamaan yang besar. Allah mengampuni dosa satu tahun yang telah lewat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. رواه مسلم
Artinya, "Puasa Arafah diganjar oleh Allah berupa terleburnya dosa setahun yang telah lalu dan setahun sesudahnya. Sedangkan puasa Asyura diganjar oleh Allah berupa terleburnya dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim).
Hadits ini menunjukkan besarnya anugerah Allah kepada kita. Bagaimana puasa satu hari bisa melebur dosa satu tahun.
Dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Imam Nawawi menjelaskan, bahwa dosa yang diampuni saat puasa Asyura adalah dosa-dosa kecil. Bila tidak didapati dosa kecil pada diri seseorang yang puasa Asyura , maka ganjaran puasanya dicatat sebagai amal kebaikan yang meningkatkan derajatnya.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.
Diriwayatkan pula betapa Rasulullah memberi perhatian lebih terkait pelaksanaan puasa Asyura. Disebabkan keagungan puasa ini. Sahabat Ibnu Abbas menyatakan dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhori:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
Artinya, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah sangat menekankan puasa kecuali pada hari Asyura dan pada bulan Ramadhan."
Sejarah pensyariatan puasa Asyura tercatat dalam Hadits riwayat Imam Al-Bukhari. Ketika awal Rasulullah hijrah ke Kota Madinah. Rasulullah melihat kaum Yahudi berpuasa di tanggal 10 Muharram. Nabi bertanya kepada mereka terkait alasan berpuasa.
Kaum Yahudi menjawab bahwa hari Asyura adalah hari baik. Di mana Allah selamatkan Bani Isra'il dari musuh mereka. Allah juga menenggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya. Maka Nabi Musa berpuasa tiap hari itu.
Sebagai wujud rasa syukur pada Allah. Kemudian Nabi bersabda : "Aku lebih pantas meniru Nabi Musa daripada kalian". Dari peristiwa ini, Nabi berpuasa dan menganjurkan kepada umat Islam untuk turut melaksanakan puasa Asyura.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah biasa disebut dengan istilah puasa Tasu'a. Diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas, ketika Rasulullah berpuasa Asyura, dan memerintahkan para sahabat mengerjakannya, para sahabat berkata bahwa hari Asyura adalah hari yang dimuliakan kaum Yahudi dan Nasrani. Mendengar hal ini, Nabi bersabda:
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
Artinya, "Tahun depan insyaallah aku akan berpuasa juga pada tanggal sembilan Muharram."
Sahabat Ibnu Abbas menyatakan bahwa keinginan Rasulullah untuk berpuasa Tasu'a ini tidak terlaksana, karena kewafatan Rasulullah. (HR. Muslim)
Dalam kajian ilmu hadits, keinginan Rasulullah yang tidak sampai terlaksana, tetap dihukumi sunnah. Dan mendapat pahala bagi yang mengerjakannya. Terlebih spirit dari puasa Tasu'a itu sendiri guna menghindari tasyabbuh/keserupaan dengan kaum Yahudi dan Nasrani.
Imam Syafi'i menyatakan bahwa puasa Tasu'a dan Asyura sama-sama disunnahkan. Karena Nabi telah melaksanakan puasa Asyura, dan berkeinginan melaksanakan puasa Tasu'a.
Dari sini kita ketahui bahwa paling tidak di bulan Muharram, seorang Muslim disunnahkan berpuasa Asyura. Dan lebih baik lagi bila ditambah dengan puasa Tasu'a. Dan semakin banyak berpuasa di bulan Muharram, itu lebih utama.
Semoga kita termasuk orang yang ditakdirkan Allah menjadi orang yang mampu melaksanakan amal-amal yang utama. Menjadi pribadi yang semakin baik di tahun baru 1446 hijriah ini.
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #7: Spirit Hijrah dan Perubahan Menuju Masa Depan Lebih Baik
(sumber: tulisan Moch Taufiqurrahman dalam situs resmi Masjid Istiqlal)
Jama'ah sholat Jumat yang berbahagia, segala Puji hanya milik Allah subhanahu wata'ala, shalawat dan salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, keluarga beliau dan sahabat beliau.
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata'ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.
Jama'ah sholat Jumat rahimakumullah, saat ini kita telah berada di bulan Muharram, yang berarti kita baru saja memasuki tahun baru Hijriah 1445 H. Pada setiap awal tahun hijriah umat Islam di seluruh dunia memperingati peristiwa hijrah, meski sebagian ada yang tidak merayakannya.
Namun, lebih dari sekedar kemeriahan yang dipersiapkan menyambut tahun baru hijriah, secara lebih spesifik, kita sebagai seorang muslim memiliki kesiapan mengisi momentum berharga tersebut dengan semangat perubahan.
Layaknya seperti sebuah perusahaan yang tiap akhir tahun senantiasa melakukan evaluasi dan rekapitulasi, demikian pula seharusnya seorang muslim pada waktu pergantian tahun. Selain sebagai media evaluasi, juga sebagai sarana untuk merancang tahun depan lebih baik lagi.
Makna Hijrah
Tahun baru hijriah merupakan sistem penanggalan Islam yang didasarkan pada peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Khalifah Umar bin Khattab figur yang amat berjasa dalam penetapan awal tahun hijriah atau penanggalan tahun hijrah.
Penanggalan tersebut tidak dibuat berdasarkan hari lahir Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, bukan pula hari wafat beliau, melainkan pada suatu peristiwa bersejarah yakni hijrah beliau dari Mekah ke Madinah (waktu itu bernama: Yasrib).
Peristiwa itu terjadi pada 2 Juli 622 M bertepatan dengan 12 Rabiulawal. Hijrah ke Madinah meski bukanlah hijrah pertama bagi umat Islam --sebelumnya sekelompok muslim melakukan hijrah ke Habasyah (Ethiopia)-- peristiwa tersebut merupakan tonggak sejarah yang sangat strategis. Ia merupakan awal dari babak baru perjuangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Masa kenabian bisa dibagi atas dua babak: masa Mekah dan masa Madinah. Pada masa Mekah, Nabi mengadakan revolusi akidah atau revolusi mental. Kemusyrikan diganti dengan tauhid. Dengan tauhid manusia menentukan pilihan, Tuhanlah yang menjadi objek kecintaan dan pengabdian, bukan manusia apalagi materi.
Tiga belas tahun lamanya Nabi berdakwah dan berjuang di Mekah menghadapi masa-masa berat penuh ancaman dan penderitaan. Hijrah ke Madinah merupakan momentum perubahan dan pembebasan umat Islam dari semua belenggu diskriminasi dan kezaliman.
Orang-orang muslim yang berhijrah dari Mekah disebut Muhajirin, sedangkan penduduk muslim Madinah yang menolong mereka dinamakan Anshar (kaum penolong).
Hijrah Rasul ke Madinah bersama sahabatnya (laki dan perempuan) membawa perubahan signifikan dalam sejarah Islam. Ketika di Mekah, umat Islam teraniaya, tertindas, diboikot, berada di bawah kuasa politik kaum musyrik Quraisy.
Sebaliknya, di Madinah umat Islam menjadi pemegang kendali politik kekuasaan. Pada masa Madinah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengadakan reformasi jemaah, reformasi sosial, kefanatikan suku diganti dengan paham kemanusiaan yang lebih luas.
Meskipun secara fisik peristiwa hijrah dikaitkan dengan aktivitas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat, bagi umat Islam masa kini tetap terbuka kesempatan melakukan hijrah. Dalam konteks ini hijrah bermakna melakukan upayaupaya transformasi dan rekonstruksi diri dan masyarakat menuju kualitas yang lebih beradab.
Jamaah yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, Ragib Al-Isfahani (w. 502 H/1108 M), pakar leksikografi alQuran, berpendapat istilah hijrah mengacu pada tiga pengertian. Pertama, meninggalkan negeri yang penduduknya sangat tidak bersahabat menuju negeri yang aman dan damai.
وَقَالَ اِنِّيْ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ
Artinya : "Dan dia (Ibrahim) berkata, "Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap) kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku" (QS. as-Saffat/37 : 99)
Kedua, meninggalkan syahwat, akhlak buruk dan dosa-dosa menuju kebaikan dan kemaslahatan (QS. al-Ankabut/29: 26).
فَاٰمَنَ لَهٗ لُوْطٌۘ وَقَالَ اِنِّيْ مُهَاجِرٌ اِلٰى رَبِّيْ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Artinya : "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, "Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku; sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana" (QS. al-'Ankabut/29: 26).
Ketiga, meninggalkan semua bentuk kemaksiatan, narsisme, dan hedonisme menuju kesadaran kemanusiaan dengan cara mujahadah an-nafs (mengontrol hawa nafsu).
والمهاجر من هجر ما بحى الله عنه
Jamaah yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, kata hijrah dalam al-Qur'an banyak disebut secara bergandengan dengan kata iman dan jihad. Sebagai contoh:
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ
Artinya : "Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan" (QS. at-Taubah/9: 20).
Ini menunjukkan bahwa hijrah dan sikap perlawanan terhadap berbagai bentuk kezaliman dan kemaksiatan merupakan buah dari keimanan yang tulus dan sejati. Seorang Muslim yang baik pasti tidak akan pernah tinggal diam menyaksikan berbagai kezaliman dan penindasan, terutama kepada kaum lemah.
Seorang Muslim yang baik tidak pernah merasa nyaman ketika berada dalam kemaksiatan. Penyebutannya yang sering diikuti dengan kata jihad menunjukkan bahwa hijrah memerlukan perjuangan dan pengorbanan.
Spirit Hijrah Menuju Perubahan
Hijrah dalam kehidupan manusia dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Obyeknya bisa berupa tempat, dan bisa berupa keadaan. Bisa dilakukan secara fisik/ material dan bisa dilakukan secara maknawi / spiritual.
Hijrah secara fisik/ materil dari Mekkah ke Madinah, telah dinyatakan selesai dengan ditaklukkannya kembali kota Mekkah pada tahun ke-8 Hijriah. Yang tersisa adalah hijrah secara mental-spiritual.
Hijrah mental spiritual sejatinya proses internalisasi tauhid sekaligus transformasi sosial kemanusiaan, dari budaya jahiliyah menjadi budaya hadharah (peradaban) Islam yang agung.
Pesan moralnya bahwa spirit hijrah adalah semangat perubahan dan perbaikan tanpa henti menuju peningkatan kualitas iman, ilmu, dan takwa, ketakwaan personal dan sekaligus ketakwaan sosial.
Hijrah mental spiritual menghendaki kita meninggalkan mindset dan budaya lama yang merugikan bangsa, seperti korupsi, pembalakan dan pembakaran hutan, melakukan tindak kekerasan, pelanggaran HAM, penyalahgunaan kekuasaan, dan sebagainya.
Jamaah yang dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, perubahan mindset paling mendasar dalam spirit hijrah ialah memperbarui kesaksian (syahadat) dan komitmen berakhlak mulia. Kesaksian teologis, bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad ialah rasul-Nya, menghendaki hijrah sejati dengan pembuktian kesalehan autentik dalam bentuk sikap, perilaku, dan karakter positif.
Oleh karena itu, perubahan besar selalu dimulai dari diri sendiri, dengan peneguhan niat yang tulus dan benar. Ketika hendak hijrah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengedukasi para sahabatnya,
"Amal itu sangat ditentukan oleh niatnya. Segala sesuatu itu ditentukan apa yang menjadi niat (komitmen hatinya). Siapa yang berhijrah karena Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya akan menuju Allah dan rasul-nya. Sebaliknya, siapa yang berhijrah karena 'berambisi' meraih keduniaan atau mengharapkan perempuan untuk dinikahinya, hijrahnya hanya mendapat apa yang diniatinya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, hijrah menuju ridha Allah harus diawali dari mindset mental spiritual yang suci dan mulia.
Hijrah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menuju perubahan ke arah lebih baik ditunjukkan dengan memberikan teladan kebajikan paripurna sebagai the best role model (uswah hasanah).
Melalui hijrah, beliau menampilkan contoh mendidik dengan cinta yang tulus dengan mewakafkan jiwa dan raganya untuk umatnya. Beliau menanamkan pendidikan kepribadian dengan sentuhan hati: menyayangi, bukan melaknati. Beliau mendidik dengan penuh keikhlasan, ketekunan: tidak kenal lelah dan tidak pernah menyerah. Terus memberikan motivasi dan inspirasi.
Beliau juga mendidik para sahabatnya dengan penuh kesabaran: tidak mudah emosi, tidak menyakiti, tetapi menjadikan peserta didik sebagai mitra sejati.
Hijrah menuju menuju perubahan ke arah yang lebih baik idealnya bermuara pada terwujudnya sikap batin yang memotivasi dan melahirkan karakter yang positif, baik, dan mulia secara spontan.
Oleh karena itu, spirit hijrah menuju perubahan perlu diorientasikan kepada, pertama, proses humanisasi warga bangsa menjadi berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur.
Kedua, menanamkan rasa malu dan etos berbuat dan berlomba-lomba dalam kebajikan (fastabiqul khairat) sesuai dengan hati nurani.
Ketiga, menghargai kehidupan dengan berbuat yang terbaik dan bermanfaat bagi orang lain demi kemajuan, kebaikan, dan kebahagiaan bangsa. Jadi, hijrah itu harus diniati dan diisi multikesalehan agar jalan menuju kesuksesan terbuka lebar dan penuh harapan.
Teladan hijrah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menuju perubahan harus diaktualisasikan sebagai energi positif dan inspirasi penggerak perubahan sosial ke arah lebih baik dan positif. Kiblat pembangunan bangsa ini perlu 'diluruskan' agar tidak melenceng dari ridha Allah.
Spirit hijrah menuju perubahan ke arah lebih baik mengajarkan kita semua untuk selalu berbuat dan berkontribusi terbaik untuk kemajuan umat dan bangsa. Akhirnya, kita berdoa semoga di tahun baru ini kita lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Teks Khutbah Jumat Muharram 2024 #8: Makna dan Hikmah Hijrah Nabi Muhammad SAW
(sumber: buku Kumpulan Naskah Khutbah Jumat: Membentuk Generasi Qur'ani terbitan Kemenag)
Jama'ah jum'at yang berbahagia!
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya, yakni dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Saat ini kita dalam suasana 1 Muharram, yaitu peringatan hijrah Nabi Muhammad SAW.
Jama'ah jum'at yang berbahagia!
Prof. Dr. Mahmud Syaltut dalam kitabnya yang berjudul Min Taujihatil Islam من توجيهات الإسلام membagi hijrah kepada dua macam:
Pertama: Hijrah Qalbiyah (hijrah mental) yang sering disebut juga-hijrah atau hijrah hati nurani, rohani.
Kedua: Hijrah Badaniah (hijrah fisik), yaitu hijrah yang bersifat fisik, jasmaniah.
Pendapat sebagian ahli tarikh mengatakan bahwa hijrah Nabi SAW dimulai pada usia 8 tahun, begitu kakeknya Abdul Muthalib wafat, beliau mengikuti pandangan Abu Thalib sesuai amanat Abdul Muthalib.
Mengapa Abdul Muthalib menitipkan Muhammad SAW kepada Abu Thalib, bukan kepada pamannya yang lain yaitu Abu Lahab yang kaya raya, yang terkenal dan berpengaruh, sekaligus sebagai politikus Mekkah saat itu?
Para ulama berpendapat, karena Abu Lahab tidak. termasuk orang yang dapat diandalkan untuk mendidik anak. Sedangkan pamannya yang lain, seperti Abbas yang kaya, bangsawan dan teknokrat pada zamannya, mempunyai sifat yang mementingkan diri sendiri dan sulit mendidik, terlebih-lebih memberi teladan.
Begitu juga Hamzah yang bertemperamen tinggi, senang berkelahi, berperang. Kalau latihan berkelahi tidak cukup hanya dengan manusia yang gagah, tapi turun ke gurun pasir untuk mencari singa.
Abdul Muthalib sampai pilihannya kepada Abu Thalib, karena di dalam diri Abu Thalib terpancar sifat-sifat kebapaan, lemah-lembut, sosial dan sebagainya, sebagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh Abdullah ayahanda Muhammad SAW.
Kita ketahui bahwa usia 8 tahun seperti usia Muhammad saat itu sampai 16 tahun adalah masa pembentukan watak. Masa-masa itu sangat mudah terpengaruh dan peka terhadap sesuatu yang masuk melalui indranya dan direkam dengan sepenuh di dalam hatinya karena jiwanya begitu tajam, hal itu akan mewarnai corak jiwanya.
Umur antara 17 dan 18 tahun ialah masa pematangan: watak. Muhammad SAW menggembalakan kambing sejak usia 8 sampai 20 tahun; selama 12 tahun itulah beliau hijrah dalam dua hal:
1. Hijrah dari lingkungan kambing yang jahiliyah. Watak pengembala
2. Hijrah dari watak kambing itu sendiri.
Pengembala kambing yang jahiliyah tidak mempunyai sifat kemanusiaan, ia mengambil sesuatu yang bukan miliknya untuk kepentingan pribadinya. Muhammad SAW tidak terpengaruh oleh hal yang demikian, karena dalam dirinya sudah terpatri sikap mental yang kuat berkat bimbingan Abu Thalib, pamannya.
Adapun kambing, seperti yang kita ketahui mempunyai naluri yang lebih rendah dari binatang anjing, kucing, harimau dan gajah. Muhammad SAW hijrah dari yang digembalakan, karena Allah SWT memberi irsyad (petunjuk) kepada beliau mengingat kelak akan memimpin umat yang wataknya seperti kambing (jahiliyah).
Sejak usia 20 tahun beliau tidak lagi menggembalakan kambing, tetapi beralih kepada perdagangan. Beliau juga hijrah dari watak pedagang yang lazim pada waktu itu, yakni meluaskan praktek-praktek kecurangan danpenipuan.
Jama'ah jum'at yang berbahagia!
Kalau beliau berdagang ditanya pembeli "Ini harganya berapa?" jawabnya: "Saya mengambil dari yang punya di Mekkah sekian, saya berjalan dari Mekkah menuju Syam (Syiria), ke Damaskus pergi sekian hari, pulang sekian hari. terserah anda berapa akan memberi saya untung".
Ini cara beliau untuk tidak khianat kepada yang punya barang, dan sebaliknya juga pada pembeli. Jadi prinsip beliau dalam berdagang adalah kejujuran.
Nabi Muhammad SAW menikah pada umur 25 tahun dengan Khadijah yang telah berumur 40 tahun. Dari usia 25 sampai 36 tahun, sebelas tahun lamanya beliau berhijrah dari watak orang jahiliyah karena kebiasaan di waktu itu, kalau kawin dengan janda kaya yang diharapkan hartanya saja. Begitu memperistri Khadijah yang kaya, maka beliau bekerja keras ikut memimpin. Khadijah tanggap akan hal ini, maka kepemimpinan usaha diserahkan kepadanya.
Begitu kepemimpinan dipercayakan kepada Muhammad SAW, usaha perdagangannya semakin maju, hampir sepertiga jalur perdagangan jurusan Yaman dan Syam (Syiria) dikuasainya.
Kemudian setelah itu Muhammad SAW berkhalwat ke Gua Hira, seminggu berada di Gua Hira dan seminggu berada di rumah, begitu yang beliau lakukan selama 4 tahun hingga mencapai usia 40 tahun. Demikianlah Nabi Muhammad SAW telah menempa jiwanya dengan metode hijrah.
Beliau turun ke kota Mekkah dan hijrah lagi 13 tahun lamanya pada masa kerasulan di Mekkah. Hijrah dari wataknya orang-orang jahiliyah yang ugal-ugalan. Hijrah Qalbiyah yang menentukan selama 13 tahun lamanya tersebut tidak cukup, terpaksa beliau harus hijrah badaniyah, yaitu pergi ke Madinah.
Mengapa? Sebab jika dipertahankan hijrah qalbiyah saja tentu kehancuran yang didapat. Nabi SAW sendiri terancam akan dibunuh. Islam tidak menghendaki demikian, dan inilah hijrah yang merupakan nilai dasar.
Dari nilai dasar tersebut kita dapat mengkaji cara untuk menghadapi hidup sekarang, di Indonesia negeri yang kita cintai ini.
Dalam pelaksanaan pembangunan negeri tercinta ini, minimal kita harus hijrah dalam empat hal, sebagai faktor pendukung suksesnya pembangunan nasional, yaitu:
1. Hijrah mental. yaitu hijrah di bidang mental berupa pengendalian nafsu, dari nafsu amarah ke nafsu lawwamah dan nafsu muthmainnah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam urat Yusuf, ayat 53:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yusuf: 53).
Adapun yang dimaksud nafsu amarah ialah nafsu yang selalu mengajak orang untuk berbuat jahat, Orang yang mempunyai nafsu amarah senantiasa mengikuti perintah nafsu, sedang akal dan budinya tidak berfungsi.
Nafsu Lawwamah itu adalah, nafsu yang sudah mawas diri, menegur dirinya sendiri sebelum ditegur oleh orang lain dan sebelum ditegur oleh Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT di dalam Surat Al Qiyaamah, ayat 1-2:
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ التَّوَّامَةِ )
"Aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)." (Al-Qiyamah: 1-2)
Sedangkan nafsu Muthmainnah yang difirmankan Allah SWT dalam Surat Al Fajr, ayat 27-30:
يتأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
"(27) Hai jiwa yang tenang. (28) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
(29) Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba hamba-Ku, (30) Masuklah ke dalam syurga-Ku (Al-Fajr: 27-30).
Orang yang berjiwa muthmainnah itu, segala perkaranya dikembalikan kepada Allah SWT. tidak pernah mengembalikan urusan menurut nafsunya.
2. Hijrah kultural yaitu hijrah dari keterbelakangan menuju kemajuan, keterbelakangan kita masih banyak, jumlah anak dengan jumlah yang dapat sekolah belum memadai, begitu pula yang lainnya.
3. Hijrah sosial, ialah hijrah dari keadaan sosial yang terpecah-pecah kepada keadaan sosial yang bersatu padu, sebab kita harus tahu bahwa wujud kesatuan dan persatuan itu, adalah dasar bagi ketahanan nasional.
4. Hijrah material, yaitu hijrah dalam ekonomi, dari ekonomi yang kurang kepada ekonomi yang layak. Kita harus bekerja keras untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Akhirnya marilah kita tingkatkan amal kita dengan sepenuh hati dan beruswah kepada suri teladan dari semangat hijrah Rasulullah SAW yang luhur itu.
Nah, itulah delapan teks khutbah Jumat Muharram 2024/1446 H yang singkat dan padat sebagai referensi. Semoga contoh-contohnya membantu, ya!
(sto/ams)











































