Polisi melakukan penyelidikan atas kejadian talut longsor di Kampung Debegan, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Solo. Kejadian itu menewaskan Wagiyo Narto Sumarjo (74), dan putranya bernama Heri Supriyono (40), warga Debegan.
Kapolsek Jebres AKP Murtiyoko mengatakan sejumlah saksi diperiksa atas kejadian itu. Kesimpulan sementara, pemilik lahan hendak membuat tembok baru, yang berada di bagian dalam talut yang lama.
"Saksi kurang lebih sekitar 5 orang. Dari keluarga, saksi luar, dan orang yang dipercaya pemilik lahan. Kesimpulannya itu bangunan sudah lama, rencana mau diganti dengan pagar yang baru, tapi di dalam pagar lama. Intinya dibuat pagar dobel. Dia buat pager baru dulu, pagar lama mau dirobohkan," kata Murtiyoko saat dihubungi awak media, Sabtu (6/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tembok baru itu baru proses pengerjaan fondasi. Belum sempat berdiri terjadi permasalahan.
Namun saat proses pengerjaan tembok baru, terjadi masalah. Tanah pada talut lama mengalami pergerakan, hingga terjadi longsor pada Kamis (4/7) sore.
"Tapi dari pagi hingga sore ada masalah, pukul 15.30 WIB ada laporan dari pekerja tanahnya kok narik kayak gini. Lalu pekerja memberi peringatan, tapi yang di bawah kurang fokus, dan terjadi longsoran itu," jelasnya.
Murtiyoko menjelaskan talut yang longsor sudah dibangun sekitar 10 tahun silam. Ada perbedaan tinggi tanah antara bangunan dengan tanah yang longsor, sehingga diratakan dengan tanah uruk.
Saat disinggung adakah kelalaian dalam kejadian itu, Murtiyoko menuturkan belum melakukan pendalaman ke arah sana. Namun, dari pemeriksaan awal, belum ditemukan adanya kelalaian.
"Kalau kelalaian kurang ya, tidak ada ya. Karena tidak mengerjakan bangunan baru yang notabene mengganggu bisa keselamatan orang yang di bawah. Kalau material baru itu ambruk itu ada kelalaian. Tapi ini kan mau bangun tembok baru, di dalam tembok lama. Tapi untuk konstruksi itu, yang bisa mengatakan kelalaian itu kan ahli," ujarnya.
Hingga saat ini, polisi belum menggandeng ahli dalam proses penyelidikan ini. Sebab, pihaknya masih menunggu pihak keluarga, apakah akan memproses kasus ini atau tidak.
"Belum (menggandeng ahli). Kita masih menunggu dulu, itu ada kesepakatan perdamaian atau tidak, kita belum tahu. (Kompensasi) Ada, sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pemilik lahan menanggung semuanya," kata dia.
Pihak keluarga sendiri, lanjut Murtiyoko, meminta kompensasi kepada pemilik lahan untuk menanggung biaya sekolah anak korban hingga SMA. Namun, dia belum tahu, apakah pemilik lahan menyanggupi atau tidak.
Polisi sendiri belum ikut campur dalam proses mediasi. Pihaknya menyerahkan kepada tokoh masyarakat setempat.
"Biar Pak RT dan Pak RW dulu, silakan memediasi dulu. Kalau belum ada titik temu, polisi baru masuk," pungkasnya.
(apu/ams)