Boyolali saat ini masih bergulat dengan permasalahan sampah yang sehari bisa mencapai 300 ton. Meski sejumlah kebijakan dan program telah digulirkan, masih belum mampu mengatasi masalah tersebut.
Masih banyak sampah yang ditemukan, bahkan dibuang ke sungai maupun ke sembarang tempat. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, Suraji, menyayangkan perilaku masyarakat yang belum bisa memilah sampah mereka.
"Satu sisi masyarakat itu pengin bersih, kalau orang nonton kotor kan nggak mau kan? Tapi sisi yang lain, di antara saudara-saudara kita itu juga masih buang sampah di sembarang tempat. Belum memilah (sampah)," kata Suraji, Jumat (21/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Suraji, produksi sampah di Kabupaten Boyolali saat ini diperkirakan mencapai sekitar 300 ton per hari. Dari jumlah tersebut yang masuk ke TPA sampah hanya sepertiganya atau sekitar 100 ton per hari. Dari 100 ton itu, yang 35-40 ton berasal dari layanan mandiri masyarakat yang bermitra dengan DLH.
"Saat ini sampah yang kita ditangani 58 persen, yang 42 persen belum terkelola atau belum teridentifikasi. Tahunya belum tertangani ya yang di sungai-sungai itu," ucap Suraji.
Sebanyak 300 ton sampah per hari itu, lanjut dia, tidak mungkin semuanya dibawa ke TPA Winong. Pasalnya, kemampuan TPA Winong hanya sepertiga dari produk sampah tersebut.
"Angka 58 persen itu didapat dari adanya pengurangan dan penanganan di TPA Winong. Hitung-hitungannya, 28 persen terkelola di TPA. Selain dipilah-pilah oleh pemulung juga ditimbun," jelas Suraji.
"Sedangkan sisanya atau 30 persen terjadi pengurangan di TPS 3 R, Bank Sampah, Mitra Pengelola Sampah dan pemilahan oleh pemulung di TPS-TPS. Juga pemilahan oleh pemulung di TPA, yang sampah plastik diambil untuk dijual dan sampah organik juga diambil untuk dijual sebagai pakan magot," tambahnya.
Suraji mengatakan TPA Boyolali belum mampu menampung produksi sampah masyarakat. Sehingga, hanya sepertiga dari total yang bisa dikelola.
"Sebenarnya program, kebijakan kita mengolah sampah itu dari sumbernya atau berbasis wilayah. Kalau semua sampah ditempatkan pada tempatnya, kemudian dibawa ke TPA, TPA nggak mampu. Karena TPA kita itu, hanya sepertiga dari produk sampah. Jadi TPA Boyolali, pol sepertiganya dari hasil sampah," jelas dia.
"Artinya yang dua pertiga harus dikurangi. Makanya ada bank sampah, ada TPS 3 R (Reduce, Reuse, Recycle), akan kita push (dorong) lagi agar kemampuan pengurangan sampah dari sumbernya berjalan maksimal. Ini berat, masalah sampah sejak dulu sampai sekarang," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Suraji semua lapisan masyarakat mempunyai kewajiban untuk pengelolaan sampah. Penghasil sampah yang memilah, kemudian pemerintah mengambil dan memusnahkannya.
"Ada pihak yang di tengah, boleh mengelola (sampah) me-reduce, reuse, me-recycle lagi," imbuh dia.
Pihaknya berharap, ada kesadaran dari sebagian masyarakat dalam ikut mengelola sampah. Pihaknya juga ingin pengelolaan sampah ini dilakukan per wilayah.
"Karena kalau kami mengandalkan orang buang sampah pada tempatnya, milah sampah, ini prosesnya agak panjang, harus edukasi panjang," katanya.
Dia mencontohkan, di Alun-alun Boyolali setiap malam khususnya di akhir pekan masih banyak ditemukan sampah sisa bungkus makanan dan botol plastik berceceran di mana-mana. Padahal, di lokasi tersebut juga sudah disediakan tempat sampah.
"Ada tempat sampah. Kan nggak mungkin tiap 5 meter ada tempat sampah. Maksud kami tempat sampah dijarangkan, ada kesadaran dari mereka, ya kalau nggak ada tempat sampah ya dibawa dulu, cari tempat sampah. Kalau nggak ada, dibawa pulang," tandasnya.
(cln/apl)