- Contoh Artikel Ilmiah #1: Tinjauan Terhadap Pengelolaan Sampah
- Contoh Artikel Ilmiah #2: Strategi Penanganan Banjir Rob di Kota Pekalongan
- Contoh Artikel Ilmiah #3: Merdeka Belajar (Kajian Literatur)
- Contoh Artikel Ilmiah #4: Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Pakem
- Contoh Artikel Ilmiah #5: Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos
- Contoh Artikel Ilmiah #6: Jenis dan Populasi Hama pada Tanaman Stroberi
- Contoh Artikel Ilmiah #7: Analisis Keragaman dan Kompsisi Gulma pada Tanaman Padi Sawah
- Contoh Artikel Ilmiah #8: Analisis Tingkat Bahaya Longsor Tanah
Salah satu tugas kuliah yang kerap diberikan kepada mahasiswa adalah menulis artikel ilmiah. Artikel merupakan salah satu karya tulis dengan struktur yang jelas. Berikut ini contohnya.
Menurut Hari Sulistiyo dkk dalam buku Teknik Menelusuri dan Memahami Artikel Ilmiah di Jurnal Nasional dan Internasional (2020), artikel ilmiah terdiri dari tiga bagian utama. Artikel ilmiah diawali dengan judul, diikuti pendahuluan, pembahasan, penutup, dan daftar pustaka.
Dalam kesempatan ini, detikJateng akan membagikan beberapa contoh artikel ilmiah yang dapat menjadi inspirasi bagi detikers!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Contoh Artikel Ilmiah #1: Tinjauan Terhadap Pengelolaan Sampah
I. Pendahuluan
Masalah lingkungan kini semakin kompleks akibat pembangunan, pertumbuhan penduduk, teknologi, dan pola konsumsi. Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan lahan, pangan, dan energi, yang berdampak negatif pada lingkungan. Aktivitas manusia, seperti penebangan hutan, mempengaruhi iklim dan menyebabkan bencana seperti banjir.
Indonesia, sebagai negara berpenduduk padat, menghasilkan sekitar 200.000 ton sampah per hari dan menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di lautan. Kota-kota besar seperti Makassar menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah yang terus meningkat.
Dalam konteks agama, kebersihan dianggap bagian dari iman, menekankan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. UU No. 18 tahun 2008 mendefinisikan sampah sebagai sisa aktivitas manusia dan alam, memerlukan pengelolaan yang strategis.
II. Pembahasan
Sampah adalah materi tidak diinginkan yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau proses alam. Menurut UU No. 18 tahun 2008, sampah mencakup limbah padat dari bahan organik dan anorganik.
Sampah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan berasal dari berbagai sumber seperti rumah tangga, pasar, kegiatan komersial, fasilitas umum, dan industri. Pengelolaannya penting untuk mencegah dampak negatif pada lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
A. Sampah dan Permasalahannya
Permasalahan sampah di perkotaan sangat serius karena kompleksitas masalah dan tingginya kepadatan penduduk. Beberapa faktor penyebab utama meliputi:
1. Volume sampah yang besar melebihi kapasitas TPS dan TPA.
2. Lahan TPA semakin sempit.
3. Teknologi pengelolaan yang tidak optimal.
4. Manajemen sampah yang tidak efektif.
5. Kurangnya dukungan kebijakan pemerintah.
Faktor-faktor penumpukan sampah antara lain:
1. Jarak TPA yang jauh dan waktu pengangkutan yang kurang efektif.
2. Fasilitas pengangkutan sampah yang terbatas.
3. Tidak semua lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah.
4. Kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang pengelolaan sampah.
Dampak dari pengelolaan sampah yang buruk meliputi:
1. Menjadi sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya patogen.
2. Pembakaran sampah menyebabkan pencemaran udara dan pemanasan global.
3. Pembusukan sampah menimbulkan bau tidak sedap dan pencemaran air.
4. Pembuangan sampah ke sungai dapat menyebabkan banjir.
Permasalahan ini memengaruhi estetika kota dan kesehatan lingkungan, membutuhkan solusi yang melibatkan perubahan perilaku masyarakat dan dukungan pemerintah.
B. Kebijakan Pengelolaan Sampah
Kebijakan Pengelolaan Sampah
Permasalahan sampah terkait erat dengan paradigma manusia dan masyarakat. Secara tradisional, sampah dipandang sebagai sesuatu yang tidak bernilai dan dibuang sembarangan, yang dianggap merugikan karena memerlukan waktu, tenaga, dan uang untuk mengelolanya. Menurut Setyo Purwendo dan Nurhidayat, masalah sampah juga terkait dengan budaya masyarakat yang kurang disiplin dan kebijakan pemerintah yang lemah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 menekankan pentingnya pengelolaan sampah yang komprehensif dari hulu ke hilir untuk mengubah perilaku masyarakat. Undang-undang ini menyatakan bahwa pengelolaan sampah harus dilakukan secara sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan, meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Asas Pengelolaan Sampah:
- Tanggung jawab
- Berkelanjutan
- Manfaat
- Keadilan
- Kesadaran
- Kebersamaan
- Keselamatan
- Keamanan
- Nilai ekonomi
Model Pengelolaan Sampah:
1. Model Urugan: Sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa perlakuan lanjut.
2. Model Tumpukan: Dilengkapi dengan unit saluran air dan pengelolaan gas metan.
Konsep Pengelolaan Sampah:
1. Hierarki Sampah (3M): Mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah.
2. Perpanjangan Tanggung Jawab Penghasil Sampah (EPR): Produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produk.
3. Prinsip Pengotor Membayar: Pencemar membayar dampak aktivitasnya terhadap lingkungan.
Pengelolaan sampah di Indonesia mengikuti prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yang bertujuan mengurangi volume sampah di TPS dan TPA, serta mencegah pencemaran lingkungan dan masalah kesehatan.
III. Penutup
Masalah sampah disebabkan oleh perilaku masyarakat dan lemahnya aturan. Banyak warga belum mengelola sampah dengan baik di rumah tangga. Untuk mengatasi ini, berbagai konsep pengelolaan sampah diperkenalkan, menekankan perubahan paradigma dan peran serta masyarakat, dari rumah tangga hingga TPA, serta diperkuat dengan aturan hukum.
Contoh Artikel Ilmiah #2: Strategi Penanganan Banjir Rob di Kota Pekalongan
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kota Pekalongan, terletak pada koordinat 6Β°50'42" - 6Β°55'44" Lintang Selatan dan 109Β°37'55" - 109Β°42'19" Bujur Timur, mencakup empat kecamatan: Pekalongan Utara, Pekalongan Timur, Pekalongan Selatan, dan Pekalongan Barat.
Wilayah ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Batang di timur, dan Kabupaten Pekalongan serta Kabupaten Batang di selatan dan barat. Dengan luas 4.642 hektar dan populasi 307.150 jiwa pada tahun 2020, Kota Pekalongan menghadapi tantangan signifikan dalam penanganan banjir rob akibat topografi datar, penurunan tanah (land subsidence), dan kenaikan muka air laut (sea level rise).
B. Gambaran Banjir Rob dan Penanggulangannya
Banjir rob merupakan salah satu dari empat potensi bencana di Kota Pekalongan selain banjir, abrasi, dan angin puting beliung. Berdasarkan data dari RPJMD Kota Pekalongan 2021-2026, banjir rob telah menyebabkan genangan signifikan, meningkat dari 1.391 hektar (29,97% dari luas wilayah) pada tahun 2018 menjadi 1.730 hektar (37,27%) pada tahun 2020.
Dampak penurunan tanah di Pekalongan mencapai 7 cm/tahun hingga 25-34 cm/tahun, dengan kenaikan muka air laut sebesar 4,3 mm/tahun.
C. Upaya dan Tantangan Penanganan Banjir Rob
Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk:
1. Program Pengendalian Banjir dan Rob sesuai Perpres 79 Tahun 2019 dan RPJMN 2020-2024, seperti pengendalian banjir sistem Sungai Loji/Pekalongan/Kupang dan Sungai Sengkarang.
2. Revisi Masterplan Drainase Kota Pekalongan Tahun 2020 untuk penataan sistem drainase.
3. Kerjasama dengan berbagai institusi seperti Universitas Diponegoro, ITB, IPB, MIT, dan lembaga swadaya masyarakat seperti LSM Bintari dan Mercy Corps Indonesia.
Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah keterbatasan sumber daya baik pendanaan maupun tenaga ahli, serta kesiapan masyarakat untuk beradaptasi dengan budaya baru akibat banjir rob.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi penanganan banjir rob di Kota Pekalongan dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya.
E. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, melibatkan informan dari instansi terkait, LSM, dan akademisi. Analisis dilakukan menggunakan metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), yang melibatkan empat langkah utama:
1. Mengidentifikasi kekuatan dan peluang untuk strategi SO.
2. Mengidentifikasi kelemahan dan peluang untuk strategi WO.
3. Mengidentifikasi kekuatan dan ancaman untuk strategi ST.
4. Mengidentifikasi kelemahan dan ancaman untuk strategi WT.
II. Pembahasan
Berdasarkan penelitian mengenai strategi penanganan banjir rob di Kota Pekalongan, telah disusun analisis SWOT sebagai berikut.
A. Kekuatan
1. Visi dan Misi Walikota Pekalongan 2021 - 2026 (Skor: 5)
2. Ketersediaan sumber dana dari pemerintah pusat dan provinsi (Skor: 5)
3. Tersedianya Review Masterplan Drainase Kota Pekalongan tahun 2020 (Skor: 4)
4. Tersedianya Perda No. 9 tahun 2020 tentang Revisi RTRW (Skor: 3)
Total: 17
B. Kelemahan
1. Kualitas SDM kurang memadai (Skor: 3)
2. Keterbatasan APBD Kota Pekalongan (Skor: 4)
3. Sarana dan prasarana kurang memadai (Skor: 4)
4. Sistem drainase yang belum optimal (Skor: 4)
Total: 15
C. Ancaman
1. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan (Skor: 3)
2. Kenaikan muka air laut (Sea Level Rise) (Skor: 5)
3. Penurunan permukaan tanah (Land Subsidence) (Skor: 5)
4. Penyempitan dan pendangkalan sungai/saluran/badan air dan berkurangnya resapan air (Skor: 5)
Total: 18
D. Peluang
1. Adanya kerjasama dan dukungan dari instansi pemerintah lain yang terkait (Skor: 5)
2. Dukungan dari Pemerintah Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, Provinsi, Pemerintah Pusat, dan DPRD Kota Pekalongan dalam penanganan banjir (Skor: 5)
3. Partisipasi masyarakat Kota Pekalongan dalam penanganan banjir rob (Skor: 3)
4. Kerjasama dengan LSM, akademisi, dan Pemerintah Belanda dalam penanganan banjir rob (Skor: 4)
Total: 17
III. Penutup
A. Simpulan
Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan, berikut adalah strategi penanganan banjir rob di Kota Pekalongan:
1. Peningkatan Kerjasama dengan Instansi Pemerintah
Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten tetangga, dan pihak lain untuk mendukung visi dan misi walikota. Kerjasama ini penting untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh Kota Pekalongan dalam penanganan banjir rob.
2. Sosialisasi Regulasi dan Masterplan Drainase
Sosialisasi masterplan drainase dan regulasi terkait kepada masyarakat untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas dan meningkatkan partisipasi. Masterplan ini adalah acuan lengkap untuk perencanaan jaringan drainase di Kota Pekalongan.
3. Kerjasama Peningkatan SDM
Meningkatkan kerjasama dengan akademisi dan Pemerintah Belanda untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam penanganan banjir. Pengalaman Belanda yang lebih dari 700 tahun dalam penanganan banjir dapat menjadi rujukan penting.
4. Koordinasi Pelaksanaan Perpres No. 79 Tahun 2019
Intensifikasi koordinasi dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk percepatan pelaksanaan Perpres No. 79 Tahun 2019, termasuk proyek SPAM Regional Kaliboyo untuk pemenuhan kebutuhan air bersih dan mengurangi penggunaan air tanah.
5. Kerjasama dengan LSM dan Akademisi
Mendorong inisiatif kerjasama dengan LSM, akademisi, dan Pemerintah Belanda untuk studi dan kajian yang terintegrasi dalam penanganan banjir rob.
6. Pelibatan Masyarakat dan Swasta
Meningkatkan pelibatan masyarakat dan swasta dalam menjaga lingkungan dan meningkatkan kesadaran akan kondisi lingkungan hidup. Ini termasuk memanfaatkan komunitas peduli lingkungan yang semakin berkembang.
7. Sosialisasi dan Edukasi Masyarakat
Menggunakan media sosial dan tokoh masyarakat untuk meningkatkan kesadaran lingkungan di masyarakat melalui berbagai cara edukasi, termasuk kesenian dan agama.
8. Konsistensi Implementasi Perda RTRW
Memastikan konsistensi implementasi Perda RTRW untuk menjaga harmonisasi antara lingkungan dan pembangunan.
9. Pemeliharaan Sarana Prasarana oleh Masyarakat
Melibatkan masyarakat dalam pemeliharaan infrastruktur penanganan banjir yang sudah terbangun untuk memastikan keberlanjutan operasionalnya.
10. Penanganan Isu Sea Level Rise dan Land Subsidence
Meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk menangani isu kenaikan muka air laut dan penurunan permukaan tanah, serta menindaklanjuti kajian/studi yang sudah ada.
11. Optimalisasi Sistem Drainase
Mengoptimalkan sistem drainase yang ada, termasuk 21 stasiun pompa, saluran drainase, pintu pengendali banjir, dan tanggul sesuai dengan kebutuhan yang tercantum dalam masterplan drainase untuk mengurangi dampak banjir rob.
B. Saran
Rekomendasi kebijakan untuk penanganan banjir rob di Kota Pekalongan meliputi:
1. Peningkatan kerja sama dengan instansi pemerintah baik Pusat maupun Provinsi serta Kabupaten tetangga.
2. Sosialisasi regulasi dan masterplan drainase kepada masyarakat untuk meningkatkan partisipasi.
3. Kerja sama dengan akademisi dan Pemerintah Belanda dalam meningkatkan kapasitas SDM.
4. Koordinasi intensif dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk percepatan pelaksanaan Perpres No 79 Tahun 2019.
5. Kerja sama dengan LSM, akademisi, dan Pemerintah Belanda untuk studi dan kajian terintegrasi.
6. Pelibatan masyarakat dan swasta untuk meningkatkan kesadaran lingkungan dan partisipasi dalam penanganan.
7. Sosialisasi regulasi dan program pemerintah melalui berbagai media untuk meningkatkan kesadaran.
8. Konsistensi implementasi Perda RTRW dalam peningkatan daya dukung lingkungan.
9. Pelibatan masyarakat dalam pemeliharaan sarana prasarana dan kepedulian terhadap lingkungan.
10. Peningkatan kerja sama dalam penanganan isu terkait sea level rise dan land subsidence.
11. Optimalisasi sistem drainase melalui pemeliharaan, peran aktif stakeholder, dan peningkatan infrastruktur.
Contoh Artikel Ilmiah #3: Merdeka Belajar (Kajian Literatur)
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 menegaskan pentingnya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu tujuan negara.
Namun, dengan adanya revolusi 4.0, paradigma pendidikan mengalami pergeseran yang signifikan. Era ini ditandai dengan perubahan cepat dalam struktur sosial, di mana teknologi menjadi faktor utama yang memengaruhi cara manusia berinteraksi dan bekerja.
Sebagai respons terhadap revolusi ini, pendidikan harus beradaptasi untuk mempersiapkan generasi masa depan dengan kompetensi yang relevan. Inilah latar belakang munculnya program "Merdeka Belajar" yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai langkah strategis dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Dalam konteks hukum, program tersebut didasarkan pada berbagai regulasi, termasuk UUD 1945, UU Sisdiknas 2003, dan visi Nawacita kelima yang menegaskan pentingnya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui pendidikan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dan menganalisis implementasi program "Merdeka Belajar" sebagai langkah menuju pendidikan yang lebih adaptif, inklusif, dan berorientasi pada hasil.
B. Pembahasan
Revolusi industri 4.0 telah membawa pengaruh signifikan terhadap sistem pendidikan saat ini. Perubahan yang bergerak semakin cepat ditambah dengan kebutuhan manusia yang semakin kompleks menuntut penyesuaian sistem pendidikan agar dapat menjawab tantangan zaman. Hal ini sesuai dengan proyeksi bangsa dalam menghadapi Indonesia Golden Generation 2045.
Untuk mencapai proyeksi tersebut, pendidikan harus dijadikan instrumen utama pembangunan manusia Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai leading sector pendidikan nasional mengeluarkan berbagai kebijakan penting, salah satunya adalah program "Merdeka Belajar".
Merdeka Belajar merupakan salah satu program untuk menciptakan suasana belajar di sekolah yang bahagia, baik bagi peserta didik maupun bagi guru. Latar belakang diluncurkannya program Merdeka Belajar adalah banyaknya keluhan dari orang tua terhadap sistem pendidikan nasional yang berlaku selama ini, termasuk nilai ketuntasan minimum yang harus dicapai siswa yang berbeda-beda di setiap mata pelajaran.
Merdeka Belajar merupakan bentuk penyesuaian kebijakan untuk mengembalikan esensi dari asesmen yang semakin dilupakan. Konsep Merdeka Belajar adalah mengembalikan sistem pendidikan nasional kepada esensi undang-undang untuk memberikan kemerdekaan sekolah dalam menginterpretasi kompetensi dasar kurikulum menjadi penilaian mereka.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Merdeka Belajar adalah memberikan kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan, guru, dan murid. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa inti Merdeka Belajar adalah memberikan kebebasan kepada sekolah, guru, dan murid untuk berinovasi, belajar mandiri, dan kreatif. Merdeka Belajar juga merupakan kemerdekaan berpikir, dimana esensi kemerdekaan berpikir ini harus dimiliki oleh guru terlebih dahulu sebelum dimiliki oleh murid.
Merdeka belajar merupakan program kebijakan yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk mengembalikan sistem pendidikan nasional kepada esensi undang-undang dengan memberi kebebasan kepada sekolah, guru, dan murid untuk berinovasi, belajar mandiri, dan kreatif.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia terutama di era revolusi industri 4.0. Kebijakan program Merdeka Belajar meliputi empat pokok kebijakan, yaitu Penilaian USBN Komprehensif, UN diganti dengan assessment penilaian, RPP dipersingkat, dan zonasi PPDB lebih fleksibel.
C. Penutup
Program "Merdeka Belajar" adalah kebijakan yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk mengembalikan sistem pendidikan nasional kepada esensi undang-undang. Tujuannya adalah memberikan kebebasan kepada sekolah, guru, dan murid untuk berinovasi serta belajar secara mandiri dan kreatif.
Kebijakan ini menempatkan guru sebagai penggerak utama pendidikan nasional. Diluncurkan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia, khususnya di era revolusi industri 4.0, program "Merdeka Belajar" mencakup empat pokok kebijakan, yakni Penilaian USBN Komprehensif, penggantian UN dengan penilaian yang lebih komprehensif, penyingkatan RPP, dan fleksibilitas lebih besar dalam zonasi PPDB.
Untuk mengimplementasikannya, diperlukan transformasi pada kurikulum sekolah dan pembelajaran, manajemen pendidikan nasional, serta manajemen pendidikan daerah dan otonomi sekolah.
Contoh Artikel Ilmiah #4: Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Pakem
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Metode pengajaran yang efektif menjadi kunci penting dalam proses pembelajaran di sekolah dasar. Observasi awal menunjukkan masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah, yang mungkin tidak optimal dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Pembelajaran IPS cenderung hanya menekankan transfer pengetahuan tanpa memperhatikan moralitas dan keterampilan siswa. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam materi dan metode pembelajaran, dengan mengutamakan prinsip adaptif dan partisipatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi tantangan tersebut dengan merancang sebuah pendekatan pembelajaran yang lebih efektif. Kami memilih metode pembelajaran PAKEM sebagai pendekatan yang potensial untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat memberikan kontribusi positif dalam membangkitkan efektivitas pembelajaran di sekolah dasar, menjawab tantangan zaman, dan memberikan ruang bagi peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester tahun pelajaran 2018/2019 di tingkat IV SD Negeri Amertasari, dengan melibatkan 20 siswa, terdiri dari 9 laki-laki dan 11 perempuan. Metode penelitian tindakan kelas dilakukan dalam empat tahap: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi, berdasarkan model Kemmis dan Taggart.
Tahap perencanaan meliputi pembuatan skenario pelaksanaan tindakan, lembar observasi, alat bantu mengajar, dan alat evaluasi.
Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menerapkan metode pembelajaran PAKEM. Prosedur pembelajaran mencakup kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir, dengan fokus pada pemecahan masalah dan diskusi kelompok.
Observasi dilakukan untuk memantau aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran, sementara evaluasi dilakukan melalui tes tertulis dan penilaian kinerja guru. Refleksi dilakukan untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan menentukan langkah selanjutnya.
Indikator keberhasilan penelitian meliputi kegiatan mengajar guru, kegiatan belajar siswa, dan pemahaman siswa terhadap konsep penelitian ilmiah dan sosial. Keberhasilan ditentukan berdasarkan pencapaian minimal 81% dari kegiatan mengajar guru dan kegiatan belajar siswa, serta pencapaian minimal 85% dari siswa dalam mencapai standar KKM yang ditetapkan oleh sekolah.
B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran menggunakan metode PAKEM pada materi teknologi produksi dan komunikasi masa lalu dan masa kini. Penelitian dilakukan dalam dua siklus dengan empat pertemuan.
Hasil observasi dari siklus I ke siklus II menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa yang sesuai dengan indikator kinerja. Guru juga menunjukkan peningkatan aktivitas dalam setiap siklus dengan penerapan metode PAKEM.
Namun, pada siklus I, terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan pembelajaran, seperti kurangnya pemahaman siswa terhadap tujuan pembelajaran dan model pembelajaran, serta kurangnya ketegasan guru dalam memberikan pembelajaran dan aturan main. Pada siklus II, pelaksanaan pembelajaran lebih baik, dengan semua tahapan pada skenario pembelajaran dilaksanakan dengan baik dan semangat belajar siswa meningkat.
Data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas guru dan siswa dengan hasil belajar siswa. Ketika aktivitas guru dan siswa meningkat, hasil belajar siswa juga meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model PAKEM meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa secara signifikan, dengan tingkat keaktifan siswa mencapai di atas 80% dan mencapai ketuntasan belajar 100% pada akhir siklus II.
C. Penutup
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe PAKEM telah terbukti meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA dan IPS. Secara rata-rata, aktivitas belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus II.
Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan yang signifikan, dengan persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar meningkat secara signifikan. Dengan demikian, indikator keberhasilan penelitian tindakan ini dapat dikatakan tercapai dengan baik.
Contoh Artikel Ilmiah #5: Pengelolaan Sampah dengan Cara Menjadikannya Kompos
A. Pendahuluan
Sampah merupakan bagian dari benda-benda yang tidak lagi digunakan atau diinginkan, yang umumnya berasal dari aktivitas manusia dan bersifat padat. Sumber sampah bervariasi, termasuk dari rumah tangga, pasar, industri, dan lainnya.
Pertumbuhan penduduk di perkotaan meningkatkan volume sampah, dipengaruhi oleh faktor seperti jumlah penduduk, sistem pengelolaan sampah, dan tingkat sosial ekonomi. Sampah dapat dibagi menjadi organik dan anorganik, dengan sebagian besar (80%) adalah organik yang sebagian besar dapat didaur ulang.
Sampah organik dibedakan menjadi mudah membusuk (seperti sisa makanan) dan tidak mudah membusuk (seperti plastik dan kertas). Pengelolaan sampah membutuhkan sistem yang baik, terutama dalam pengumpulan dan penanganannya. Usaha pengomposan merupakan salah satu cara pengelolaan sampah yang dapat dilakukan secara preventif.
B. Pembahasan
Kompos adalah pupuk alami yang terbuat dari bahan hijauan dan bahan organik lainnya yang ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan, seperti kotoran ternak atau pupuk buatan seperti urea. Sampah kota dapat digunakan sebagai kompos, tetapi perlu dipilah terlebih dahulu, dengan hanya menggunakan sampah jenis tertentu.
Proses pembuatan kompos dapat dilakukan oleh siapa pun dan di mana pun, dan kompos tersebut dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Faktor-faktor seperti pemisahan bahan, bentuk bahan, nutrien, dan kadar air mempengaruhi proses pembuatan kompos. Proses pengomposan melibatkan mikroba seperti bakteri dan jamur, dan beberapa persyaratan seperti kadar air dan rasio karbon dan nitrogen harus dipenuhi.
Tempat pengomposan dapat berupa lubang, bak, atau timbunan langsung di permukaan tanah. Penggunaan Effective Microorganisms 4 (EM4) dalam pengomposan dapat mempercepat proses dekomposisi sampah organik dan menghasilkan bokashi, yang merupakan produk akhir dari proses fermentasi tersebut.
C. Penutup
Kompos merupakan pupuk organik yang sangat baik dan bermanfaat bagi segala jenis tanaman, termasuk tanaman hias, sayuran, buah-buahan, dan tanaman pangan. Penggunaan kompos pada tanaman hias sebaiknya dicampur secara merata dengan tanah sebelum penanaman bibit, dan campuran tanah dengan kompos dalam perbandingan 1:1 seringkali memberikan hasil yang baik.
Untuk tanaman sayuran, kompos dapat dicampur selama pengelolaan tanah atau ditaburkan di sekeliling bibit yang ditanam, dengan penggunaan kompos berkisar antara lima hingga dua puluh per hektar tergantung pada jenis tanaman. Tanaman buah-buahan juga dapat diberi kompos dengan cara menggali tanah di sekitar pohon atau membuat lubang di sekeliling pohon untuk kemudian ditambahkan kompos.
Untuk tanaman lainnya, penggunaan kompos biasanya disesuaikan dengan jenis dan kondisi tanah tempat tanaman ditanam, seperti padi huma yang membutuhkan penambahan kompos bersamaan dengan penanaman bibit, atau padi sawah yang memerlukan penyebaran kompos saat tanah sawah diolah.
Contoh Artikel Ilmiah #6: Jenis dan Populasi Hama pada Tanaman Stroberi
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Tanaman stroberi adalah buah unggulan yang kini dikembangkan di Indonesia, terutama di daerah pegunungan dengan suhu sejuk. Meskipun bukan buah asli Indonesia, stroberi memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan banyak manfaat sebagai bahan pangan karena kandungan nutrisinya yang lengkap.
Produksi stroberi di Indonesia mencapai sekitar 230.000 ha dengan produktivitas sekitar 10 ton/ha. Di Sulawesi Utara, terutama di Kota Tomohon, pengembangan tanaman stroberi mulai dilakukan, meskipun produktivitas masih rendah. Penting untuk melindungi tanaman stroberi dari serangan hama dan penyakit dengan menerapkan pengendalian hama terpadu dan pertanian organik.
Beberapa hama yang sering menyerang stroberi antara lain kutu daun, tungau, ulat tanah, dan kumbang penggerek. Namun, ada juga musuh alami seperti kumbang Coccinellidae yang membantu menekan populasi hama. Penelitian tentang hama yang berasosiasi dengan tanaman stroberi dilakukan di areal pertanian Rurukan, Kota Tomohon, Sulawesi Utara, untuk memahami tantangan dalam meningkatkan produksi stroberi.
2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di pertanaman stroberi di Kelurahan Rurukan, Kota Tomohon, serta di Laboratorium Entomologi Fakultas Pertanian UNSRAT Manado dari Oktober 2011 hingga Maret 2012.
Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling pada dua tahap perkembangan: vegetatif dan generatif. Pengamatan dilakukan lima kali setiap dua minggu. Parameter yang diamati adalah jenis serangga hama dan populasi setiap jenis selama tahap vegetatif dan generatif.
Identifikasi serangga dilakukan berdasarkan ciri morfologi dan gejala serangan dengan bantuan kunci identifikasi dan referensi gambar. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan analisis deskriptif.
B. Pembahasan
1. Jenis Hama
Tanaman stroberi di Kelurahan Rurukan diserang oleh berbagai serangga hama yang dapat merusak pertumbuhan dan perkembangannya. Teridentifikasi 11 jenis serangga hama yang menyerang berbagai bagian tanaman, seperti daun, akar, bunga, dan buah. Beberapa di antaranya adalah:
1. Acrida turrita: Serangga hijau daun yang memakan daun tanaman.
2. Locusta sp.: Belalang yang menyerang tanaman pangan dan rumput.
3. Valanga nigricornis: Belalang berwarna abu-coklatan yang menggigit daun tanaman.
4. Gryllotalpa sp.: Anjing tanah yang merusak akar tanaman.
5. Anthonomus rubi: Kumbang perusak bunga stroberi dengan memotong bagian kelopak atau bunga.
6. Tetranychus sp.: Tungau perusak daun yang hidup di bagian bawah daun.
7. Aphis sp.: Kutu daun yang membuat tanaman menjadi kerdil dan batangnya memutar.
8. Lamprosema indica: Ulat penggulung daun yang menyebabkan kerusakan serius pada tanaman.
9. Drosophila sp.: Lalat perusak buah yang berkembang cepat pada buah yang sangat matang.
10. Filicaulis bleekeri: Linta perusak buah stroberi yang siap panen.
Ini adalah beberapa serangga hama yang mengancam tanaman stroberi di wilayah tersebut, menyebabkan kerusakan yang signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
2. Populasi Hama
Populasi hama pada tanaman stroberi di Kelurahan Rurukan, Kota Tomohon, bervariasi sesuai tahap perkembangan. Pada tahap vegetatif, Aphis sp. dan Tetranychus sp. dominan, menyerang daun.
Pada tahap generatif, Aphis sp. dan Tetranychus sp. masih dominan, dengan tambahan serangan dari Drosophila sp. Pengendalian hama perlu dilakukan karena populasi hama tinggi dapat merusak tanaman stroberi.
C. Penutup
Jenis hama yang menyerang tanaman stroberi di Kelurahan Rurukan, Kecamatan Tomohon Timur, Kota Tomohon, terdiri dari 9 jenis, termasuk Acrida turrita, Locusta sp., Chrysochus auratus, Tetranychus sp., Valanga nigricornis, Gryllotalpa sp., Drosophila sp., dan Filicaulis bleekeri. Populasi hama tertinggi pada tahap vegetatif adalah Aphis sp. (969 ekor/tanaman), sedangkan pada tahap generatif adalah Tetranychus sp. (1195 ekor/tanaman).
Kondisi lingkungan yang mendukung, seperti curah hujan rendah, dapat meningkatkan populasi hama, menyebabkan kerusakan pada tanaman stroberi. Kesimpulannya, pengendalian hama perlu dilakukan untuk melindungi tanaman stroberi.
Contoh Artikel Ilmiah #7: Analisis Keragaman dan Kompsisi Gulma pada Tanaman Padi Sawah
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Tanaman padi sangat umum di Indonesia karena beras adalah makanan pokok. Ditanam di lahan basah seperti sawah, butuh perhatian pada bibit unggul, pemupukan, dan pengendalian gulma. Gulma mengganggu pertumbuhan padi, dapat menurunkan produksi hingga 54%. Komunitas gulma dipengaruhi oleh lingkungan dan waktu, terjadi suksesi alami. Di Kabupaten Buleleng, Bali, variasi topografi memengaruhi struktur komunitas gulma. Penelitian dilakukan untuk mengamati keanekaragaman gulma dan komposisi floristiknya setelah penanaman padi.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah deskriptif dan eksploratif, menggambarkan gejala atau keadaan dan mengeksplorasi komposisi floristik serta indeks keanekaragaman gulma padi. Dilakukan dari Januari hingga Maret 2017 dengan metode kuadrat.
Garis transek dibentangkan sepanjang 27 meter dan kuadrat 1x1 meter diletakkan secara berselingan. Spesies gulma dicatat dan diberikan kode pada setiap kuadrat. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan rumus indeks Shannon-Wiener untuk menentukan keanekaragaman.
B. Pembahasan
Komposisi gulma dalam area persawahan dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan dan praktik pertanian. Hasil analisis komposisi floristik menunjukkan bahwa beberapa spesies gulma memiliki sebaran spektrum luas, menandakan tingkat adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies lain yang memiliki sebaran spektrum sempit. Peneliti juga menemukan bahwa komposisi spesies gulma tidak terlalu dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang diukur, seperti intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban, yang tidak memiliki perbedaan signifikan antar zona.
Namun, analisis faktor edafik seperti pH tanah, kelengasan, dan bahan organik menunjukkan perbedaan antar zona. Meskipun pH tanah cenderung rendah di semua zona, hal ini mempengaruhi pertumbuhan dan keberadaan gulma. Zona dengan pH tanah yang lebih rendah cenderung memiliki keanekaragaman gulma yang lebih rendah, sesuai dengan kecenderungan bahwa tanaman gulma lebih sulit bertahan hidup dalam lingkungan asam.
Selain faktor lingkungan, pengolahan tanah juga memiliki dampak yang signifikan. Perbedaan praktik pengolahan tanah antara zona mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan gulma. Misalnya, penggenangan tanah setelah pembajakan di Zona C membantu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan gulma secara efektif.
Selain itu, cara penyebaran gulma juga berperan dalam keanekaragaman gulma di masing-masing zona. Air irigasi yang berasal dari sumber yang berbeda dan teknik penyiraman yang digunakan di setiap zona mempengaruhi penyebaran gulma yang terbawa oleh aliran air.
Hasil wawancara dengan petani juga mengungkapkan bahwa praktik pertanian, seperti penggunaan pupuk organik dan teknik penanaman padi, memengaruhi pertumbuhan gulma. Selain itu, aktivitas manusia dalam pertanian dapat mempengaruhi penyebaran gulma melalui pengolahan tanah yang tidak tepat.
C. Penutup
Penelitian ini menemukan bahwa komposisi floristik gulma terdiri dari 27 spesies yang tersebar secara spasial dan temporal. Secara spasial, spesies gulma tersebar di tiga zona dengan jumlah spesies tertinggi di Zona B (21 spesies), diikuti oleh Zona A (16 spesies) dan Zona C (15 spesies). Secara temporal, distribusi spesies gulma bervariasi berdasarkan waktu, dengan jumlah spesies tertinggi terjadi pada minggu ke-3 di semua zona.
Di Zona A, terdapat 4 spesies pada minggu 1, 8 spesies pada minggu 2, dan 14 spesies pada minggu 3. Di Zona B, terdapat 6 spesies pada minggu 1, 17 spesies pada minggu 2, dan 18 spesies pada minggu 3. Sedangkan di Zona C, terdapat 2 spesies pada minggu 1, 12 spesies pada minggu 2, dan 9 spesies pada minggu 3.
Contoh Artikel Ilmiah #8: Analisis Tingkat Bahaya Longsor Tanah
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Bencana longsor tanah merupakan bencana alam yang sering terjadi dan dapat menimbulkan korban jiwa serta kerugian material yang besar. Salah satu contoh kasus adalah longsor tanah yang terjadi pada 4 Januari 2006 di Dusun Gunungraja, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara. Kejadian ini menyebabkan lebih dari 100 jiwa hilang dan kerusakan lahan pertanian serta pemukiman yang signifikan.
Penyebab longsor tanah ini dapat dikaitkan dengan kondisi geologi daerah tersebut. Lokasi longsor terletak di daerah pegunungan vulkanik, yaitu Gunung Pawinihan, yang memiliki kemiringan lereng antara 30ΒΊ hingga 45ΒΊ. Faktor lain yang mempengaruhi adalah curah hujan yang tinggi dan komposisi batuan yang rentan terhadap pelapukan.
Mitigasi bencana longsor perlu dilakukan dengan memperhitungkan tipologi lereng dan faktor-faktor pemicunya, seperti struktur geologi, curah hujan, dan penggunaan lahan. Identifikasi tiga tipologi lereng yang rentan terhadap longsor, yaitu lereng dengan tumpukan tanah gembur, perlapisan batuan miring, dan blok-blok batuan, menjadi penting dalam upaya pencegahan.
Penelitian tentang tingkat bahaya longsor tanah dan karakteristik longsor di daerah tersebut menjadi penting untuk menyusun sistem informasi penanggulangan bencana. Data ini akan menjadi dasar bagi perencanaan dan pembangunan wilayah serta upaya mitigasi bencana di masa depan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih siap menghadapi potensi longsor tanah dan mengurangi dampak negatifnya.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menganalisis faktor penyebab dan pemicu longsor tanah menggunakan data sekunder dan pengamatan lapangan. Faktor-faktor seperti kemiringan lereng, penggunaan lahan, tingkat pelapukan, kedalaman tanah, struktur tanah, dan tekstur tanah dievaluasi dan diberi bobot berdasarkan pengaruhnya terhadap terjadinya longsor.
Faktor lereng diberi bobot tertinggi karena gaya gravitasi menjadi penyebab utama longsor. Faktor dinamik seperti hujan dan penggunaan lahan diberi bobot lebih tinggi karena perubahan dalam faktor ini dapat memicu longsor dengan cepat. Analisis ini bertujuan untuk menentukan tingkat bahaya longsor tanah dan dapat digunakan sebagai dasar untuk mitigasi bencana longsor di wilayah studi.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di daerah administrasi Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, dengan koordinat geografis antara 109Β°38'10" BT - 109Β°43'30" BT dan 07Β°17'00" LS - 07Β°23'50" LS. Daerah ini memiliki curah hujan tahunan yang tinggi dengan 9 bulan basah, 2 bulan lembab, dan 1 bulan kering. Mayoritas lahan terdiri dari lereng miring hingga sangat curam dengan penggunaan lahan didominasi oleh perkebunan campuran dan permukiman. Kepadatan penduduknya cukup tinggi, terutama di sektor pertanian.
Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor seperti kemiringan lereng, penggunaan lahan, pelapukan batuan, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, dan kedalaman tanah untuk menentukan tingkat bahaya longsor tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiringan lereng, pelapukan batuan, struktur perlapisan batuan, dan tekstur tanah memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat bahaya longsor. Penggunaan lahan juga berkontribusi, meskipun belum tentu menjadi faktor dominan.
Meskipun hasil analisis memberikan gambaran umum tentang tingkat bahaya longsor, faktor-faktor seperti arah dan kemiringan perlapisan batuan dasar sulit dipetakan secara detail, sehingga pemetaan tingkat bahaya longsor masih belum memuaskan. Demikian pula, setiap longsoran memiliki faktor pemicu yang unik, sehingga sistem pengharkatan dan pembobotan memiliki keterbatasan dalam mengakomodasi keragaman faktor pemicu dan pengaruh.
Rekomendasi penanganan meliputi pengamatan seksama terhadap gejala retakan di permukaan lahan pertanian penduduk, yang dapat menjadi indikator potensial untuk longsoran tanah. Upaya penutupan dini setelah munculnya gejala retakan dapat mengurangi risiko longsor tanah.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Penelitian ini mengidentifikasi 9 satuan bentuklahan dengan 5 tingkat bahaya longsor tanah yang berbeda di daerah penelitian. Analisis parameter pemicu menunjukkan kemiringan lereng, pelapukan batuan, struktur perlapisan batuan, dan tekstur tanah memengaruhi tingkat bahaya longsor.
Meskipun demikian, faktor-faktor yang memicu longsoran dapat berbeda untuk setiap lokasi. Diperlukan pendekatan holistik dalam menilai dan mengelola risiko longsor tanah di daerah tersebut.
2. Saran
Rekomendasi untuk penanganan daerah longsor perlu mempertimbangkan penyebab utama longsor. Beberapa kasus longsor terjadi di daerah yang sudah dikonservasi dengan baik untuk mengendalikan erosi tanah.
Salah satu pemicu longsor adalah erosi parit pada saluran pembuang, yang dapat meningkatkan risiko longsor saat tanah jenuh air. Penguatan sisi-sisi parit dan dasar parit diperlukan untuk mencegah longsor dan pembendungan aliran. Penambahan material kasar seperti batu-batu di dalam parit juga direkomendasikan untuk mengurangi kecepatan aliran yang erosif.
Demikian tadi beberapa contoh artikel ilmiah dengan struktur yang benar. Semoga bermanfaat!
(par/sip)