- 10 Contoh Ceramah Singkat Berbagai Tema dengan Judul Contoh Ceramah Singkat (1) Contoh Ceramah Singkat (2) Contoh Ceramah Singkat (3) Contoh Ceramah Singkat (4) Contoh Ceramah Singkat (5) Contoh Ceramah Singkat (6) Contoh Ceramah Singkat (7) Contoh Ceramah Singkat (8) Contoh Ceramah Singkat (9) Contoh Ceramah Singkat (10)
Saat bulan Ramadhan, ceramah biasa dilakukan oleh para pemuka agama untuk disampaikan kepada jamaah. Waktu ceramah ini biasanya diadakan setelah sholat subuh, sebelum berbuka puasa yang biasa disebut kultum (kuliah tujuh menit), setelah sholat tarawih, dan waktu lain saat bulan suci Ramadhan.
Banyak yang beranggapan bahwa ceramah dan kultum berbeda. Namun, menurut KBBI ceramah merupakan kegiatan berbicara di depan orang banyak untuk menyampaikan sesuatu yang bermanfaat. Sedangkan, kultum berarti ceramah yang dilakukan selama tujuh menit yang biasanya disampaikan setelah sholat berjamaah atau menjelang berbuka puasa.
Ceramah singkat atau kultum dilakukan saat bulan Ramadhan dengan tujuan untuk menyampaikan pengetahuan dan ilmu kepada kaum muslim agar bermuhasabah diri dan tergerak untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Materi yang disampaikan pada ceramah memiliki berbagai tema yang tentunya berisi kebaikan dan bermanfaat bagi para pendengarnya. Agar detikers lebih paham tentang materi ceramah di bulan Ramadhan, berikut tim detikJateng sajikan 10 contoh ceramah Ramadhan singkat dengan berbagai tema dan judulnya yang dirangkum dari laman Nahdlatul Ulama dan buku berjudul 'Syiar Ramadhan Perekat Persaudaraan: Materi Kuliah dan Khutbah di Masjid dan Musala Selama Ramadhan' yang diterbitkan oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kemenag RI.
10 Contoh Ceramah Singkat Berbagai Tema dengan Judul
Contoh Ceramah Singkat (1)
KEUTAMAAN MENYIAPKAN MAKAN SAHUR
Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَنْزَلَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ الْقُرْآنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي خُلُقُهُ الْقُرْآنُ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِي الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. أَمَّا بَعْدُ
Hadirin yang dimuliakan Allah
Ibadah puasa harus dijalankan dengan penuh ketulusan. Sebagai bentuk ketulusan tersebut, kita harus mempersiapkan ibadah dengan sebaik-baiknya. Persiapan ini dapat berarti persiapan sebelum memasuki bulan puasa. Atau ketika sudah berada di bulan puasa.
Islam mengajarkan agar kita menyiapkan diri sebelum menjalankan ibadah puasa dengan melakukan makan sahur. Makan sahur tidak hanya merupakan persiapan yang bersifat lahiriah, untuk menyimpan energi selama menjalankan puasa.
Tetapi, ada nilai keutamaan tersendiri di luar manfaat jasadiyah. Nilai-nilai itu telah dijelaskan dalam sejumlah hadis Nabi SAW dan penjelasan para ulama terhadap hadits tersebut.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Dalam konteks menjelaskan nilai keutamaan sahur ini, Rasulullah SAW menyabdakan:
تَسَخَّرُوا؛ فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
"Makan sahurlah. Karena, dalam makan sahur terdapat keberkahan." (HR. al-Bukhari).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari. Karenanya, kesahihan hadis tersebut tidak perlu dipertanyakan. Berdasarkan perintah dalam hadis tersebut, para ulama bersepakat disunnahkannya makan sahur. Imam al-Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, jilid 7 halaman 206, mengatakan;
أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِهِ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ
"Para ulama bersepakat akan kesunnahan makan sahur, dan bahwa makan sahur bukan perkara yang diwajibkan."
Bapak Ibu yang Dirahmati Allah
Arti keberkahan dalam hadis adalah ia mengandung banyak sekali kebaikan. Di antara bentuk kebaikan makan sahur adalah ia dapat membuat orang kuat menjalankan ibadah puasa dan membuat lebih bersemangat. Dengan seperti itu, berpuasa menjadi terasa lebih ringan dijalankan.
Ketika 10 puasa terasa ringan, ada keinginan untuk berpuasa lagi. Berbeda dengan orang yang tidak makan sahur, ia akan merasa berat menjalankan puasa. Mungkin ia akan menganggapnya sebagai ibadah yang berat. Demikian penjelasan Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim.
Jamaah Hafidzakumullah
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menulis beragam bentuk keberkahan makan sahur:
البركة في السحور تَحْصُلُ بِجَهَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ ، وَهِيَ : اتَّبَاعُ السُّنَّةِ ، وَمُخَالَفَةٌ أَهْلِ الْكِتَابِ ، وَالتَّقوّي بِهِ عَلَى الْعِبَادَةِ ، وَالرِّيَادَةُ فِي النَّشَاطِ ، وَمُدَافَعَةُ سوء الخُلْقِ الَّذِي يُثِيرُهُ الجُوعُ ، وَالتَّسَببُ بِالصَّدَقَةِ عَلَى مَنْ يَسْأَلُ إِذْ ذَاكَ ، أَوْ يَجْتَمِعُ مَعَهُ عَلَى الْأَكْلِ ، وَالتَّسَبُّبُ لِلذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ وَقْتَ مَظِنَّةِ الْإِجَابَةِ ، وَتَدَارُكُ نِيَّةِ الصَّوْمِ لِمَنْ أَغْفَلَهَا قَبْلَ أَنْ يَنَامَ
"Berkah dalam sahur dapat diperoleh dengan beberapa bentuk; mengikuti sunnah Nabi, menyelisihi ahli kitab, mengambil kekuatan untuk ibadah, menambah semangat, menolak perilaku buruk yang timbul akibat rasa lapar, mendorong sedekah kepada orang yang meminta sahur pada waktu sahur, berkumpul untuk makan sahur bersama, mendorong dilaksanakannya dzikir dan doa pada waktu yang mustajab, membaca niat bagi orang yang lupa membaca niat sebelum tidur." (Fath al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 4, halaman 140)
Hadirin yang dimuliakan Allah
Ada poin yang menarik dalam penjelasan Imam Ibnu Hajar di atas. Yaitu, sahur menjadi sebab kita berbagi sedekah kepada orang lain yang membutuhkan makan sahur pada waktu sahur. Poin ini penting, tidak hanya bagi orang yang bersahur, tetapi bagi orang yang mau menyediakan makan sahur bagi orang lain.
Poin ini sering dilupakan masyarakat kita. Memberi atau menyiapkan makan sahur untuk orang lain adalah suatu amalan yang utama. Amalan menyiapkan makan sahur untuk orang lain sering dianggap remeh. Padahal, ia merupakan amalan sosial yang utama.
Karena, amalan tersebut merupakan ibadah sosial yang dilakukan di bulan Ramadhan untuk membantu orang yang akan menjalankan kewajiban agama. Dalam sebuah kaidah fikih dikatakan, al-muta'addi afdhalu min al-qashir. Artinya, ibadah yang dapat bermanfaat untuk orang lain lebih utama dibanding ibadah yang hanya kembali kepada pelakunya.
Menyiapkan makan sahur adalah bentuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Al-Qur'an mengatakan, wa ta'awanu 'ala al-birri wa at-taqwa (saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan). Tidak diragukan lagi bahwa menolong orang lain yang akan menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan. Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengatakan, afdhalu as-shadaqah shadaqah fi Ramadhan. Artinya, sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan. Berbagi makan sahur atau menyiapkan makan sahur merupakan bentuk sedekah di bulan Ramadhan.
Sampai di sini, dapat kita pahami bahwa makan sahur memiliki banyak kebaikan. Salah satu kebaikan itu adalah memberi kesempatan orang berbuat baik kepada orang lain dengan cara berbagi atau menyiapkan makan sahur.
Contoh Ceramah Singkat (2)
ADAB BAGI ORANG YANG TIDAK BERPUASA DI BULAN RAMADHAN
Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ.
Hadirin, jamaah yang dirahmati oleh Allah
Berpuasa Ramadhan merupakan kewajiban pokok dalam agama Islam. Kewajiban puasa Ramadhan didasarkan kepada perintah Al-Qur'an, keterangan As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama. Sebagai sebuah kewajiban, meninggalkan kewajiban itu sendiri adalah perbuatan dosa.
Meninggalkan puasa Ramadhan merupakan salah satu dosa besar dalam Islam. Kecuali jika seseorang meninggalkan puasa karena suatu alasan yang diizinkan dalam syariat Islam.
Mereka digambarkan Al-Quran sebagai orang-orang yang sedang sakit atau sedang melakukan perjalanan. Selain itu, perempuan yang sedang haid atau nifas, juga tidak wajib berpuasa.
Bahkan, haram hukumnya bagi keduanya berpuasa. Dengan demikian, selain golongan-golongan di atas, hukum asalnya adalah wajib melaksanakan ibadah puasa. Orang dewasa yang mampu dan tidak ada udzur puasa Ramadhan, wajib berpuasa.
Mengingat banyaknya golongan orang yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, baik karena uzur atau tidak, bagi mereka ada adab-adab yang harus diperhatikan. Apa saja adab-adab bagi orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan?
Hadirin, jamaah yang diberkahi Allah
Adab pertama ketika seseorang tidak dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah menyesalkan hal itu. Puasa Ramadhan adalah ibadah yang penuh keutamaan. Tidak dapat menjalankan ibadah yang penuh keutamaan itu adalah perkara yang dianjurkan untuk disesalkan.
Terutama bagi orang yang tidak ada uzur meninggalkan puasa. Artinya, ketika dia tidak berpuasa, ia telah melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Penyesalan adalah salah satu rukun taubat yang disebut an-nadam. Berkaitan dengan rasa penyesalan ini, Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَعْقِلٍ، قَالَ: كَانَ أَبِي عِنْدَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، فَسَمِعَهُ يَقُولُ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ النَّدَمُ تَوْبَةٌ
"Dari Abdullah bin Ma'qil, yang berkata, ayahku berada di sisi Abdullah Ibnu Mas'ud, yang berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Penyesalan adalah bentuk taubat" (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim)
Penyesalan adalah salah satu cara menghapus dosa. Rasulullah SAW menyebutnya sebagai "Kafarat". Imam Ahmad meriwayatkan,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَّارَةُ الذَّنْبِالنَّدَامَةُ
"Dari Ibnu Abbas, yang berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Kafarat perbuatan dosa adalah penyesalan" (HR. Ahmad)
Ada kedua, ketika tidak dapat menjalankan ibadah puasa adalah beristighfar. Istighfar adalah meminta ampunan kepada Allah dengan ucapan-ucapan yang menunjukkan rasa bersalah dan permohonan kepada Allah agar diampuninya sebuah dosa. Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Sayyidah Aisyah,
إِنْ كُنْتِ الْمَمْتِ بِذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرِي اللهَ، فَإِنَّ التَّوْبَةَ مِنَ الذَّنْبِ النَّدَموَالْإِسْتِغْفَارُ
"Bila engkau melakukan suatu dosa, maka mintalah ampunan kepada Allah. Karena, taubat dari dosa adalah dengan cara menyesalinya dan meminta ampunan Allah." (HR. Ahmad).
Hadirin, jamaah yang diberkahi Allah
Jika seseorang tidak berpuasa Ramadhan karena ada alasan yang diterima dalam syariat, maka hendaknya ia juga bersedih. Al-Quran mengatakan,
وَأَعْيُنُهُم تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلا يَجِدوا ما يُنفِقُونَ (التوبة : ٩٢)
"Mata-mata mereka mengalirkan air mata karena bersedih, mereka tidak menemukan apa yang dapat diinfakkan." (QS. Al-Taubah: 92).
Ayat ini turun untuk menyikapi sahabat Abu Musa al-Asy'ari dan lainnya yang bersedih ketika tidak dapat berangkat berjihad ke medan perang bersama dengan Rasulullah SAW. Padahal, beliau tidak bisa berangkat bukan karena enggan, tetapi karena ada udzur syar'i.
Sekalipun demikian, beliau bersedih. Demikian itulah sikap para sahabat ketika tidak dapat melaksanakan kewajiban. Sikap yang mulia dari para kekasih Rasulullah SAW.
Bagi kita yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena sakit, haid, nifas atau dalam safar, atau uzur-uzur lainnya, hendaknya kita bersedih hati karena tidak dapat melaksanakan ibadah yang agung ini.
Hadirin, jamaah sekalian Bagi orang yang uzur, hendaknya tidak makan di hadapan orang sedang berpuasa. Karena, menurut sebagian ulama perbuatan tersebut termasuk kemungkaran. Imam al-Mardawi al-Hanbali dalam kitab al-Inshaf (7/348) mengatakan,
يُنكَر عَلَى مَنْ أَكَلَ فِي رَمَضَانَ ظاهراً، وَإِنْ كَانَ هُنَاكَ عُذْرٌ. قَالَ فِي الْفُرُوعِ : فَظَاهِرُهُ الْمَنْعُ مُطْلَقًا، وَقِيلَ لِابْنِ عَقِيلَ : يَجِبُ مَنْعُ مُسَافِرٍ وَمَرِيضٍ وَحَائِضِ مِنْ الْفِطْرِ ظَاهِرَا لِئَلَّا يُتَّهَم ؟ فَقَالَ: إِنْ كَانَتْ أَعْذَارٌ خفِيَّةٌ يمنعُ مِنْ إِظْهَارِهِ، كَمَرِيضِ لا أَمَارَةَ لَهُ، وَمُسَافِر لَا عَلامَةَ عَلَيْهِ" انتهى
"Dianggap kemungkaran orang yang makan di siang Ramadhan secara terang-terangan, walaupun dia punya uzur. Penulis kitab al-Furu' berkata, "Zahirnya hukum adalah perbuatan tersebut dilarang secara mutlak. Dikatakan kepada Imam Ibnu 'Aqil apakah wajib mencegah musafir, orang sakit dan haid untuk makan secara terang-terangan agar mereka tidak disalahpahami. Ia menjawab, "Bila ada uzur yang samar, maka mereka dilarang makan di tempat terbuka. Seperti sakit yang tiada ada gejalanya atau musafir yang tidak ada tanda-tandanya."
Demikian adab bagi orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Contoh Ceramah Singkat (3)
TETAP PRODUKTIF BEKERJA SAAT BERPUASA
Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ.
Jamaah yang Dirahmati Allah
Puasa Ramadhan bukan penghalang untuk bekerja produktif. Justru, dengan niat yang tulus dan perencanaan yang baik, ibadah puasa bisa menjadi pendorong semangat kerja. Disiplin dan pengendalian diri yang diperoleh saat berpuasa dapat diterapkan dalam mengatur waktu dan menyelesaikan tugas secara efisien.
Lantas mengapa puasa tidak menghambat produktivitas? Pertama, puasa melatih disiplin dan kontrol diri. Selama berpuasa, kita dituntut untuk menahan lapar dan haus. Disiplin ini terbawa ke dalam dunia kerja. Kita jadi lebih bisa mengatur waktu, fokus pada pekerjaan, dan menghindari hal-hal yang bisa mengganggu konsentrasi.
Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat rahimakumullah
Kedua, puasa menyehatkan tubuh dan pikiran. Dengan pola makan teratur saat sahur dan berbuka, asupan nutrisi menjadi lebih terjaga. Hal ini berdampak positif pada kesehatan secara keseluruhan, sehingga kita tetap berenergi dan bisa bekerja secara optimal. Selain itu, puasa juga diyakini dapat meningkatkan kejernihan pikiran dan ketenangan batin, yang tentunya akan mendukung produktivitas.
Ketiga, puasa menumbuhkan semangat berbagi dan kepedulian. Suasana Ramadhan yang penuh kebersamaan dan kedermawanan bisa memotivasi kita untuk bekerja lebih giat. Dengan niat beribadah, kita akan merasa bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial, tetapi juga pahala.
Jamaah yang Berbahagia
Dalam Al-Quran, Allah mengingatkan manusia bahwa bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga termasuk kewajiban. Pada surah at-Taubah ayat 105 Allah mengingatkan pentingnya bekerja serta larangan untuk bermalas-malasan.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَلِمٍ الْغَيْبِ وَالشَّهْدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
"Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
Jamaah yang Berbahagia
Pada sisi lain, dijelaskan oleh Nabi Muhammad dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun dengan pekerjaan yang kasar, lebih mulia daripada meminta-minta kepada orang lain. Hal ini berlaku meskipun orang yang dimintai memberi atau menolak permintaan tersebut.
لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
"Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya." [HR. Bukhari dan Muslim].
Mengomentari hadits tersebut Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits ini juga menganjurkan umat Islam untuk memakan hasil kerja sendiri, bukan hasil mencuri atau menipu. Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras dengan sungguh-sungguh dalam mencari nafkah, karena hal ini dianggap sebagai bentuk ibadah. Rasulullah Muhammad SAW sendiri memberikan contoh dengan berusaha dan bekerja keras untuk menyediakan kebutuhan dirinya serta keluarganya.
Jamaah yang Berbahagia
Pun dalam Al-Quran, Allah SWT juga mengingatkan umatnya agar tidak hanya berdoa, namun juga melakukan usaha nyata dalam mencari rezeki. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memandang kerja keras sebagai salah satu cara untuk mencapai keberkahan dan mendapatkan ridha Allah SWT.
Selain menekankan pentingnya usaha dan kerja keras, Islam juga menganjurkan agar setiap orang bekerja dengan cara yang halal. Konsep ini mengacu pada prinsip bahwa segala sesuatu yang diperoleh haruslah melalui cara yang sah dan tidak melanggar aturan agama.
Dalam Islam, kehalalan dalam mencari nafkah dianggap sebagai bagian penting dari ibadah dan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, umat Islam diajarkan untuk menghindari segala bentuk pekerjaan atau praktik yang melibatkan penipuan, korupsi, atau eksploitasi terhadap orang lain.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Imam Nawawi berkata dalam kitab Shahih Muslim;
إِنَّ فِي الْحَدِيثِ حَقًّا عَلَى الصَّدَقَةِ وَالأَكْلِ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَالاكْتِسَابِبِالْمَبَاحَاتِ.
"Sesungguhnya dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk bersedekah, makan dari hasil kerja tangan sendiri, dan mencari penghasilan dengan cara yang halal."
Dengan demikian, puasa bukan alasan untuk menjadi tidak produktif dalam bekerja. Justru sebaliknya, puasa melatih setiap orang untuk bisa lebih disiplin dan mandiri dalam kehidupannya.
Contoh Ceramah Singkat (4)
MEMAKSIMALKAN KEDERMAWANAN DI BULAN RAMADHAN
Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ.
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,
Kedermawanan sudah seharusnya menjadi ciri khas orang-orang bertakwa. Orang dermawan disukai oleh siapa saja, terutama disukai oleh Allah. Banyak sekali perintah dalam Al-Quran atau hadis agar kaum muslimin gemar berinfak dan bersedekah. Selain ganjaran pahala melimpah, orang yang dermawan memperoleh rahmat Allah dan rezeki yang tidak pernah surut.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan beliau semakin meningkat di bulan Ramadhan. Saking takjubnya para sahabat dengan kedermawanan Rasulullah, maka kedermawanan beliau di bulan Ramadhan dikiaskan melebihi lembutnya angin yang berhembus, masyaAllah!
Jika kita berinfak atau bersedekah setiap hari selama bulan Ramadhan, maka kebiasaan tersebut akan membekas dan menjadi kebiasaan permanen yang sangat positif. Jangan dilihat besar atau kecilnya jumlah uang yang kita sedekahkan. Yang sangat mahal adalah keberhasilan kita menjadi dermawan setiap hari.
Jamaah yang dimuliakan Allah
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran mengenai orang orang yang dermawan:
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَهُم بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَاخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
"Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." (Q.S. Al-Baqarah: 274).
Selain itu, dalam firman-Nya, Allah juga mengingatkan betapa besar pahala infak dan sedekah sangat berlimpah. Allah berfirman:
مثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنُبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضْعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللَّهُ وَسِعٌ علِيمٌ
"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 261).
Jamaah yang dimuliakan Allah
Oleh karena itu, anjuran meneladani kedermawanan Rasulullah, terlebih di bulan Ramadhan, tercantum dalam hadisnya.
إِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِحْ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامِ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
"Sesungguhnya Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut (dermawan) dalam segala kebaikan. Dan 53 kelembutan Beliau yang paling baik adalah saat bulan Ramadhan ketika Jibril alaihissalam datang menemui Beliau.
Dan Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Apabila Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau, maka Beliau adalah orang yang paling lembut dalam segala kebaikan melebihi lembutnya angin yang berhembus"." (Muttafaq Alaih).
Maksud dari kedermawanan Rasulullah SAW melebihi lembutnya angin yang berhembus adalah:
أَشَارَ بِهِ إِلَى أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْإِسْرَاعِ بِالْجُودِ أَسْرَعَ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ، وَإِلَى عُمُومِ النَّفْعِ بِجُوْدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا تَعُمُ الرِّيحُ الْمُرْسَلَة جَمِيعَ تَهُبُ عَلَيْهِ.
"Menunjukkan sangat cepat dalam hal kedermawanan melebihi cepatnya angin ketika berhembus. Kedermawanan Nabi SAW juga memberikan manfaat yang menyeluruh seperti hembusan angin yang memberikan manfaat pada apa yang dilewatinya."
Jamaah yang dimuliakan Allah
Orang dermawan dijamin tidak akan merasa takut dan sedih, terutama di akhirat. Al Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih Al-Ghaib menulis sebagai berikut:
إِنَّهَا تَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَهْلَ الثَّوَابِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُتَأَكَّدُ بِذَلِكَبِقَوْلِهِ تَعَالَى (لَا يَحْزُقُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ).
"Sesungguhnya (ayat 274 Al-Baqarah) menunjukkan bahwa orang yang mendapat ganjaran sedekah tidak merasa ketakutan pada hari kiamat, hal ini dikuatkan dengan ayat Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar pada (hari kiamat),(QS. Al-Anbiya: 103)"
Jamaah yang dimuliakan Allah
Jangan lewatkan kesempatan di bulan Ramadhan untuk meningkatkan kedermawanan dengan cara bersedekah atau berinfak serajin mungkin agar kita tetap menjadi dermawan setiap hari walaupun Ramadhan telah pergi.
Contoh Ceramah Singkat (5)
BUKBER SEMANGAT, TAPI SHOLAT MAGRIB LEWAT
Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
الْحَمْدُ للهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِ بِالْمُجْتَبى، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التَّقَى وَالْوَلَى أَمَّا بَعْدُ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ : فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (٥) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُوْنَ (٦) وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُونَ (۷)
Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, Saudara-Saudari,
Bagaimana puasa hari ini? Semoga selalu lancar Amiin ya Rabbal Alamiin
Tema ceramah hari ini sangat menarik yakni, Bukber semangat, tapi sholat Maghrib terlewat. Ada di sini orang yang pernah seperti itu? Orangnya datang? Jangan diulangi lagi ya.
Sebelum dibahas lebih lanjut, mari kita baca bersama-sama QS. Al-Ma'un ayat 4-7.
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (٥) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُوْنُ (٦) وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُونَ (۷)
"4. Celakalah orang-orang yang melaksanakan shalat; 5. (yaitu) yang lalai terhadap sholatnya; 6. Yang berbuat riya; 7. Dan enggan (memberi) bantuan."
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Baca ayat ini jangan hanya sepotong ya Pak, Bu. Jangan hanya fawailul lil mushollin. Jika hanya sepotong, ini bahaya, masak orang yang melaksanakan sholat kok celaka. Kita lihat ayat setelahnya, yaitu orang yang lalai terhadap sholatnya.
Maksud dari lalai itu apa sih? Ini yang mesti dijelaskan. Syekh Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya At-Tahrir wa AtTanwir menekankan betul bahwa kata sahûn itu bukan lalai karena lupa tidak melakukan sunnah ab'ad dalam sholat, seperti lupa tidak tasyahud awal misalnya, atau karena ragu dengan jumlah rakaat sholat. Bukan itu maksudnya. Kalau itu kan kita diminta untuk melakukan sujud sahwi.
Ibnu Asyur menyebutkan bahwa orang lalai itu adalah orang yang melakukan sholat karena riya', tidak ikhlas dan tanpa ada niat yang tulus. Orang ini pun mudah meninggalkan sholat. Ini yang dimaksud sebagai orang yang lalai itu.
Imam Jajaluddin As-Suyuthi mengumpulkan beberapa riwayat yang menafsirkan ayat ini. Dalam kitab Ad-Durrul Mantsur, salah satu riwayat itu adalah:
وأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ مَرْدُويَة عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَالَّذِينَ هُم عَنْ صَلَاتِهِمْ ساهُونَ قالَ : هُمُ المَنافِقُونَ يَتْرُكُونَ الصَّلاةَ في السِّرِ ويُصَلُّونَ في العلانية.
"Ibnu Jarir dan Ibnu Marduwiyah dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang munafik yang meninggalkan sholat saat tidak ada orang dan sholat saat di keramaian."
Dari sini, istilah munafik itu sangat luas artinya. Tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah dalam kondisi apapun jangan pernah menyepelekan sholat. Wajib is wajib, no debat!!
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Buka bersama pada dasarnya adalah aktivitas yang boleh dan baik. Karena hadis Nabi sebenarnya menyebutkan bahwa kebahagiaan bagi orang yang berpuasa itu salah satunya karena berbuka.
Rasulullah SAW bersabda:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
"Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya," (HR Muslim).
Saya membayangkan betapa nikmatnya berbuka puasa bersama. Di momen tersebut, kita bisa silaturahim mengumpulkan sanak famili, kerabat, tetangga, bahkan kawan lama. Kebahagiaan itu memang sudah Rasulullah SAW sampaikan.
Tetapi, problemnya bukan di buka bersama ya Pak, Bu. Problemnya adalah jika orang-orang yang berbuka puasa itu melewatkan sholat maghrib. Allah SWT, memperingati betul, bahwa orang yang melewatkan puasa ini disebut akan celaka lho. Jadi, kita perlu berhati-hati.
Lantas, bagaimana kita agar tetap tidak melewatkan shalat maghrib. Berikut tipsnya:
Kita menyusun agenda sholat berjamaah. Maksudnya, ketika adzan maghrib kita hanya membatalkan puasa saja dengan sajian iftar secukupnya. Setelah itu kita sholat berjamaah, baru kemudian kita makan besar.
Acara dimulai dari siang atau setelah ashar, bukan dimulai ketika maghrib. Ini menjadi perhatian, karena biasanya bukber ini kemepetan. Sehingga, rata-rata meskipun sholat maghribnya aman tapi sholat tarawihnya bablas.
Mencari tempat yang kondusif. Ini sangat penting, kalau buka bersama di tempat umum yang tidak kondusif, maka kemungkinan agenda sholat akan terganggu. Bisa jadi ada rombongan lain yang pada akhirnya gantian dulu untuk bisa sholat.
Kepanitiaan dibentuk dengan maksimal. Ini untuk menjaga-jaga, karena sholat maghrib itu waktunya sangat pendek.
Terakhir, izinkan saya berpantun:
Pak camat beli tomat
Yang beli harus hormat
Boleh saja buka bersama semangat
Tapi ingat, shalat maghrib jangan lewat
Terima kasih saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan. Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Contoh Ceramah Singkat (6)
MENJAGA KESEHATAN DI BULAN RAMADHAN
Saat ini kita sudah masuk di bulan suci Ramadhan. Semua umat Islam tentu menginginkan agar di bulan yang penuh dengan rahmat dan keberkahan ini diisi dengan berbagai amal ibadah dan kegiatan positif. Namun demikian, terkadang ada hal yang dilupakan, yaitu kesehatan. Nikmat sehat ini merupakan anugerah yang sering dilalaikan oleh Bani Adam.
Padahal, justru dengan sehatlah seseorang dapat terus produktif dalam beribadah. Ketika seseorang sakit, terbaring di atas kasur, di rumah sakit. Puasanya, sholat tarawih, qiyamullail, dan tadarus Al-Qur'annya juga akan terhambat. Oleh karenanya, kesehatan memiliki urgensi besar dalam ibadah. Dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan.
مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ الْوَاجِبُ
Artinya: "Suatu perkara yang tidak akan sempurna kewajiban kecuali dengannya maka dihukumi wajib"
Jika ibadah tidak bisa terlaksana karena seseorang sakit, maka memproteksi diri dari hal-hal yang dapat menjerumuskannya ke dalam kondisi sakit juga menjadi wajib. Artinya, kewajiban menjaga kesehatan setara levelnya dengan menjalankan ibadah.
Nah, di awal bulan suci Ramadhan ini, sudah seharusnya kita berusaha menjaga kestabilan tubuh dan kesehatan jasmani. Kesehatan yang prima akan menjadi kunci keberhasilan dalam menyongsong bulan suci Ramadhan. Berikut ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan agar jasmani kita tetap sehat.
Menjaga Pola Makan
Mengatur dan menjaga pola makan sangat penting, khusus bagi orang yang berpuasa. Betapa tidak, seharian full dari subuh hingga maghrib perut dalam keadaan kosong dari makanan dan minuman. Makanya, pada waktu sahur hendaknya memilih makanan dan minuman yang dapat menjaga kestabilan tubuh dari dehidrasi, seperti memperbanyak minum air putih, manis, dan sebagainya.
Pun demikian halnya di waktu berbuka, hendaknya makan dan minum yang kaya akan nutrisi. Menurut ilmu kedokteran, nutrisi menjadi penting untuk mengembalikan energi tubuh. Buah-buahan, sayur dan biji-bijian yang penuh dengan nutrisi akan membantu kita tetap stabil dan semangat dalam beraktivitas.
Fokus pada makanan yang mengandung protein tinggi, karbohidrat dan lemak sehat, baik di saat sahur dan berbuka. Jauhi dari makanan dan minuman yang dapat merusak tubuh. Semuanya ini sejalan dengan perintah Al-Qur'an dalam surah Al-Baqarah ayat 168
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya: "Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata"
Bisa diperhatikan dari ayat di atas, perintah memakan makanan yang halal tidak berdiri sendiri tapi digandeng dengan kata tayyib (baik). Artinya, di samping memastikan apa yang dimakan itu halal bersih dari keharaman, baik dari sisi zat ataupun cara mendapatkannya, kita juga harus memastikan bahwa makanan juga baik.
Ibnu Asyur dalam tafsirnya, At-Tahrir wa At-Tanwir menyebutkan definisi baik atau tayyib dari ayat di atas.
وهي النُّفُوسُ الَّتِي تَشْتَهِي المُلائِمَ الكامِلَ أوِ الرّاجِحَ بِحَيْثُ لا يَعُودُ تَناوُلُهُ بِضُرٍّ جُثْمانِيٍّ أوْ رُوحانِيٍّ
Artinya: "Baik dalam ayat itu ialah kondisi jiwa yang menginginkan sesuatu yang dinilai layak dan pantas sekiranya tidak akan menimbulkan kemudaratan ketika mampu memperolehnya baik secara fisik maupun rohani"
Baik di sini jelas berarti makanan atau minuman yang dapat mendatangkan kemanfaatan bagi jasmani dan rohani bagi diri kita. Tidak mengandung kemudaratan yang membahayakan tubuh.
1. Berolahraga
Olahraga tetap penting meskipun kita sedang berpuasa. Faktanya, olahraga dapat membantu meningkatkan mood, mengurangi stres, menjaga kebugaran tubuh dan meningkatkan energi. Tentu, olahraga dalam konteks ini adalah yang sifatnya ringan, seperti senam, yoga, atau melakukan pekerjaan rumah.
Waktunya bisa dilakukan pada waktu sore menjelang berbuka, sehingga kita tidak merasa haus dan kelelahan akibat olahraga saat puasa.
2. Istirahat yang Cukup
Umat Islam tentu tidak ingin waktu di bulan Ramadhan terbuang sia-sia. Semuanya ingin terisi dengan berbagai rangkaian ibadah. Tapi, bukan berarti tidak boleh mengambil waktu istirahat dan rehat sejenak. Ambillah waktu beristirahat. Jangan menekan diri kita di luar kemampuan yang bisa lakukan.
Sudah maklum, ketika Ramadhan ketika berusaha menghidupkan malamnya dengan bacaan Al-Qur'an, tahajud, dan dzikir. Bahkan kita rela untuk mengurangi porsi tidur bahkan tidak tidur sama sekali di malamnya hanya untuk meraih ganjaran besar dan pahala berlipat yang Allah sediakan.
Hal tersebut tentu saja bernilai positif. Tapi jangan sampai lupa, tubuh kita perlu istirahat. Ketika kita sudah beribadah semalaman, ambillah waktu di paginya untuk beristirahat dan tidur. Lalu, niatkanlah tidur kita sebagai sarana agar tubuh dapat kembali prima sehingga dapat terus beribadah. Dengan demikian, tidur pun dicatat sebagai pahala.
Di situlah urgensi innama al-a'mal bi an-niyyat, segala perbuatan tergantung niatnya. Ketika niatnya baik, yaitu menjaga kontinuitas ibadah, maka perbuatan yang mubah bisa bernilai pahala. Tidak hanya istirahat atau tidur, sama juga dengan berolahraga dan menjaga pola makan yang sehat. Niatilah semuanya karena Allah dan sebagai sarana bertaqarrub kepada-Nya.
Tiga kiat di atas penting untuk kita lakukan guna terus menjaga kesehatan kita masing-masing. Menjaga pola makan, berolahraga, dan mengambil porsi istirahat yang cukup menjadi kunci agar Ramadhan kita di tahun ini berjalan optimal. Tidak hanya di awal, tapi juga di tengah hingga akhir Ramadhan. Wallahu a'lam.
Contoh Ceramah Singkat (7)
MENELADANI ANAK RASULULLAH DI BULAN SUCI
Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk berburu pahala dengan segala macam ibadah dan ketaatan yang disyariatkan, sebab bulan ini adalah bulan istimewa, bulan penuh kebaikan, keberkahan dengan segudang keutamaan yang tidak ditemukan pada bulan lain.
Saat bulan Ramadhan datang, Rasulullah semakin memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah, seperti sholat, dzikir, i'tikaf, dan sedekah. Diantara ibadah yang beliau khususkan dan tidak dikhususkan di bulan lain adalah kedermawanan. Dalam hadits yang disebutkan dalam shahihain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dijelaskan tentang hal tersebut,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَلْقَاهُ، فِي كُلِّ سَنَةٍ، فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ، فَيَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya: "Rasulullah saw adalah seorang yang paling dermawan dalam kebaikan, dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan. Jibril as menemui beliau setiap malam dalam bulan Ramadhan sampai berakhirnya bulan, ia menyampaikan Al-Quran kepada Nabi saw, jika Jibril as menemui beliau maka beliau adalah seorang seorang yang paling dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas secara jelas menjelaskan bahwa Rasulullah pada bulan Ramadhan semakin meningkatkan kedermawanannya dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Menurut Az-Zain bin al-Munir, sebagaimana dikutip Al-Hafidz Ibu Hajar al-'Asqalani tentang sisi kesamaan antara kedermawanan Rasulullah saw dengan kedermawanan angin yang berhembus adalah bahwa yang dimaksud dengan angin yang berhembus adalah angin rahmat yang dikirim Allah untuk menurunkan hujan yang merata dan menjadi sebab basahnya bumi yang mati atau lainnya.
Dengan demikian berarti kebaikan dan kebajikan Rasulullah saw merata umum untuk orang fakir yang membutuhkan dan orang kaya yang berkecukupan, kebaikan dan kedermawanan Rasulullah lebih banyak dibandingkan apa yang ditimbulkan oleh hujan dari angin yang berhembus." (Ahmad bin Ali bin Hajar Abu Fadhal Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, [Bairut, Darul Ma'rifat: 1378 H], juz IV, halaman 139).
Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Nawawi ala Muslim berkata bahwa yang di maksud dengan "Nabi lebih dermawan daripada angin yang berhembus" adalah kedermawanan Nabi seperti angin dalam hal kecepatan, merata dan menyeluruh.
Kemudian Imam Nawawi menjelaskan beberapa faidah hadits di atas sebagai berikut:
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ فَوَائِدُ مِنْهَا بَيَانُ عِظَمِ جُودِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْهَا اسْتِحْبَابُ إِكْثَارِ الْجُودِ فِي رَمَضَانَ وَمِنْهَا زِيَادَةُ الْجُودِ وَالْخَيْرِ عِنْدَ مُلَاقَاةِ الصَّالِحِينَ وَعَقِبَ فِرَاقِهِمْ لِلتَّأَثُّرِ بِلِقَائِهِمْ وَمِنْهَا استحباب مدارسة القرآن
Artinya, "Dalam hadits ini terdapat beberapa faidah diantaranya adalah (1) besarnya sifat kedermawanan Nabi Muhammad SAW (2) disunahkan memperbanyak kedermawanan pada bulan Ramadhan. (3) Bertambahnya kedermawanan dan kebaikan tatkala berjumpa dengan orang saleh dan beberapa saat setelah berpisah dengan mereka, hal itu karena pengaruh kebaikan berjumpa dengan mereka.
(4) Disunahkan untuk membaca dan mempelajari Al-Qur'an di bulan Ramadhan." (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi, Syarah Nawawi ala Muslim, [Bairut: Darul Ihya' at-Turots], Juz 15, halaman 69).
Sayyid Abdullah Al-Ghumari mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia paling dermawan secara mutlak seperti disebutkan dalam hadits shahihain dari sahabat Anas ra:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ، وَأَشْجَعَ النَّاسِ، وَأَجْوَدَ النَّاسِ
Artinya: "Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah sosok manusia yang terbaik, orang yang paling paling pemberani, dan dermawan". (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedermawanan Nabi semakin meningkat dan berlipat-lipat pada bulan Ramadhan. Menurut beliau al-Ghumari hal ini karena empat sebab: Pertama, bulan Ramadhan adalah musimnya kebaikan karena nikmat-nikmat Allah atas hamba-hambanya semakin bertambah dibanding pada bulan-bulan selainnya. Nabi Muhammad lebih mengutamakan untuk mengikuti sunnah (kebiasaan) Allah kepada para hamba-Nya.
Kedua, sedekah di bulan Ramadhan lebih utama dibanding sedekah di bulan selainnya. Ketiga, membantu orang-orang yang berpuasa, melakukan dan mengingat ketaatan kepada Allah berhak mendapatkan pahala seperti pahalanya mereka yang mengerjakan.
Keempat, bulan Ramadhan adalah bulan untuk menyenangkan, saling membantu dan memberi pertolongan. (Abdullah bin Muhammad bin ash-Shiddiq al-Ghumari, Ghayatul Ihsan Fi Fadhli Zakatil Fitri Wa Fadli Ramadhan, [Bairut, Alimul Kutub: tt], halaman 23-24).
Demikian penjelasan tentang akhlak mulia Rasulullah Muhammad saw saat bulan Ramadhan tiba, yakni meningkatkan kedermawanannya. Semoga kita bisa meniru dan mengikuti apa yang beliau tauladankan kepada kita semua. Wallahu a'lam.
Contoh Ceramah Singkat (8)
MEMBANGUN JIWA TAKWA, MENEMPA DIRI DI BULAN SUCI
Alhamdulillah kita berada pada bulan yang penuh rahmah dan ampunan Allah, yaitu bulan suci Ramadhan. Sebagian dari hikmah puasa adalah meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dan menempa diri di bulan suci Ramadhan.
Puasa di bulan Ramadhan kita lakukan tidak hanya dengan menahan lapar dan haus selama siang hari, tetapi juga dengan memperbaiki diri secara vertikal, horizontal, jasmani, dan rohani. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah: 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa."
Ayat di atas menjelaskan bahwa tujuan puasa adalah bertaqwa kepada Allah. Menurut Imam Fakhrur Razi dalam kitab tafsirnya Ar-Razi, beliau menjelaskan bahwa puasa dapat menjadikan seseorang bertaqwa kepada Allah, karena puasa menjadikan seseorang dapat menahan syahwat dan hawa nafsu, sehingga menjauhkannya dari perbuatan tercela, perbuatan sombong, serta perbuatan yang keji dan munkar.
Seseorang yang sering melakukan puasa, mudah baginya untuk menghindarkan diri dari perbuatan tercela. Harapan utama dari seorang yang puasa adalah menghindarkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak baik. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وشرابه Artinya: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang kotor dan melakukannya, maka Allah tidak memiliki hajat padanya yang telah meninggalkan makanan dan minumnya." (HR. Bukhari).
Dalam hadits ini Nabi mengingatkan kepada umatnya, agar tidak menganggap puasa hanya sebatas meninggalkan makan dan minum. Berpuasa, namun tetap melakukan perbuatan tercela, seperti berkata dusta, senang berbohong, dan mengucapkan kalimat yang kotor. Maka Nabi mengingatkan bahwa siapapun yang berpuasa, tidak makan, tidak minum, namun tetap mengerjakan hal yang tercela, maka Allah tidak peduli terhadap puasanya, tiada pahala baginya. Lebih lanjut, terdapat hadits shahih yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah, Nabi bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Artinya: "Banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar. Banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malam." (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini memberikan motivasi dan dorongan kepada orang yang berpuasa untuk meninggalkan kemaksiatan, serta mendorong untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Syekh Hafidz Hasan Al Mas'udi dalam kitabnya Taisirul Khalaq menjelaskan, bahwa taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya, baik terang-terangan maupun rahasia.
Taqwa bisa digapai dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang mulia. Harapannya, orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dapat menggapai derajat ketakwaan kepada Allah. Selanjutnya Syekh Hafidz Hasan Al Mas'udi menjelaskan, takwa dapat dibangun seseorang dengan beberapa hal.
Pertama. introspeksi diri. Seseorang hendaknya melihat bahwa dirinya adalah seorang hamba yang hina, sedangkan Tuhannya adalah Dzat Yang Maha Mulia dan Kuasa. Maka tidak pantas bagi seorang hamba yang hina menentang terhadap perintah Tuhannya Yang Maha Kuasa, karena jiwa raganya ada pada kekuasaan Tuhannya.
Bulan Ramadhan ini adalah bulan introspeksi diri, dengan merasa diri ini adalah hamba yang hina, lemah, dan banyak dosa, agar kita malu kepada Allah, sehingga menjadi hamba yang bertaqwa dan taat kepada Allah.
Kedua, selalu mengingat dan mensyukuri nikmat-nikmat dari Allah. Perlu diingat bahwa kita telah diberikan nikmat keimanan, keislaman, kesehatan, kehidupan dan kebaikan oleh Allah, bahkan jika kita menghitung nikmat Allah, kita tidak bakal bisa menghitungnya, maka tidak sepatutnya bagi kita untuk mengingkari nikmat Allah.
Ingat, barangsiapa mensyukuri nikmat Allah, maka Allah akan memberikan keberkahan baginya, dan barangsiapa mengingkarinya, sesungguhnya azab Allah sangat pedih. Mari kita syukuri nikmat Allah di bulan Ramadhan ini dengan melakukan kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.
Ketiga, mengingat mati. Seseorang yang menyadari bahwa dirinya besok akan mati, pasti dihadapkan pada dua hal, antara surga dan neraka. Kesadaran ini akan mendorongnya untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, sesuai kemampuannya.
Apalagi di bulan Ramadhan ini, kebaikan dilipatgandakan pahalanya, maka sudah sepatutnya kita banyak melakukan kebaikan di bulan suci ini, seperti shalat berjamaah, sholat tarawih, tadarus Al-Qur'an, membantu terhadap yang membutuhkan, peduli sosial, berbagi takjil, menebarkan rahmat dan kasih sayang, serta kebaikan lainnya.
Mengapa kita perlu bertakwa? Orang yang bertakwa akan mendapatkan dua keberuntungan, yaitu keberuntungan dunia dan keberuntungan akhirat. Keberuntungan di dunia maksudnya adalah ia akan mendapat kemuliaan yang tinggi, nama baik, dan dicintai masyarakatnya.
Orang yang bertaqwa akan dimuliakan masyarakat umum, orang yang bertakwa juga akan dihormati oleh pemimpin, dan setiap orang menilainya sebagai orang yang pantas diberikan kebaikan dan kehormatan. Sedangkan keberuntungan akhirat maksudnya adalah keselamatan dari api neraka dan keberuntungan masuk surga Allah. Wallahu a'lam.
Contoh Ceramah Singkat (9)
LARANGAN PERILAKU FLEXING DALAM ISLAM
Flexing adalah tindakan memamerkan harta atau kemewahan secara berlebihan. Istilah ini banyak dikenal dalam dunia media sosial, di mana seseorang akan mem-posting foto atau video tentang barang-barang mahal yang mereka miliki, seperti mobil mewah, pakaian mahal, atau jam tangan yang mahal.
Praktik ini juga dikenal sebagai "showing off", yang dapat mengakibatkan rasa iri atau kecemburuan pada orang lain, dan juga dapat membangkitkan rasa sombong pada diri sendiri. Dalam dunia modern, flexing seringkali dilakukan melalui media sosial, seperti Instagram, Tiktok, Twitter, atau Facebook.
Praktik ini juga dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti memakai pakaian yang mahal untuk menunjukkan status sosial, atau membeli barang-barang mewah untuk menunjukkan kekuatan finansial. Sementara itu dalam konteks Islam, praktik flexing tidak dianjurkan dan bahkan dianggap sebagai tindakan yang dilarang.
Hal ini disebabkan karena flexing dapat menimbulkan rasa sombong, memicu iri hati, dan merusak tatanan sosial dalam masyarakat. Larangan ini didasarkan pada prinsip-prinsip akhlak yang diajarkan dalam Islam, seperti rendah hati, tidak sombong, dan tidak memamerkan harta atau kemewahan.
Dalam Al-Quran, Allah SWT menyatakan bahwa kesombongan dan keangkuhan merupakan tindakan yang sangat tidak disukai-Nya. Hal ini dapat dilihat dalam QS Luqman [31] ayat 18:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
"Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia dengan kesombongan, dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri." (QS. Luqman: 18).
Terkait ayat ini, dalam kitab Tafsir Al-Misbah Jilid 11, halaman 139, Profesor Quraish Shihab, menerangkan tentang nasihat Lukman al-Hakim [seorang yang bijak besari] kepada anaknya agar berakhlak dan memiliki sopan santun ketika berinteraksi dengan sesama manusia.
Di sisi lain, ia juga menasehati anaknya untuk tidak pamer kesombongan kepada orang lain. Dalam nasihatnya terhadap anaknya, ia berkata: "Dan wahai anakku, janganlah engkau berkeras memalingkan pipimu yakni mukamu dari manusia-siapa pun dia-karena didorong oleh penghinaan dan kesombongan"
Lebih lanjut, ia juga menyuruh buah hatinya untuk bergaul dengan manusia dengan rendah hati, lemah lembut dan tidak angkuh. Ia berujar, "Hadapilah setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."
Sementara itu Al-Qurthubi dalam kitab Tafsir al Jami' li Ahkami Al-Qur'an, menjelaskan bahwa ayat tersebut melarang manusia untuk bersikap sombong, dan menghinakan orang lain. Pasalnya, perbuatan sombong merupakan perbuatan tercela yang dibenci sekaligus dilarang dalam Islam. Imam Quthubi berkata;
وَلَا تُمِلْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ كِبْرًا عَلَيْهِمْ وَإِعْجَابًا وَاحْتِقَارًا لَهُمْ.
"Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia dengan kesombongan, dan janganlah angkuh, dan memandang hina bagi mereka".
Lebih lanjut, Islam memberikan rambu-rambu yang ketat dalam pergaulan antar umat manusia. Islam misalnya, memerintah dalam hubungan sosial, untuk senantiasa rendah hati dan bersikap lemah-lembut. Tidak lupa pula untuk saling menghormati, kendati pun terhadap yang lebih muda.
فَالْمَعْنَى: أَقْبِلْ عَلَيْهِمْ مُتَوَاضِعًا مُؤْنِسًا مُسْتَأْنِسًا، وَإِذَا حَدَّثَكَ أَصْغَرُهُمْ فَأَصْغِ إِلَيْهِ حَتَّى يُكْمِلَ حَدِيثَهُ. وَكَذَلِكَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ
"Maka artinya adalah: dekati mereka dengan sikap rendah hati, mudah bergaul, dan jika yang termuda dari mereka berbicara kepadamu, dengarkan dia sampai dia menyelesaikan ceritanya. Demikianlah tindakan yang dilakukan Nabi ketika bergaul dengan orang lain".
Sementara itu, Syekh Nawawi Al Bantani di kitab Naṡaiḥul 'Ibād halaman 51 mengatakan bahwa sikap pamer harta [flexing] dengan sikap penuh kesombongan, pada ujungnya akan membahayakan bagi pelakunya. Sikap sombong dengan harta dan membanggakan diri sejatinya akan membuat manusia tersebut rusak.
Penjelasan ini dikutip Syekh Nawawi dari dari Abdurrahman bin Shakhr dan Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ دَرَجَاتٌ وَ ثَلَاثٌ كَفَارَةٌ أَمَّا المنْجِيَاتُ فَخَشْيَةُ اللهِ تَعَالى فِي السِّر ِوَالعَلَانِيَةِ وَالقَصْدُ فِي الفَقْرِ وَالغِنَى وَالعَدْلُ فِي الرِّضَا وَالغَضَبِ وأَمَّ المهلِكَاتُ فَشُحٌّ شَدِيْدٌ وَهَوَى مُتَبَّعٌ وَإِعْجَابُ المرْءِ بِنَفْسِهِ وَأَمَّا الدَّرَجَاتُ فَإِفْشَاءُ السَّلَامِ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ وَأَمَّا كَفَارَةُ فَإِسْبَاغُ الوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ وَنَقْلُ الأَقْدَامِ إِلىَ الجَمَاعَةِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ
"Tiga perkara yang dapat menyebabkan selamat, tiga perkara yang dapat menyebabkan kerusakan, tiga perkara yang dapat mengangkat derajat, dan tiga perkara yang dapat menebus dosa. Adapun tiga perkara yang menentukan keselamatan adalah: takut kepada Allah (takwa), baik dalam keadaan sepi maupun ramai, penuh kesederhanaan, baik ketika dalam keadaan fakir maupun berkecukupan, dan bersikap adil baik pada waktu senang maupun saat marah. Dan tiga perkara yang dapat menyebabkan rusak adalah: bakhil (pelit) yang berlebihan, mengikuti hawa nafsu, membanggakan diri sendiri."
Lebih jauh lagi, orang yang suka pamer harta, kata Rasulullah, maka ia tidak akan mendapatkan kenikmatan surga kelak di akhirat. Dalam haditsnya, tercantum bahwa orang yang ada sombong dalam hatinya, maka tidak akan masuk ke dalam surga Allah. Simak riwayat Abdullah bin Mas'ud dari Nabi Muhammad bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
"Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi." Ada seseorang yang bertanya, "Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain."
Contoh Ceramah Singkat (10)
MENJAGA ETOS KERJA DI BULAN PUASA
Pantaskah jika kita mengeluhkan aktivitas kerja saat bulan puasa?
Sebagai salah satu amal yang memiliki nilai ibadah, semestinya bekerja, terutama bagi Muslim yang sudah memiliki kewajiban mencari nafkah, menjadi salah satu kegiatan bernilai pahala yang akan diganjar berlipat ganda oleh Allah swt.
Kemandirian ekonomi merupakan salah satu prinsip yang menjadi perhatian agama Islam. Sehingga, Islam juga sangat mengapresiasi umat Muslim yang memiliki semangat etos kerja tinggi, terlebih jika ia sudah memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga. Dalam satu sabdanya Rasulullah menyampaikan:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ Artinya: "Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Dawud as memakan makanan dari hasil usahanya sendiri." (HR Al-Bukhari)
Jika kita amati dengan seksama, pengambilan contoh Nabi Adam sebagai salah satu potret sosok yang memiliki semangat etos kerja tinggi menyiratkan pesan bahwa umat terdahulu saja sudah menjunjung tinggi kemandirian ekonomi, apalagi umat Nabi Muhammad yang menyandang status umat terbaik dibanding generasi sebelum-sebelumnya.
Hanya, kehadiran bulan suci Ramadhan kadang dianggap 'membebani' oleh sebagian umat Muslim yang menilainya sebagai momen penghambat produktivitas dan penurunan etos kerja. Kondisi tubuh yang lapar dan haus membuat bulan puasa kadang dikambinghitamkan oleh sebagian orang sebab menurunkan stamina tubuh.
Padahal, seharusnya Ramadhan menjadi momen bagi setiap muslim untuk lebih giat lagi dalam bekerja. Sebagai salah satu aktivitas yang memiliki nilai pahala, semangat etos kerja di bulan puasa memiliki nilai ganjaran lebih dibanding pada bulan-bulan lainnya.
Bukankah Rasulullah SAW selalu memberi motivasi kepada para sahabat ketika hendak menyambut Ramadhan,
أَيُّهَا الَّناسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُباَرَكٌ، شَهْرٌ فِـيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. جَعَلَ اللهُ صِياَمَهُ فَرِيْضَةً وَ قِياَمَ لَيْلِهِ تَطَـوُّعاً. مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ
Artinya, "Wahai manusia sekalian, telah tiba bulan yang agung lagi mulia. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dibanding seribu bulan. Allah telah menjadikan puasanya wajib dan shalat malamnya sebagai amal sunnah. Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah pada bulan ini, maka pahalanya setara dengan satu ibadah wajib di bulan lainnya. Dan barangsiapa menunaikan satu ibadah wajib pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan tujuh puluh ibadah wajib di bulan lainnya." (HR Ibnu Khuzaimah).
Untuk itu, kita harus menyadari bahwa selain sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menciptakan kemandirian ekonomi, bekerja dengan baik di bulan Ramadhan juga memiliki nilai pahala lebih, apalagi Rasulullah sudah menyampaikan bahwa bekerja memiliki sejumlah pahala yang beragam. Berikut adalah beberapa di antaranya.
1. Bernilai Sedekah
Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa salah satu ibadah yang paling utama di bulan Ramadhan adalah bersedekah. Seorang Muslim yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya akan memperoleh pahala sedekah. Dalam satu hadits diriwayatkan,
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيَكْرِبَ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ
Artinya, "Dari Miqdam bin Ma'diyakrib az-Zubaidi, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, 'Usaha terbaik seorang laki-laki adalah usaha dari hasil tangannya sendiri. Dan apa-apa yang diinfakkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah." (Ibnu Majah).
2. Penghapus Dosa
Selain memiliki nilai sedekah, bekerja mencari nafkah juga menjadi salah satu penghapus dosa yang paling ampuh. Rasulullah pernah menyampaikan bahwa jerih payah mencari nafkah bisa menjadi penebus dosa yang tidak bisa dilakukan oleh amal-amal ibadah lain.
Dalam satu hadits diriwayatkan.
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مِنَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبٌ لَا يُكَفِّرُهَا إِلَّا الْهَمُّ بِطَلَبِ المَعِيْشَةِ
Artinya, "Dari Rasulullah saw, beliau bersabda, 'Dari sekian dosa terdapat jenis dosa yang tidak dapat ditebus kecuali dengan kesusahan (perjuangan) dalam mencari penghidupan (keluarga).'" (HR at-Thabarani, Abu Nu'aim, dan al-Khatib).
3. Meraih Surga
Meraih surga merupakan idaman bagi setiap muslim. Bagaimana tidak, surga disebutkan sebagai tempat terbaik yang keindahannya tidak bisa dibayangkan oleh siapapun. Bisa memasukinya tentu sebuah prestasi muslim yang sangat dibanggakan. Salah satu amal ibadah yang bisa mengantarkan seorang hamba ke tempat mulia ini adalah bekerja untuk menafkahi keluarga.
Dalam satu hadits diriwayatkan,
مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ فَأَنْفَقَ عَلَيْهِنَ وَ أَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ حَتَّى يُغْنِيَهُنَّ اللهُ عَنْهُ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ الجَنَّةَ أَلْبَتَّةَ أَلْبَتَّةَ إِلَّا أَنْ يَعْمَلَ عَمَلًا لَا يُغْفَرُ لَهُ
Artinya, "Siapa saja yang memiliki tiga putri, lalu memenuhi nafkah mereka dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga Allah menjadikan mereka mandiri terhadap ayahnya, niscaya Allah jadikan surga untuknya. Sudah pasti. Kecuali ia mengamalkan jenis dosa yang tidak dapat diampuni (seperti syirik)." (HR Al-Kharaithi).
Penulis menyarankan, bagi kita yang memiliki pekerjaan rutin saat bulan Ramadhan, apalagi untuk pekerja berat, sebaiknya memaksimalkan momen sahur agar dapat melalui siang hari puasa dengan stamina tubuh lebih stabil. Dengan konsumsi makanan cukup dan waktu sahur diakhirkan, insyaallah akan membuat kita lebih prima di siang hari. Wallahu a'lam.
Demikianlah 10 contoh ceramah Ramadhan singkat dengan berbagai tema dan judulnya. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dengan baik ya, detikers!
Artikel ini ditulis oleh Rayza Teguh Prastiyo peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/ahr)